QUO VADIS USTAD ABDUL SOMAD

Oleh : Firman Syah Ali

Baru saja dapat kabar bahwa Ustad Abdul Somad (UAS) mengundurkan diri dari PNS. Sebagai sesama PNS yang juga sudah lama ingin mengundurkan diri, hati saya langsung mak jleg gedubrak klontang klontang.

UAS adalah ulama muda yang bahkan usianya lebih muda dari saya, berarti perjalanan nasibnya sebagai PNS masihlah panjang. Bukan termasuk PNS yang hampir memasuki usia pensiun.

Namun bukan masalah pengunduran diri UAS yang membuat saya menulis artikel ini, tapi kenangan pahit saya tepat dua tahun lalu, di mana saya menulis surat terbuka kepada UAS. Surat terbuka saya itu berisi kritik baik-baik terhadap isi ceramah UAS yang terlalu formalistik-simbolik. Yang saya terima bukan jawaban baik-baik, tapi caci-maki, ancaman dan ujaran kebencian dari ribuan akun ke status Fb dan IG saya. UAS sendiri ketika ditanya tentang surat terbuka saya tersebut dalam sebuah sesi ceramah, malah menjawab dengan sindiran (tanpa menyebut nama saya) biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Usai mengucapkan pepatah tersebut, sekali lagi UAS menyebut kata anjing sambil emosi.

Tapi saya tidak dendam, maklum dia anak muda, usianya di bawah saya. Misi saya menulis surat terbuka itu hanyalah agar semua orang tau bahwa beberapa hal yang disampaikan UAS sangat berbahaya bagi kelangsungan islam moderat di Indonesia, misalnya UAS membuli terminologi non muslim, nonton drakor haram, peringatan hari ibu haram, lambang palang Merah Indonesia haram dan banyak lagi ceramah-ceramahnya yang bikin muslim moderat seperti saya tidak enak tidur dan tidak nyenyak makan.

Ironisnya, walaupun UAS pernah menghina Kyai Ishomuddin Lampung, pernah mengolok-olok Banser dll, namun sebagian orang NU ikutan membela UAS mati-matian, alasan mereka karena UAS sholat subuh pake qunut. Orang tersebut tidak faham, bahwa berpaham dan bermaliyah aswaja saja tidak otomatis menjadi NU atau auto NU. Banyak ormas di indonesia yang amaliyah Aswaja namun bukan NU, antara lain PERTI, Al-Washliyah, Mathlaul Anwar, FPI dll.

NU bukan hanya tentang teologi dan ritual, tapi juga tentang harokiyah, siyasiyah dll. Aswajanya NU adalah Aswaja Annahdliyah yang moderat, toleran, harmoni, sejuk, damai dan tenang. Ada juga yang menyebutnya sebagai Aswaja Nusantara.

Oke kembali ke laptop tentang UAS. Mungkin UAS lupa bahwa sekarang kita berada di era digital, era revolusi industri 4.0, sehingga apapun yang pernah kita ceramahkan dimanapun, pasti direkam orang kemudian diviralkan, itu semua disebut jejak digital, dan jejak digital memanglah kejam.

UAS meninggalkan banyak jejak digital dukungannya terhadap ideologi transnasional Khilafah, pembelaannya terhadap HTI dll. Walaupun kemudian para pendukung UAS menyebarkan video UAS hormat bendera merah putih, UAS datang ke pedalaman sumatera sambil membawa bendera merah putih, namun jejak digital UAS terang-terangan menganjurkan khilafah tidak pernah hilang dan terus tersebar, bahkan sengaja diperluas area sebarannya menjelang pilpres beberapa waktu yang lalu.

Ini kasusnya sama persis dengan Ustad Bachtiar Nasir, jejak digital lama teriak khilafah, tapi jejak digital terbaru pake ikat kepala merah putih sambil teriak NKRI. Warganet menjadi bingung dengan terdebarnya dua video dengan isi ceramah dan tampilan yang bertengangan satu dengan yang lain.

Saya bersama ketua GMNU Pusat, Moch Zain sama sekali tidak bingung. Walau tokoh NU sekaliber Cak Imin dan Mas Imam Imam Nahrawi sangat mengidolakan UAS dan mengundang UAS kerumahnya, saya dan Moch Zain tetap teriak waspada UAS, sehingga saya dan Moch Zain dibuli habis-habisan oleh sesama NU yang loyal kepada Cak Imin.

Waktu UAS mendapatkan gelar Syaikh dari Maulana Habib Luthfi, saya dan Moch Zain juga tetap teriak waspada UAS. Lagi-lagi saya dan Moch Zain dibuli oleh sesama NU. Ya begitulah resiko orang waspada.

Namun sebetulnya hubungan pribadi saya dengan UAS baik. UAS saya undang ke grup WA yang berisi diskusi seru antar tokoh harokah islam yang bertentangan secara teologis maupun ideologis, dan UAS sering menyimak di situ, biasanya malam hari.

Sekarang UAS sudah mengundurkan diri dari PNS, tidak akan ada lagi buli “kamu ini mendukung negara khilafah tapi makan gaji NKRI”, sebab UAS setelah ini tidak lagi makan gaji NKRI.

Mari kita ikuti lebih lanjut akan ke mana dan akan bagaimana UAS setelah ini?

Quo Vadis UAS.

*)Penulis adalah Penasehat GMNU Jatim yang saat ini sedang didukung masyarakat untuk menjadi Walikota Surabaya.