بسم الله *Lihat Belakang untuk Manfaat ke Depan*

 

Prof Mahmud Mustain,
Guru Besar Teknik Kelautan ITS

Allah SWT menciptakan alam seisinya ini tentu beserta wadahnya yakni disebut ruang dan waktu. Dalam wadah atau alam ruang ini manusia diberi keleluasaan bisa bergerak 6 arah gerakan yakni atas-bawah, utara-selatan, dan timur-barat. Sedangkan dalam alam waktu manusia tidak diberi kesempatan memilih kecuali maju dan ini pun dengan kecepatan konstan.

Alam gerak dalam waktu itu hanya ada satu garis yakni, yang lalu maju ke sekarang kemudian maju lagi ke yang akan datang. Kecepatan konstan maksudnya tidak bisa lebih cepat dan tidak bisa lebih lambat apalagi diam dan mundur. Kecepatannya ya yang seperti kita rasakan ini ada pergerakan dari detik ke detik, menit ke menit, dst.

Sesuatu atau syai’un atau entitas yang menjadi objek ilmu itu hanya ada dua yakni materi dan energi atau mal dan amal. Dua entitas ini oleh Allah SWT diwadahi dalam alam ruang dan alam waktu. Keberadaan ini mutlak kehendak Allah SWT sebagai pencipta dan pengatur alam semesta, tidak ada yang bisa mengganggu gugat.

Keterkaitan ilmu dengan entitas dalam wadah ruang dan waktu diperintahkan oleh Allah SWT untuk mempelajari. Perintah ini tertera dalam potongan QS. Al-Hashr: 18, yakni:

وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ

Artinya: “Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).”

Tafsir ayat ini mengingatkan manusia untuk selalu mempersiapkan diri menghadapi hari akhirat dengan beramal shalih dan meninggalkan perbuatan buruk (Meta AI, 2025).

Apabila dilebarkan, potongan ayat tersebut adalah perintah untuk berevaluasi dari yang sudah dikerjakan kemudian dibuat dasar untuk berbuat aksi untuk yang akan datang. Sungguh hal ini adalah inti tujuan mempelajari ilmu yang kemudian dimanfaatkan untuk kehidupan yang akan datang. Juga sangat relevan untuk momen muhasabah di akhir dan awal tahun.

Entitas yang dimuhasabahi dimulai dari komponen yang paling kecil yakni personal. Misalkan seberapa besar peningkatan ubudiyah kita, bagaimana sholat kita, zakat-shodaqoh kita, puasa kita dst. Komponen lebih besar misalkan keluarga, apa hasil tahun lalu dalam menjalankan putaran ubudiyah tingkat keluarga. Misalkan Alhamdulillah mendapatkan anugrah bisa mantu, dst.

Komponen yang lebih besar lagi misalkan sampai dengan organisasi sosial keagamaan, terutama yang memegang amanah pengurus struktural. Apakah aktifitas jam’iyyah kita mengalami kemajuan atau kemunduran, atau bahkan lompatan drastis atau kemelorotan drastis. Hal ini yang membuat penulis ketar-ketir dalam keberadaan jam’iyah kita tercinta Nahdlotul Ulama. Semoga Allah SWT menyelamatkan jam’iyah ini yang di dalamnya adalah para ulama’ sebagai pewaris dan penerus perjuangan Nabi Muhammad SAW, aamiin.

Semoga pinaringan manfaat barokah selamat aamiin.

Surabaya,
09 Rojab 1447
atau
30 Desember 2025
m.mustain