Sejarah Perang Santri Cirebon

Kota Cirebon – menaramadinah.com
Perang Santri Cirebon adalah bagian dari “Perang Besar Cirebon” yang melibatkan kaum santri, ulama, keraton, dan seluruh elemen masyarakat untuk melawan penjajah Belanda. Perlawanan ini dipicu oleh ketidakpuasan terhadap penindasan dan kebijakan kolonial, dengan peristiwa penting di antaranya adalah penyerangan terhadap padepokan oleh Belanda di bawah pimpinan Ki Jatira, dan kemudian diteruskan oleh pemimpin lainnya seperti Pangeran Matangaji dan Bagus Rangin.
Peristiwa penting dalam Perang Santri Cirebon

Perang Babakan (1718-1722): Belanda menyerang padepokan Ki Jatira di Babakan. Meskipun perlawanan sengit sempat terjadi, padepokan itu dihancurkan. Ki Jatira kemudian kembali dan membangun kembali pesantrennya pada tahun 1722, yang kembali menimbulkan konflik dengan Belanda.

Perjuangan Pangeran Matangaji (awal abad ke-19): Pangeran Matangaji dari Keraton Kasepuhan memimpin kaum santri dan masyarakat dalam melawan penjajah. Beliau dikenal sebagai pemimpin perlawanan yang gigih hingga titik darah penghabisan.

Perang Kedongdong (1818): Setelah Matangaji gugur, perlawanan dilanjutkan oleh Pangeran Raja Kanoman dan para pemimpinnya seperti Bagus Arsitem, Bagus Rangin, dan Bagus Serit. Pertempuran terpusat di Desa Kedondong.

Perlawanan Bagus Rangin (1806-1812): Perlawanan yang dipimpin oleh Bagus Rangin ini terjadi di Bantarjati sebagai respons terhadap faktor sosial-ekonomi dan politik yang ditimbulkan oleh kolonialisme.
Peran dan strategi santri:

Kaum santri memiliki peran penting dalam melawan penjajah, baik dari segi pemikiran maupun fisik.

Mereka menggunakan taktik gerilya dan strategi perang seperti “suluhan,” di mana mereka menggunakan obor dan kunang-kunang untuk memancing tembakan dari pasukan Belanda hingga amunisi mereka habis, sebelum akhirnya menyerang.
Latar belakang sejarah

Penindasan dan eksploitasi: Kebijakan kolonial Belanda menyebabkan ketidakpuasan masyarakat Cirebon yang berujung pada perlawanan. Salah satu penyebabnya adalah pajak yang memberatkan rakyat, sebagaimana dikutip medcom.id.

Solidaritas dan kepemimpinan: Perjuangan ini melibatkan seluruh elemen masyarakat Cirebon, menunjukkan persatuan dalam melawan penjajah, yang dipimpin oleh berbagai tokoh, baik dari kalangan keraton maupun ulama.

Dampak perlawanan: Pertempuran ini mengakibatkan kerugian besar bagi Belanda, baik dari segi harta maupun nyawa. (hsn)