
Oleh : Lu’lu’lul Mahmudah dkk.
Tulisan ini merupakan tugas narasi BIOGRAFI TOKOH AGAMA Indonesia mata kuliah Bahasa Indonesia yang dibimbing langsung oleh : Bapak Yahya Aziz, S.Ag, M.pd.I selaku dosen PIAUD Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Nama-nama Kelompok 1 :
Lu’lu’ul mahmudah (06030925090)
Saskia Aulya Lestari (06010925014)
Jihan Fachiroh (06010925006)
Andini Lailatul Zahro’ (06020925020)
Ismawatun Nazihah (6010925005)
Kiai Haji Muhammad Ali bin Maksum bin Ahmad, atau yang lebih dikenal dengan K.H. Ali Maksum, lahir di Lasem, Jawa Tengah, pada hari Jumat, 2 Maret 1915. Beliau berasal dari keluarga ulama dan bangsawan, keturunan Sultan Minangkabau Malaka dan Sayyid Abdurrahman Sambu (Pangeran Kusumo bin Pangeran Ngalogo). Sejak kecil, K.H. Ali Maksum telah menunjukkan semangat besar dalam menuntut ilmu. Ia menempuh pendidikan di pesantren ayahnya sendiri di Lasem, kemudian melanjutkan ke pesantren Kiai Amir di Pekalongan dan Kiai Dimyati Abdullah di Tremas, Pacitan. Setelah menikah dengan Nyai Munawwir, putri dari K.H.M. Munawwir Krapyak, beliau menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu di Mekkah selama dua tahun. Sekembalinya ke tanah air, K.H. Ali Maksum menetap di Yogyakarta dan aktif mengembangkan Pondok Pesantren Krapyak bersama keluarga besar Munawwir. Di bawah kepemimpinannya, Krapyak tumbuh menjadi salah satu pusat pendidikan Al-Qur’an terbesar di Indonesia. Selain berkiprah di dunia pendidikan, beliau juga aktif dalam organisasi Nahdlatul Ulama dan pernah menjabat sebagai Rais ‘Aam Syuriyyah PBNU, di mana ia berperan penting dalam meneguhkan NU sebagai organisasi sosial-keagamaan yang mandiri dan moderat. K.H. Ali Maksum wafat pada hari Minggu, 7 Februari 1989, dan dimakamkan di kompleks pesantren Krapyak, Yogyakarta.
Sebagai ulama yang memiliki keluasan ilmu, K.H. Ali Maksum banyak menulis karya-karya penting dalam bidang keislaman. Beberapa karyanya antara lain Mizanul ‘Uqul fi Ilmil Mantiq yang menjelaskan prinsip dasar logika Islam, Ash-Shorful Wadhih yang berisi kaidah dan latihan tashriful kalimah dengan metode baru, Hujjatu Ahlissunnah wal Jama’ah yang berisi argumentasi keagamaan bagi kaum Nahdliyyin, serta Jawami’ul Kalim yang merupakan kumpulan hadis-hadis pendek dengan makna mendalam. Selain itu, beliau juga menulis Ajakan Suci: Pokok-pokok Pikiran tentang NU, Pesantren dan Ulama, serta Eling-eling Siro Manungso yang berisi syiiran Jawa penuh nilai moral. Karya-karya ini menunjukkan kedalaman intelektual, keluasan wawasan, dan kepekaan sosial beliau sebagai seorang ulama yang tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga memahami kebutuhan zaman.
Pemikiran K.H. Ali Maksum dalam bidang pendidikan Islam sangat berpengaruh, terutama dalam konteks modernisasi sistem pesantren. Ia melakukan pembaruan dengan memperkenalkan sistem pendidikan klasikal yang lebih terstruktur, menggantikan metode tradisional seperti sorogan dan bandongan. Melalui pendirian lembaga formal seperti Raudlatul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, hingga Ma’had Aly, beliau menjadikan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mampu mencetak generasi intelektual muslim yang berilmu luas dan berakhlak mulia. Ia juga menekankan pentingnya integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum, karena menurutnya kedua bidang ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan. Dalam pandangan K.H. Ali Maksum, ilmu agama memberikan arah moral dan spiritual, sedangkan ilmu umum memperkuat kemampuan rasional dan sosial manusia. Oleh karena itu, beliau memasukkan pelajaran umum seperti bahasa Indonesia, matematika, dan sejarah ke dalam kurikulum pesantren tanpa mengurangi porsi ilmu agama.
Dalam metode pembelajaran, K.H. Ali Maksum mengembangkan pendekatan aktif dan kritis agar santri tidak hanya menjadi penerima ilmu secara pasif, tetapi juga mampu berdiskusi dan berpikir logis. Ia memperkenalkan konsep bil ifadah dan bil istifadah, yaitu belajar tidak hanya untuk menambah pengetahuan, tetapi juga memperoleh manfaat dan keberkahan dari ilmu yang diamalkan. Sikapnya yang terbuka terhadap perkembangan zaman dan ilmu modern menunjukkan bahwa ia memahami pentingnya keseimbangan antara tradisi dan inovasi. Moderasi berpikir, toleransi, serta semangat ukhuwah Islamiyah menjadi ciri khas dari keulamaan beliau, yang juga tampak dalam kiprahnya di NU sebagai penjaga keseimbangan antara agama dan kehidupan berbangsa.
Analisis terhadap pemikiran K.H. Ali Maksum menunjukkan bahwa beliau adalah tokoh pembaharu yang tetap berpijak pada tradisi. Modernisasi yang ia lakukan bukan berarti meninggalkan warisan klasik, melainkan menyempurnakannya agar relevan dengan kebutuhan zaman. Integrasi ilmu agama dan ilmu umum mencerminkan pandangannya bahwa Islam bersifat komprehensif dan universal, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Dengan pendekatan rasional, moderat, dan kontekstual, beliau berhasil membangun paradigma pendidikan Islam yang memadukan keilmuan, akhlak, dan kemajuan peradaban. Pemikirannya menegaskan bahwa pesantren bukan sekadar lembaga keagamaan, tetapi juga pusat pengembangan intelektual dan sosial umat Islam. Melalui ajaran dan keteladanan hidupnya, K.H. Ali Maksum memberikan inspirasi bahwa pendidikan Islam harus menjadi sarana perubahan menuju masyarakat berilmu, berakhlak, dan berperadaban maju.
Daftar Referensi
1. Mustolehudin, Siti Muawanah. Biografi dan Pemikiran K.H. Ali Maksum. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2015.
2. Nurul Anam, “Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum dalam Pemikiran KH Ali Maksum,” EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, Vol. 16 No. 1 (2018): 18–34.
3. Samsul Ma’arif, “Pemikiran Pendidikan Islam KH Ali Maksum dalam Konteks Modernisasi Pesantren,” Jurnal Pendidikan Islam Nusantara, Vol. 4 No. 2 (2020): 101–115.
4. Ahmad Zainul Hamdi. Tradisi dan Modernisasi Pesantren di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2019.
5. M. Dawam Rahardjo. Pesantren dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: LP3ES, 2017.
6. “KH Ali Maksum – Pondok Pesantren Krapyak.” Situs resmi krapyak.org.
