
BY : Prof Mahmud Mustain, Guru Besar Teknik Kelautan ITS.
Peradaban modern mengedapankan ilmu pengetahuan sebagai pemeran utama dalam mengendalikan dunia. Kita tahu bahwa ilmu pengetahuan meletakkan peran penting akal, rasional, atau logika. Sedangkan akal sesungguhnya hanya alat seperti sebagaimana alat-alat yang lain. Penggunaannya sangat bergantung pada pengguna bisa dibuat kebaikan atau bisa dibuat kejelekan. Artikel ini ber-IDE bagaimana caranya ilmu pengetahuan ini hanya mengarah ke kebaikan tidak ada peluang untuk kejelekan.
Kita bisa memahami bahwa Sistem Informasi Diri (SID) kita berkomponen 4 yakni; hati, akal, nafsu, dan setan. Maka kita bisa menerima bahwa kehidupan kita akan baik bila yang menguasai SID kita adalah hati. Sebaliknya bila yang menguasai setan dan nafsu maka sudah bisa dipastikan bahwa kehidupan kita akan jelek. Peran akal hanya sebagai fasilitas mempertajam yakni sebagai alat, bisa ikut siapa yang dominan bisa ikut hati atau ikut setan dan nafsu.
Ada 2 ayat dalam Al-Qur’an yang mendasari bahasan ini yakni Asy-Syams: 7-8;
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا ۖ فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
“dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya. Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketaqwaannya”.
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan jiwa manusia dengan sempurna dan memberinya potensi untuk melakukan kebaikan dan kejahatan. Allah SWT juga memberikan kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, sehingga manusia dapat memilih jalan yang benar atau salah.
Dalam tafsir Al-Mukhtashar, ayat ini berarti bahwa Allah SWT telah menciptakan jiwa manusia dengan fitrah yang lurus dan memberinya kemampuan untuk melakukan kebaikan dan kejahatan. Kemudian, Allah SWT memberikan ilham kepada jiwa manusia untuk mengetahui jalan kebaikan dan kejahatan, sehingga manusia dapat memilih mana yang baik dan mana yang buruk (Mata AI, 2025).
Dengan demikian, ayat ini menekankan pentingnya kesadaran dan tanggung jawab manusia dalam memilih jalan hidupnya. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih antara kebaikan dan kejahatan, dan Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban atas pilihan-pilihan tersebut. Dengan demikian logika normal manusia sudah hampir pasti menginginkan kebaikan.
Suatu contoh ada seorang guru besar ITS yang meminta pada presenter calon guru besar di momen rapat komisi guru besar senat akademik, “Bisakan membuat aplikasi Kecerdasan Buatan (Arificial Intelegent, AI) yang berjiwa Malaikat?”. Sungguh pertanyaan ini mengarah pada keinginan kepada taubat saintifik atau taubat ilmiah. Sesungguhnya pertanyaan ini menginginkan bagaimana saintifik bisa memandegani menghentikan berbuat kejelekan bertaubat taubat menyesali dan tidak akan mengulangi lagi.
Dengan demikian dunia AI akan terkendalikan, yakni hanya menjalankan perbuatan baik. Hal ini suatu prespektif dan prospektif yang sangat baik, diidam-idamkan oleh semua kehidupan di muka bumi. InsyaAllah cita-cita bersama akan tercapai yakni hidup dalam kebersamaan dan kedamaian serta selamat dunia akhirat aamiin.
Semoga manfaat barokah selamat aamiin.
🤲🤲🤲
Surabaya,
26 Robiul Akhir 1447
atau
18 Oktober 2025
m.mustain
