
Surabaya — Pada hari Sabtu, 11 Oktober 2025, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) menggelar kegiatan “Pengenalan dan Pembentukan Karakter Raden Wijaya” yang dikemas dalam tema “Napak Tilas Penghayatan Jati Diri Kewijayakusumaan”, berlangsung dengan khidmat dan penuh semangat di pelataran miniatur Candi Penataran yang terletak di kawasan kampus UWKS. Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua Yayasan Wijaya Kusuma Drs. H. Soedjatmiko, MM., Wakil Rektor III UWKS Dr. Kaswadi, M.Hum., para Dekan dan Wakil Dekan dari seluruh fakultas, serta perwakilan dari BAKH UWKS. Ratusan mahasiswa baru mengikuti kegiatan ini dengan antusiasme tinggi, menjadikannya momentum penting dalam proses pembinaan karakter dan pengenalan jati diri sebagai bagian dari keluarga besar Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Kegiatan ini bertujuan untuk menguatkan penghayatan jati diri Kewijayakusumaan dengan meneladani nilai-nilai luhur kepemimpinan Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit, yang menjadi filosofi utama Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Melalui kegiatan ini, mahasiswa baru diharapkan mampu memahami, menghayati, dan mengimplementasikan lima nilai karakter Raden Wijaya, yaitu Tatag, Teteg, Teguh, Tanggon, dan Trapsilo. Nilai-nilai tersebut tidak hanya untuk dipahami secara intelektual, tetapi diinternalisasi dalam sikap dan perilaku sebagai dasar moral kehidupan akademik maupun sosial.
Dalam arahannya, Ketua Yayasan Wijaya Kusuma Drs. H. Soedjatmiko, MM., menegaskan bahwa pengenalan jati diri Kewijayakusumaan tidak boleh berhenti pada tataran pengetahuan, melainkan harus sampai pada tataran penghayatan. “Jati diri tidak cukup dimengerti, tetapi harus dihayati. Artinya, tidak cukup dipahami oleh akal, namun perlu diresapi oleh jiwa, raga, dan rasa. Ketika nilai-nilai itu menyatu dalam diri, maka akan tampil secara reflektif sebagai unsur pendidikan dan pengetahuan yang menumbuhkan benih-benih adab manusia. Dari sinilah akan tumbuh implementasi jati diri di masyarakat,” tutur beliau dalam sambutannya yang disambut dengan tepuk tangan hangat para peserta.
Nilai-nilai Raden Wijaya yang diajarkan kepada mahasiswa memiliki makna yang mendalam. Tatag mencerminkan keteguhan hati dalam menghadapi kesulitan; Teteg menggambarkan keberanian dalam mengambil keputusan yang benar; Teguh berarti konsistensi dalam memegang prinsip dan kebenaran; Tanggon menunjukkan tanggung jawab, ketangguhan, serta keuletan dalam berproses; sedangkan Trapsilo menggambarkan kerendahan hati, kebijaksanaan, dan kemampuan menjaga keharmonisan sosial. Nilai-nilai inilah yang diharapkan menjadi pedoman hidup mahasiswa Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dalam menapaki perjalanan akademik dan kehidupan di masyarakat.
Kegiatan ini juga menjadi sarana bagi mahasiswa baru untuk mengenal lebih dalam sejarah berdirinya Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, yang didirikan oleh Almarhum H. Soenandar Prijo Soedarmo, Almarhum Blegoh Soemarto, dan H. Moch. Said. Ketiga tokoh besar nasional ini memiliki semangat dan cita-cita luhur untuk mendirikan lembaga pendidikan tinggi yang berpijak pada nilai kebangsaan, kemanusiaan, dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Gagasan awal pendirian UWKS lahir di Jl. Progo, Surabaya, tempat para inisiator berkumpul untuk merumuskan visi dan misi universitas. Dari lokasi inilah muncul semangat dan tekad untuk mendirikan Universitas Wijaya Kusuma sebagai simbol perjuangan intelektual dan pelestarian nilai-nilai budaya Majapahit.
Dalam sambutannya, Wakil Rektor III UWKS Dr. Kaswadi, M.Hum., menyampaikan bahwa pendidikan di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya tidak hanya berfokus pada penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga pada pembentukan kepribadian dan karakter yang kuat. “Nilai Tatag, Teteg, Teguh, Tanggon, dan Trapsilo bukan hanya slogan, tetapi menjadi napas kehidupan kampus. Mahasiswa UWKS harus tumbuh menjadi pribadi yang berani, tangguh, berjiwa pemimpin, dan memiliki kepedulian sosial tinggi. Dari penghayatan nilai-nilai inilah akan lahir generasi Wijaya Kusuma yang berintegritas, cerdas, dan siap menjadi pemimpin masa depan bangsa,” ujarnya.
Pelataran miniatur Candi Penataran yang digunakan sebagai lokasi kegiatan memberikan suasana sakral, historis, dan sarat makna. Miniatur candi ini bukan sekadar ikon kampus, tetapi juga simbol kejayaan warisan budaya Majapahit yang menjadi sumber inspirasi bagi UWKS. Di lokasi tersebut, mahasiswa baru mengikuti berbagai kegiatan yang memadukan unsur edukatif, reflektif, dan kebangsaan. Mereka mendengarkan kisah perjuangan Raden Wijaya yang berhasil membangun kerajaan besar Majapahit melalui nilai kebijaksanaan, keberanian, serta semangat persatuan dan kesetiaan terhadap tanah air.
Sebagai bagian dari proses pembelajaran karakter, mahasiswa baru juga melaksanakan kunjungan edukatif ke tiga lokasi bersejarah, yaitu Jl. Progo di Surabaya, situs Trowulan di Mojokerto, dan Candi Penataran di Blitar. Kunjungan ke Jl. Progo menjadi pengingat akan titik lahirnya gagasan pendirian Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Di Trowulan, mahasiswa mengenal langsung pusat kejayaan Kerajaan Majapahit sebagai simbol peradaban tinggi bangsa Indonesia di masa lalu. Sedangkan kunjungan ke Candi Penataran di Blitar menjadi pengalaman reflektif untuk memahami nilai kebesaran, ketekunan, dan kebijaksanaan nenek moyang dalam menjaga warisan budaya bangsa.
Ketiga lokasi tersebut melambangkan perjalanan filosofi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya: dari inisiatif gagasan di Progo, semangat kebesaran Majapahit di Trowulan, hingga nilai kebijaksanaan dan kemuliaan budaya di Candi Penataran Blitar. Melalui napak tilas ini, mahasiswa baru diharapkan tidak hanya mengenal sejarah dan nilai-nilai budaya, tetapi juga mampu menumbuhkan semangat juang, nasionalisme, dan penghayatan terhadap jati diri Kewijayakusumaan sebagai panduan dalam berperilaku dan berkontribusi bagi masyarakat.
Kegiatan “Napak Tilas Penghayatan Jati Diri Kewijayakusumaan” ini menjadi simbol harmonisasi antara tradisi, budaya, dan pendidikan modern yang diusung oleh Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Melalui semangat Tatag, Teteg, Teguh, Tanggon, dan Trapsilo, UWKS berkomitmen mencetak generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara moral dan spiritual generasi yang beradab, berjiwa pemimpin, serta siap mengabdi untuk kejayaan bangsa Indonesia.(SDS)
