Santri dan Lingkungan

Oleh. Ika Maftuhah Zubaidi*

Hari santri diperingati setiap tanggal 22 Oktober. Menurut saya, hari santri jangan hanya dirayakan untuk show a force belaka. Jauh yang tersirat adalah mengamalkan filosofi arti yang terkandung dalam huruf huruf SANTRI salah satunya adalah huruf ‘sin’ yang punya filosofi سافق الخير(pelopor kebaikan). Saya mencoba menarik arti سا فق الخير dibidang lingkungan, menurut padangan saya sudah waktunya para santri menjadi pelopor kebaikan dibidang lingkungan,
Dalam kitab kitab Turots fiqih sudah dibahas didalamnya terkait bab thoharoh/bersuci, dijelaskan tentang 2 alat yang digunakan bersuci yakni air dan debu. Air diciptakaan Allah sebagai sarana penting yang sangat menentukan bagi kesempurnaan iman seseorang dan kesahan aktifitas ibadah.
Bagaimana jika kedua alat tersebut tercemar? Atau bagaimana jika sumber air di rumah atau di pondok kering? Kalau untuk bersuci masih ada debu, tapi bagaimana untuk mandi? Bagaimana mana untuk mencuci? Dan bagaimana untuk memasak? Disinilah pentingnya menanamkan fiqih lingkungan kepada santri, dan harus dimasukan kedalam kurikulum pesantren. Kenapa para Tabiut dan Tabiin tidak membuat karya terkait fiqih lingkungan? Karena pada masa Tabiut Tabiin kerusakan lingkungan belum terjadi dan belum menjadi masalah yang menyedot perhatian para ulama ahli hukum.
Sering kali santri tidak sadar sering mecemari lingkungannya dengan membuang sampah sembarangan, membiarkan keran bocor sehingga air terbuang sia sia, membiarkan lampu kamar atau kamar mandi menyala sepanjang hari. Belum lagi dimasa pandemi volume sampah meningkat karena pembelajaran dilakukan secara daring dan orangtua yang mengirimkan paket untuk anaknya juga meningkat tajam. Jika tidak diajarkan kepada para santri tentang hukum perbuatan diatas niscaya Indonesia tak akan bisa tersenyum. NKRI harga mati hanya sekedar slogan. Di dalam qoidah ushul fiqh disebutkan :

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
“Meninggalkan bahaya kerusakan itu lebih diprioritaskan ketimbang menarik kemaslahatan”
Allah menciptkan bumi ini untuk manusia dan harus dijaga oleh manusia, karena manusia menjadi khalifah dibumi seperti dalam surat Al-Baqarah 30;
وَاِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلٰٓٮِٕكَةِ اِنِّىۡ جَاعِلٌ فِى الۡاَرۡضِ خَلِيۡفَةً ؕ قَالُوۡٓا اَتَجۡعَلُ فِيۡهَا مَنۡ يُّفۡسِدُ فِيۡهَا وَيَسۡفِكُ الدِّمَآءَۚ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكؕ قَالَ اِنِّىۡٓ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡن
Sebagai khalifah di bumi, manusia otomatis menjadi pelaku pengolahan alam semesta yang menentukan kelestarian kehidupan. Dan banyaknya permasalahan lingkungan semua itu karena ulah manusia, eksploitasi sumber daya alam yang mengakibatkan kerusakan ekosistem sehingga suhu bumi semakin memanas, permukaan air laut semakin naik, udara yang kita hirup tidak lagi sehat.
Karenanya, pesantren sebagai lembaga pendidikan tidak hanya mengembangkan pendidikan dan intelektualitas, tetapi juga sebagai tempat pembangunan karakter para santri. Melalui pesantren santri diharapkan mempunyai karaker yang kuat terhadap kepedulian lingkungan, menjaga lingkungan serta melestarikan lingkungan. Jika pesantren pesanten dan juga madrasah madrasah konsisten mengajarkan fiqih lingkungan kepada santrinya, niscaya akan lahir tokoh dan penggerak lingkungan dari pesantren di Indonesia.
Yuk bersama sama kita jaga bumi ini, niscaya bumi akan memberikan manfaat kepada kita..
JOMBANG, 20 OKTOBER 2020 14.50 WIB.
*Ika Maftuhah Zubaidi
Ponpes Mambaul Hikam Putri
Jl. Mawar 04 KWARON DIWEK JOMBANG.