Mbok Yang Peka Mas Nadiem

Oleh : Evi Ghozaly

Semalam, sebelum menyimak ngaji Munqidz dan Ihya Ulumiddin bersama Gus Ulil, saya mendapat telpon dari sahabatnya Mas Nadiem. Sebelumnya saya memang kirim WA ke beliau. Sekaget dan sekesal apa pun ketika membaca satu berita, saya selalu berusaha menganalisis dengan baik. Gugling berita penyerta dan pembanding. Jika otak saya mentok, saya akan tabayyun, mencari klarifikasi. Sebisanya, daripada saya suudlon terus atau ngomel-ngomel dengan untaian kata mutiara yang suatu saat membuat saya menyesal.

Jadi begitulah, Gaes. Sebagaimana yang kita ketahui, sesaat setelah dilantik sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mas Nadiem dengan pede ngendikan, “Saya tidak tahu masa lalu, tapi saya mengerti masa depan. Saya jadi Mendikbud karena mengerti masa depan…”

Sik ya, kalimat itu memang optimis banget. Bagus. Mas Nadiem memang pinter, cerdas. Tapi, cerdas dan optimis saja kan nggak cukup tho untuk memimpin urusan pendidikan sak negara ini. Apalagi Mas Menteri ini tidak lama di Indonesia, saya yakin beliau belum pernah melihat langsung semua masalah dan kondisi pendidikan di pelosok. Dan ini, stafsus beliau semua lulusan luar. Wis, byug ya.

Singkat cerita, Mas Nadiem membuat Program Organisasi Penggerak sebagai upaya melibatkan komunitas dalam pelaksanaan pelatihan untuk para guru. Mengapa program ini dibuat? Salah satunya, untuk menyikapi hasil survei global yang menyebut skor pelajar Indonesia di bidang literasi dan sains di bawah rata-rata negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi. Dalam penelitian bertajuk Programme for International Student Assessment tahun 2019 itu, pelajar Indonesia menempati peringkat ke-74 dari total 79 negara yang dikaji.

Yuk kita nglirik dikit ke Learning Compass OECD 2030 dulu. Ini yang menjadi salah satu acuan dibuatnya komunitas penggerak. Di sana dijlentrehkan tentang masa depan pendidikan. Iming-iming selanjutnya kereen, Gaes. Para Co-Agency yang terdiri sari orangtua, rekan sejawat, murid, dan komunitas akan dilibatkan juga.

Iya sih, memang konsep pendidikan seperti ini dipersiapkan untuk pembelajaran daring ya. Meski masalah lain termasuk akses listrik dan internet tak dibahas babar blas.

Oke, lalu apa fungsi Organisasi Penggerak? Menurut beberapa sumber, kata Organisasi Penggerak hanya bagian penjelasan dari Merdeka Belajar. Bahkan ada tokoh yang berani mengatakan bahwa konsep Merdeka Belajar hanya copy paste dari OECD Learning Compass 2030. Wis nggih, kalau mau tahu tentang OECD, Merdeka Belajar, dan Learning Compass, monggo nanya Syech Gugel dulu. Saya selak pengin nyampein dugaan mengapa NU dan Muhammadiyah mundur dari program in

Begini ya, Mas Nadiem. Sebelum panjenengan lahir, NU dan Muhammadiyah ini sudah punya peran yang sangat besar lho pada berbagai ikhtiar pengembangan pendidikan di Indonesia. Plis lah, nggak tahu masa lalu bukan berarti panjenengan nggak bisa mencari tahu tho?

Kontribusi NU dan Muhammadiyah dalam pelatihan guru dan semua kegiatan pembelajaran di negeri ini, jauh lebih banyak dari hanya 10-20 milyar dana Gajah yang panjenengan janjikan. Jadi, alasan mundur bukan semata karena iri dengan organisasi lain yang lolos sebagai calon pelatih guru penggerak ya.

Lha, melatih guru kan harus punya ilmu tho. Di samping pengalaman juga, pokok harus kompeten. Ini, kok ada lembaga yang kerjanya memberikan bantuan buat pendidikan justru lolos dua paket, Gajah dan Macan. Iya, DD lolos kan?

Ada lagi Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation yang biasa membagi CSR-nya, sret lolos juga. Meski wakil SF sudah membantah menerima dana tersebut dan benar-benar hanya ingin terlibat dalam program ini dengan menyiapkan dana hingga 50 milyar, ya tetap aja terasa aneh.

Kata Juru Bicara Kemendikbud pun, program ini dilaksanakan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan independensi yang fokus kepada substansi proposal organisasi masyarakat. Evaluasinya dilakukan lembaga independen, yaitu SMERU Research Institute, menggunakan metode evaluasi double blind review dengan kriteria yang sama untuk menjaga netralitas dan independensi. Tapi kok, buat saya tetap MJ ya. Mak Jelas.

Saya sampai nrithili pdf yang berisi nama yayasan, lembaga, dan komunitas yang lolos program ini lho. Jian, selow poll kok saya.

Program ini juga agak dipaksakan. Ketua LP Maarif menyatakan bahwa pemberitahuan diberikan hanya H-2 sebelum penutupan proposal. Kebetulan saya berada di dua group WA dengan beliau. Bisa dibaca juga di beberapa berita ya. Sampai di sini, saya makin sepakat jika NU dan Muhammadiyah mundur. Meski tentu ada alasan lain yang saya belum tahu.

Apa lagi kalau kita lihat PJPI 2020-2035 tuh. Perusahaan Teknologi Edukasi dimasukkan ke kolom masyarakat, bukan swasta/ industri. Bukankah mereka mencari profit ya? Boleh nggak jika ada yang menduga, apakah perusahaan Teknologi Edukasi sengaja dimasukkan dalam kolom masyarakat dalam konsep Merdeka Belajar, agar bebas dari kewajiban sebagaimana perusahaan dan korporasi

See? Banyak hal yang perlu penjelasan, Mas Nadiem. Apa yang saya dengar dari sahabat panjenengan memang cukup melegakan. Tapi, saran saya, lakukan tabayyun ya. Sowanlah pada NU dan Muhammadiyah.

Sebelum sowan, baca dan pelajari sejarah nggih. Bagaimana kontribusi NU dan Muhammadiyah dalam pendidikan Indonesia. Perlu sepakat juga lho Mas Nadiem, bahwa peningkatan kualitas pendidikan itu bukan hanya butuh dana, tapi juga komitmen, istiqomah, dan kesungguhan dalam berjuang. Dan dalam hal ini, NU dan Muhammadiyah insyaAllah sangat bisa diandalkan.

Pekalah, Mas Nadiem. Saatnya menoleh ke belakang sebentar, lalu merunduklah sesaat. Setelah itu, berjalanlah kembali dengan niat baik dan semangat mengabdi untuk bangsa.

.

Bandar Lampung, 24 Juli 2020