MENGENAL TRAH TJONDRONEGORO SIDOARJO JAWA TIMUR

Pancer Leluhur Trah Tjondronegoro adalah Kyai Brondong (Th1595) alias Pangeran Lanang Dangiran; menetap di Surabaya, yaitu seberang timur kali Pegirian yaitu suatu dukuh yang bernama Botoputih

Kyai Brondong wafat pada tahun 1638 dalam usia lebih kurang 70 tahun dan meninggalkan 7 orang anak diantaranya ada 2 ( dua ) orang laki-laki yang bernama HONGGODJOYO dan HONGGOWONGSO
Setelah Pangeran Pekik (penguasa sebelumnya) wafat, Honggowongso ditetapkan menjadi Tumenggung di Surabaya sedangkan Honggodjoyo sebagai Tumenggung di Pasuruan.

Onggodjoyo atau Honggodjoyo nama kecilnya adalah Gentono, oleh Sunan Amangkurat diangkat menjadi bupati Pasuruan + 1678, bergelar Ki Tumenggung Honggodjoyo, 8 tahun kemudian dipindah ke Surabaya dimana kemudian beliau meninggal dunia dan di makamkan di pesarehan Botoputih 1690. Kyai Tumenggung Onggodjoyo mempunyai 14 orang putra dan putri diantaranya yaitu : putera ke 12. Kyai Onggowidjoyo yang kemudian juga menjabat Bupati Surabaya kesepuhan bergelar Raden Tumenggung TJONDRONEGORO) th 1752-1763 kawin dengan seorang putri Panembahan Tjokroadiningrat dari Madura, dan menggunakan gelar Raden Tumenggung Djimat Tjondronegoro, mempunyai 29 orang putra dan putri, diantaranya :

* Raden Pandji Djajengrono atau
RP. Tumenggung Tjokronegoro
* Kyai wanengpati ( natapura ) Patih dalem
Surabaya
* Ki Tumenggung Djimat Djojonegoro, Bupati
Banger Probolinggo
* Ki Tjondronegoro, Patih Pekalongan
* Raden Ayu Lor atau Ratu Lor, Permaisuri
Bangkalan
* Mas Ngabei Tjondrowidjojo
* Kyai tumenggung Onggowidjojo, Bupati
Lamongan kemudian, pindah jadi Bupati Pati
dengan nama RT. Ario Tjondronegoro Ayah
RA. Kartini
* Raden Ayu Galuh ( Istri Panembahan
Tjokrodiningrat II Madura )

Mula-mula Tjondronegoro memakai gelar
“ kiyai “ saja, tetapi setelah menjadi menantu Panembahan Tjokroadiningrat ( Madura ) berhak dan berwenang memakai gelar “ Raden Pandji “ sedangkan gelar “ djimat “ adalah pemberian penghargaan dari rakyat jelata karena jasa-jasanya terhadap rakyat, rakyatnya menganggap Tjondronegoro sebagai jimat atau pusaka yang dicintai.”

Oleh: R. Widodo AS

Totok Budiantoro

Koresponden MM.com