
SEMARANG-Menteri ATR/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) H Nusron Wahid
bersama para sesepuh NU Jateng, para pejabat eksekutif, legislatif lintas partai, akademisi, profesional dan warga NU lainnya hadir dalam acara Ngupulne Balung Pisah NU, Upaya Konsolidasi Potensi Nahdliyyin Lintas Generasi.
Agenda silaturrahim dan Halal bihalal Ngumpulke Balung Pisah Warga NU se-Jawa Tengah yang berlangsung di Hall Kaimana Sekolah Nasima Jalan Yos Sudarso Semarang, Sabtu (3/5/2025), diharapkan menjadi ajang konsolidasi potensi nahdliyyin yang dapat dimaksimalkan membantu jam’iyyah dalam berkhidmah kepada agama,nusa dan bangsa.Selain itu juga Tingkatkan SDM Menuju Indonesia Emas 2045.
Nusron Wahid yang juga Mantan ketua PB PMII dan PP GP Ansor kelahiran Kudus ini, saat menyampaikan sambutan mempertegas tekadnya dalam upaya melakukan pemerataan pembangunan dan pemberantasan kemiskinan ekstrem.
Sesuai dengan bidang kerjanya melalui pemanfaatan lahan yang merata untuk masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data lahan di Kementerian ATR/BPN RI, negara Indonesia memiliki total lahan 190 juta hektare tanah. Namun, ujarnya, 120 juta hektare tanah tersebut masih berupa hutan yang memang tidak boleh disertifikatkan. Sejumlah 70 juta hektar tahan berupa APL (Area Pengguna Lainnya).
Pengelolaan hutan ada kementeriannya sendiri, hutan menjadi tanggung jawab Kementerian Kehutatanan RI.
Menurutnya, hanya 70 juta lahan APL itulah yang menjadi tanggung jawabnya sebagai Menteri ATR/BPN. Lahan seluas itu berupa APL yang diurus Kementerian ATR/BPN.
Tanah merupakan masalah vital dan sumber konflik bagi umat manusia. Terbukti dari 70 juta hektare tanah APL tersebut, 46 persennya dalam bentuk tanah Hak Guna Usaha (HGU)/Hak Guna Bangunan (HGB).
“Ironisnya 46 persen dari 70 juta hektare lahan, atau 30 juta hektare lahan tersebut hanya dikuasai oleh 3.600 perusahaan yang dimiliki hanya 60 keluarga di Indonesia, Bahkan ada satu keluarga memiliki 1 juta hektare dalam bentuk HGU/HGB. Kalau membaca bukunya seorang filsuf terkenal, Antonio Gramsci, ini menunjukkan adanya ketidakadilan struktural,” ujar Nusron Wahid.
Karena ada rasio kesenjangan tinggi inilah yang menciptakan kemiskinan ekstrem yang sulit diurai. Berdasarkan teori ekonomi asal Peru, Hernando Desoto, kemiskinan ini tidak bisa diatasi dengan bansos (bantuan sosial), tapi dengan legal akses, yakni akses tanah.
Dikatakan, kementerian yang dipimpinnya mendapatkan tugas dari Presiden Prabowo Subianto untuk menata ulang pemanfaatan HGU/HGB di Indonesia dengan tiga prinsip, prinsip keadilan, berarti semua rakyat bisa mendapatkan akses tanah secara setara. Prinsip pemerataan, maka harus diberikan secara merata sesuai kemampuan masing-masing warga negara Indonesia dan prinsip kesinambungan ekonomi.
“Yang sudah terlanjur memegang HGU/HGB tidak boleh dimatikan. Kalau dimatikan, bisa mengganggu kestabilan ekonomi.Tapi kami wajibkan memberikan akses kepada rakyat untuk menanam. Baik pemilik HGU/HGB yang lama maupun yang baru, peraturan baru saat ini wajib menyerahkan 20 persen untuk kepentingan plasma,” katanya.
Sementara Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Tengah KH Ahmad Darodji, mengungkapkan, kegiatan ini semula diprakarsai dan diinisiasi oleh Rais Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Ahmad Abdul Hamid pada tahun 1980-an.
“Alhamdulillah kami bersama nahdliyyin baik yang berada di dalam struktural kepengurusan maupun yang diluar bisa melanjutkan tradisi ini hingga sekarang setelah bapak KH Ahmad Abdul Hamid asal Kabupaten Kendal yang juga pernah memimpin MUI Jateng kapundut,” ungkap kiai Darodji disela kegiatan ini.
Menurutnya, melalui kegiatan ini seluruh warga NU lintas generasi, profesi dan potensi bisa saling bersilaturahmi dan menyalurkan kontribusi untuk kemajuan NU, digunakannya istilah balung pisah (tulang yang terpisah) sebagai ibarat bahwa warga NU yang tersebar dimana-mana perlu dikonsolidasi untuk kemajuan jam’iyah NU. *Imam Kusnin Ahmad*
)