Pilpres 2024 benar benar jadi ajang pertarungan global player

Catatan : Gus Miskan Turino.

Prediksi saya beberapa bulan lalu melalui podcast jauh sebelum pelaksanaan pemilu dan pilpres 2024 tentang kemungkinan jika anak bangsa ini terseret oleh arus geopolitik global, maka Indonesia bisa menjadi ajang pertarungan global player mendekati kenyataan.

Indikator potensi terjadinya pertarungan global player di pesta demokrasi (pilpres 2024) adalah :
1. Adanya gerakan petisi 100 yang mendorong pemakzulan presiden
2. Statmen elit PDIP akan bergabung dengan koalisi paslon capres 1
3. Target keduanya (paslon capres 1 dan 3) untuk menciptakan pilpres dua putaran.

Lalu indikator tersebut apa hubungan dengan pertarungan global player ?

Mari kita runut, bahwa renggangnya hubungan Jokowi dengan Surya Paloh yang kemudian diperparah oleh korupsi yang melibatkan dua menterinya yaitu menteri kominfo dan pertanian.

Kedua, bahwa renggangnya hubungan Megawati dan Jokowi akibat tidak adanya kata sepakat atas perkawinan PDIP dan Gerindra (Prabowo-Ganjar) sebagai pasangan capres dan diperparah oleh keputusan MK yang akhirnya Gibran bisa dipasangkan sebagai cawapresnya Prabowo.

Peristiwa tersebut yang kemudian melahirkan tiga paslon capres dengan tiga playmakernya yaitu :
1. Surya Paloh = Anies-Muhaimin
2. Jokowi = Prabowo-Gibran
3. Megawati = Ganjar-Mahfud

Kemudian kenapa pihak paslon 1 dan 3 harus menargetkan untuk bisa dua putaran, memang hanya itu jalan satu satunya setelah langkah pemakzulan tidak mungkin bisa dilakukan. Itu semua dikarenakan approval rate Jokowi masih tinggi yang tentu berimbas pada approval rate Prabowo-Gibran, jika dibiarkan, maka potensi pilpres satu putaran akan terjadi dan yang pasti dimenangkan oleh pasangan Prabowo-Gibran, itu yang tidak diinginkan oleh pihak capres 1 dan 3.

Jika gerakan dua putaran bisa sukses, maka mereka akan memanfaatkan jedah waktu kurang lebih lima bulan untuk mengatur strategi baru.

Ingat !

Approval rate Jokowi otomatis berimbas pada approval rate paslon capres Prabowo-Gibran, begitu juga sebaliknya, jika approval rate Jokowi turun akan berimbas pada Prabowo-Gibran.

Jedah waktu lima bulan jelas akan dimanfaatkan oleh para proxy asing yg berkolaborasi dengan dua lawan Prabowo bagaimana caranya yang penting mereka bisa mengganggu kinerja pemerintahan Jokowi agar indek kepuasan publik disemua sektor turun, sehingga otomatis approval rate Jokowi turun yg berimbas pada Prabowo-Gibran pun ikut turun. Jika hal tersebut terjadi, apalagi Prabowo-Gibran kalah, maka keberlanjutan Indonesia maju dengan sendirinya akan berhenti.

Semuanya akan kembali nol seperti meteran bensin.

Pertanyaannya apakah kompetisi ini harus mengorbankan kepentingan masa depan anak bangsa, hanya karena syahwat kekuasaan sesaat tanpa landasan militansi nasionalisme yang kuat demi kemajuan negara bangsa ?

Hanya selemah itu kah mental bangsa ini yang dengan gampang dikendalikan oleh asing ?

Hanya serendah itukah harga diri bangsa ini terhadap bangsa asing ?

Hanya sekering itukah pertumbuhan militansi nasionalisme bangsa ini ?

Apakah militansi nasionalisme bangsa ini harus lahir dalam keadaan idiot ??, atau militansi nasionalisme bangsa ini masih bisa tumbuh normal, sehat dan kuat ?

Semoga bangsa Indonesia semakin cerdas punya harga diri dan wibawa, agar tidak dengan mudah menjadi media pertarungan para global player.

Salam,
Miskan Turino