Kenangan Dan Harapan Firman Syah Ali Dalam HUT Gerakan Reformasi ke-24

Mengenang Gerakan Reformasi 98, Firman Syah Ali Cerita Selalu Tidur Di Trotoar

Surabaya- Salah satu tokoh pelaku sejarah gerakan reformasi 98, Firman Syah Ali yang akrab disapa sebagai Cak Firman Arek Wonocolo mengaku terharu dan berjuta rasanya setiap tanggal 21 Mei, karena pada tanggal tersebut, 24 tahun lalu Presiden Soeharto menyatakan berhenti.

“Hari ini 24 tahun lalu, Presiden Soeharto yang 3 dasawarsa bercokol memimpin Indonesia secara diktator, menyatakan berhenti dari jabatannya. Kami para pejuang jalanan menyambut peristiwa pengunduran diri sang pemimpin junta militer tersebut dengan suka cita, langsung menyanyikan lagu sorak-sorak bergembira telah bebas negeri kita dan seterusnya” ucap Pengurus Harian LP Ma’arif NU Jawa Timur ini.

Kesatuan aksi yang dipimpin oleh Firman Syah Ali saat itu adalah Gerakan Mahasiswa Pecinta Rakyat yang disingkat GEMPAR. GEMPAR sehari berkali-kali turun aksi tanpa lelah dengan isu berbeda tapi tuntutannya sama yaitu Presiden Soeharto lengser.

“Kesatuan aksi yang saya pimpin saat itu bernama Gerakan Mahasiswa Pecinta Rakyat, biasa disingkat GEMPAR. GEMPAR ini metamorfosis dari FORKOMM (Forum Komunikasi Mahasiswa) yang aktif melakukan serangkaian aksi dan diskusi kritis sejak tahun 1994. Baik FORKOMM maupun GEMPAR, terdiri dari tokoh-tokoh PMII, GMNI dan lain-lainnya. Kalau HMI waktu itu tidak gabung dengan kesatuan aksi saya, menjelang soeharto lengser, HMI bikin kesatuan aksi sendiri yang bernama FORMASI, namun ya sama-sama berjuang untuk tujuan yang sama. Ada peristiwa lucu, pada suatu hari FORMASI melakukan aksi turun ke jalan, saya menonton di tepi jalan, eh yang dikerubuti wartawan malah saya dan besoknya yang muncul di media adalah pernyataan saya, haha itulah warna-warni perjuangan, kadang ngeri kadang kocak. Usai diwawancarai wartawan, saya berencana pulang, namun sepeda motor saya sudah berada di dalam selokan, sepertinya ada yang membuang, biasa kelakuan intel, wong rem sepeda motor saya pernah dipedoti oleh orang tak dikenal sehingga saya menabrak gedung perpustakaan di Rektorat” lanjut Korwil Sahabat Mahfud MD Jawa Timur ini.

Pada saat itu tekanan dari aparat sangat tinggi, sehingga Firman Syah Ali tidak tidur di kos-kosan maupun di sekretariat organisasi. Firman Syah Ali memilih tidur di trotoar bersama beberapa korlap aksi, itu justeru cara tidur paling aman.

“Pada waktu itu tekanan dari aparat sangat tinggi, tidur dikos-kosan jauh dari aman, sering pagar kos-kosan saya ditandai dengan kode tertentu oleh orang tak dikenal sehingga bapak kos saya resah dan ada wacana saya mau diusir dari kos-kosan. Cara paling aman ya tidur di trotoar bersama para penggerak yang lain. Bangun tidur langsung persiapan aksi hari berikutnya tentu saja secara lebih heboh dan heroik, dengan tujuan aksi yang berbeda. Pernah pada Hari Ulang Tahun ABRI, waktu itu namanya belum TNI, kami menyerbu markas Yonif KOSTRAD, mendesak masuk untuk laksanakan upacara hari ABRI versi mahasiswa, setelah melalui proses dorong-dorongan pagar yang alot akhirnya kami berhasil masuk markas dan gelar upacara HUT ABRI versi mahasiswa. Saya inspektur upacaranya saat itu, peserta upacara adalah mahasiswa dan ABRI. Ya upacara berjalan seperti biasa, namun saat tiba amanat inspektur upacara, saya isi dengan orasi tuntutan reformasi” lanjut Binpres KONI Jatim ini.

Hubungan Firman Syah Ali dengan aparat saat itu disamping selalu tegang, ada banyak lucunya juga.

“Hubungan saya dengan aparat saat itu selain tegang juga ada adegan-adegan lucu, misalnya pernah saya saat berorasi dengan berapi-api tau-tau ada seorang aparat maju ke atas panggung, tangan saya disingkirkan dari celana, rupanya secara tak sadar saya berpidato sambil garuk-garuk anu saya yang gatal, sontak semua peserta aksi tertawa terbahak-bahak. Pernah juga saya berpidato bahwa kalau Soeharto lengser dan saya menjadi Presiden RI, yang akan saya lakukan pertama adalah menaikkan gaji ABRI, para aparat langsung ikut tepuk tangan meriah. Pernah juga saat saya aksi hari minggu, komandan lapangan aparat saat itu berteriak Aduh mas Firmaaan ini hari libur maas, saya sudah keluar dari pagar rumah mau ajak anak-anak saya jalan ke pantai, tau-tau mas firman demo, sontak teman-temannya pada tertawa. Beberapa saat setelah guyonan itu, kami terlibat dorong-dorongan pagar gedung pemerintahan, mulut saya dipopor senapan dan lain-lain. Ya begitulah, kadang guyonan kadang dipopor senapan. Bahkan pernah kami ditembaki sampai kena bahu teman saya sebelah kiri, difabel sampai sekarang kalau tidak salah” lanjut Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Pergerakan (ADP) ini.

Namun Firman Syah Ali berujar bahwa tantangan yang dihadapi mahasiswa saat ini bukan lagi pemerintahan diktator namun pemerintahan negara luar yang ingin merongrong negara kita.

“Saat ini tantangan adik-adik mahasiswa bukan lagi pemerintahan diktator, namun pemerintahan negara lain yang sedang merongrong negara kita. Mereka adalah pemerintahan Negara Khilafah yang KTPnya masih WNI. Ada khilafah HTI, ISIS, JAD, JAT dan sejenisnya, itulah ancaman gangguan dan tantangan adik-adik mahasiswa saat ini” pungkas Panglima Nahdliyin Bergerak (NABRAK) ini. (AM)