Raden Santri dan KH. Dalhar Watucongol

Catatan Sosio-Tour 2022 (2) Dr. Taufik Al Amin.

Jam menunjukan pukul 04.25 WIB , rombongan masuk pelataran parkir di kompleks wisata ziarah Gununpring, Muntilan Magelang. Sesaat kemudian terdengar suara muadzin mengumandangkan panggilan sholat. Tanda waktu sholat subuh telah tiba. Rombonganpun bergegas mengambil air wudlu. Tidak jauh dari parkiran bus, terdapat masjid kecil yang masih mengumandangkan puji-pujian atau sholawatan sambil menunggu untuk sholat berjamaah. Akhirnya rombongan sepakat ikut jamaah di masjid tersebut bersama para peziarah lain yang datang dari berbagai penjuru di pulau Jawa.

Setelah sholat jamah selesai, dan imam sholat memimpin do’a, tak lama kemudian puluhan anak-anak muda bergegas mengambil kitab, ada juga yang merapikan sajadah dan sebagian lainnya mengambil dampar atau meja kecil dan menatanya dalam formasi khusus. Tanpa diketahui sebelumnya, ternyata masjid tersebut merupakan bagian dari pondok pesantren yang diasuh oleh sang kiai dalam mengajarkan Islam dan nilai-nilai kebaikan di dalamya kepada para santri dan masyarakat sekitar. Setelah mengetahui itu semua, kamipun akhirnya mohon diri untuk selanjutnya mempersiapakan acara ziaroh maqom yang tempatnya berjarak sekitar 500 meter di atas bukit.

Perjalanan menuju ke komplek makam wali Gunungpring harus berjalan kaki menaiki tangga. Pada pintu awal terdapat bangunan rumah joglo, rumah tradisional khas Jawa sebagai gapura utamanya. Di sepanjang jalan dan tangga menuju makam, terdapat ratusan pedagang yang menjual pakaian, souvenir dan aneka makanan. Tak ada kesan kumuh, semua tertata dengan baik dan rapi. Hal tersebut yang menjadikan suasana menjadi lebih asri dan menarik.

Menurut sumber dari pihak pengelola makam Gunungpring, terdapat 12 makam utama dari kompleks makam ini. Yakni, makam Kiai Raden Santri, Kiai Krapyak III, Kiai H. Harun, Kiai Abullah Sajad, Nyai Harun, Kiai Gus Jogorekso, Nyai Gus Jogorekso, Kiai Kerto Jani, Kiai Abdurochman, KH. Dalhar, Kiai Qowaid Abdullah S, dan Kiai H. Chusain. Diantara 12 tokoh tersebut yang paling dikenal masyarakat adalah Kyai Raden Santri dan KH. Dalhar Watucongol.

Kiai Raden Santri sebenarnya mempunyai nama sebelumnya yaitu Pangeran Singasari. Dia adalah putera dari Kiageng Pemanahan, salah seorang pendiri Kerajaan Mataram Islam. Adapun putera pertamanya adalah Danang Sutawijaya yang merupakan raja pertama Mataram yang kemudian bergelar Panembahan Senopati. Raden Santri tidak mengikuti jejak kakaknya di pemerintahan tetapi memilih keluar dari istana untuk memperdalam ilmu agama Islam kepada para kiai sepuh. Setelah dirasa cukup, Raden Santri akhirnya memilih di Gunungpring sebagai basis dakwahnya untuk menyiarkan Islam ke masyarakat hingga akhir hayatnya.

Pangeran Singasari dikenal alim karena pernah nyantri ke sejumlah ulama sepuh. Oleh masyarakat sekitar dijuluki sebagai Raden Santri. Di bukit yang banyak ditumbuhi pohon bambu ini merupakan wilayah Kraton Yogyakarta di bawah Reh Kawedanan Hageng Sriwandono bagian Puroloyo.

Lewat perjuangan beliau tersebut, Islam dapat berkembang luas di wilayah Magelang, Purworejo, Wonososbo dan daerah-daerah lain di Jawa Tengah. Dari Gunungpring ini pula akan lahir ulama-ulama besar dan memilki peran penting di tanah Jawa.

Kiai Dalhar lahir di kawasan pesantren Darussalam, Watucongol, Muntilan, Magelang. Beliau lahir pada 10 Syawal 1286 H/ 12 Januari 1870. Nama kecilnya adalah Nahrowi, nama pemberian orang tuanya. Nasab Kiai Dalhar tersambung pada trah Raja Mataram, Amangkurat III. Ayah Kiai Dalhar bernama Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo.

Kiai Dalhar mengaji selama 25 tahun di tanah suci. Di tanah Hijaz, nama “Dalhar” menemukan sejarahnya, yakni pemberian dari Syaikh Sayyid Muhammad Babashol al-Hasani, hingga tersemat nama Nahrowi Dalhar. Kiai Dalhar memperoleh ijazah mursyid Thariqah Syadziliyyah dari Syaikh Muhtarom al-Makki dan ijazah aurad Dalailul Khairat dari Sayyid Muhammad Amin al-Madani. Dari jalur thariqah inilah, Kiai Dalhar dikenal sebagai mursyid, sufi, ulama ‘alim, sekaligus penggerak perjuangan pada masa kemerdekaan di Indonesia.

Di antara murid Kiai Dalhar yang nantinya juga akan menjadi kiai besar serta memiliki andil dalam perjuangan bangsa yakni Kiai Ma’shum (Lasem), Kiai Mahrus Aly (Lirboyo), Abuya Dhimyati (Banten), Kiai Marzuki Giriloyo serta Gus Miek.

Semoga kita senantiasa dijaga oleh Allah untuk selalu berada dalam hubungan dengan orang-orang yang sholeh, alim dan mulia, dan diakui sebagai santri-santrinya. Aamiin.

#ProdiSosiologiAgamaIAINKediri #FUDAIAINKediri
#Tabarukankiai #KyaiDalharWatucongol #MakamwaliGunungpring
#RadenSantriGunungpring #IslamNusantara #AhlussunahwaljamaahAnnahdliyah #IslamrahmatanLilAlamiin