Refleksi Ibadah Puasa dan Makna Idul Fitri

 

Oleh: H. Muhamad Nur Purnamasidi.

Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar

H. Muhamad Nur Purnamasidi Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar beserta Keluarga mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H. Mohon maaf lahir dan batin.

Semoga puasa dan segala amal ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadhan mendapatkan Ridlo Allah SWT, dan kita semua kembali Fitrah.

Idul Fitri bermakna kembali suci, kembali kepada agama yang benar.
Selama satu bulan penuh kita semua dididik, digembleng dengan penuh disiplin dan tanggung jawab. Kita dilatih “menata kembali” kadar emosi, dan juga kesabaran. Rasa lapar dahaga menjadi bagian diri kita untuk merasakan bagaimana terhadap mereka yang papa, yang menjalani kehidupan sehari hari dengan penuh kesederhanaan, bahkan mungkin kekurangan. Karena itulah, menjadi sangat penting bagi kita semua untuk lebih peka dan peduli nasib sesama. Tuhan selalu hadir bersama mereka yang papa, itulah saatnya melakukan “perjumpaan” dengan Tuhan melalui bentuk dan langkah nyata. Apa itu? Berbagi kepedulian serta kebahagiaan. Senyuman mereka yang papa, adalah kebahagiaan sejati kita.

Bulan puasa juga bermakna memfungsikan “kembali” hati kita dengan pembersihan dari toksin/racun berupa iri, dengki, tinggi hati/kesombongan. Secara bertahap, berubah menjadi rendah hati, penuh welas dengan saling asah, asih dan asuh. Pun demikian dengan akal kita, agar senantiasa kembali memikirkan ke asal jati diri kita serta kemana muara yang akan dituju di keabadian.

Secara substansi, puasa juga terkandung pesan yang sublim (agung) agar kita semua tidak hanya shaleh secara individual, tetapi juga shaleh secara sosial. Ibadah sholat telah memberikan gambaran nyata, dimulai dengan takbir, mengagungkan asma Allah. Dan diakhiri dengan salam, dengan menoleh ke kiri dan ke kanan. Melihat lingkungan sekitar untuk kemudian berbuat, memberikan kemanfaatan dengan saling peduli dan berbagi.

Zakat fitrah menjadi pembersih, tidak hanya secara material dari harta yang kita dapatkan. Tetapi juga “pembersih” penyakit ketamakan, kerakusan dan juga kesombongan.

Kepekaan dan solidaritas sosial menjadi kata kunci dalam membangun peradaban masyarakat Madani. Kita selalu diingatkan dalam sejarah dan juga kisah bagaimana totalitas kaum Anshar dalam memberikan bantuan serta pertolongan terhadap kaum Muhajirin. Kaum anshor begitu tulus membantu, menolong dengan disertai pengorbanan material sebagai wujud kecintaan dan keyakinan terhadap datangnya harapan baru dengan penuh keyakinan. Yakin akan adanya kebahagiaan paripurna melalui ajaran yang di bawa Nabi Muhammad SAW. Aspek transendental sedemikian kuat tertanam dalam sanubari kaum anshor. Kegigihan dan kesungguhan kaum anshor itulah Kota Madinah tumbuh berkembang pesat menjadi pusat sekaligus corong tumbuhnya peradaban baru, peradaban yang Egaliter, berprinsip keadilan serta kesetaraan dengan memanusiakan manusia karena kemanusiaan.

Itulah cerminan bahwa sebagai makhluk sosial kita semua tidak bisa hidup sendiri, kita butuh bantuan dan pertolongan dari yang lainnya.
Semoga dengan berakhirnya bulan suci ramadhan 1442 H., semakin mengokohkan hati, pikiran dan perbuatan kita dalam ikatan kebersamaan, dilandasi semangat gotong royong sebagai sesama warga bangsa. Berbeda itu Rahmat, saling melengkapi, saling menopang. Saling menguatkan serta saling membesarkan.
Terkait dengan bangunan solidaritas dalam bentuk silaturrahim dengan bersalaman saling memaafkan, kiranya sangat perlu untuk sementara waktu ditiadakan. Guna mencegah dan menghindari cluster penyebaran Covid 19. Pun demikian dengan sholat Idul Fitri, hendaknya tetap dengan tanpa mengurangi kekhidmatan, harus memperhatikan disiplin sesuai protokol kesehatan.

Semoga kita semua kembali dipertemukan dengan bulan suci Ramadhan di tahun tahun mendatang. Aamiin.