In Memmoriam, Begawan Sejarah K Ng. H Agus Sunyoto

Menaramadinah.com-Lamongan. Kabar wafatnya K. Ng. H. Agus Sunyoto, Pengasuh Pesantren Global Tarbiyatul Arifin, Malang, Jawa Timur, dan Ketua Lesbumi PBNU Selasa kemaren menjadi mendung duka PWNU Jatim, warga nahdliyin dan para pecinta kiai yang dikenal sebagai sosok sejarawan serta budayawan kondang ini.

Berpulangnya KH Agus Sunyoto ini tentu saja menyimpan duka mendalam bagi keluarga besar Nahdlatul Ulama di Jawa Timur. Karena beliau merupakan figur yang terkenal sebagai seorang sejarawan berdedikasi tinggi dan tidak ada yang tahu kalau KH. Agus Sunyoto juga seorang Seniman.

Sekretaris PWNU Jatim Akhmad Muzakki mengatakan sosok Kiai Agus merupakan kiai yang mendedikasikan hidupnya untuk sejarah Indonesia.

“PWNU berduka atas wafatnya KH Agus Sunyoto. Beliau orang yg sangat setia dengan ilmunya. Mendedikasikan hidupnya untuk sejarah Indonesia, termasuk sejarah Islam di negeri ini,” kata Akhmad Muzakki kepada MM, Selasa (27/4/2021).

“Beliau ini ensiklopedi sejarah berjalan. Kita kehilangan ahli sejarah (KH Agus Sunyoto) yang tidak saja menguasai materi secara kronologis, tapi mampu memberi makna untuk generasi terkini,” imbuhnya.

Sedangkan Ketua NU Care-LAZISNU Jatim, A Afif Amrullah mengatakan dirinya mengenal Kiai Agus Sunyoto melalui karya-karya tulisnya yang luar biasa. Afif sempat mengikuti seminar yang narasumbernya Kiai Agus.

“Di sana saya sempat berdiaolog cukup dekat dalam sesi wawancara. Tak berlebihan kalau saya menyebut beliau sebagai penyelamat sejarah Nusantara,” kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jatim ini.

Masih menurut Afif, di saat sebagian orang menggugat validitas peran Wali Songo dalam penyebaran Islam di Nusantara. Saat itu, Kiai Agus menghadirkan Buku berjudul Atlas Wali Songo.

“Dalam buku setebal 425 halaman ini, untuk pertama kalinya Kiai Agus berhasil mengungkap Wali Songo sebagai fakta sejarah, sembari membantah setiap upaya dekonstruksi sejarah Walisongo yang ditempatkan sebagai sosok imajiner, legenda dan dongeng belaka. Dia melakukan kajian serius dan mendalam dengan pendekatan historis, arkeologis, etno-historis yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” papar Afif.

Afif menambahkan dalam konteks Perang 10 November 1945, saat ada sejarawan yang ngotot menyatakan Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 hanyalah omong kosong dan igauan kalangan santri. Kiai Agus juga menghadirkan buku berjudul Fatwa dan Resolusi Jihad. Dalam buku setebal 297 halaman ini, Kiai Agus menyajikan fakta sejarah jalinan peristiwa perang heroik Arek-Arek Suroboyo.

“Ia juga memunculkan foto-foto lawas perjuangan kemerdekaan yang selama ini tidak terpublikasikan. Yang tidak kalah hebat, karya lain yang luar biasa adalah novel tentang Gajah Mada berjudul Mahapatih Mangkubumi Majapahit PU Gajah Mada, yang terdiri dari tiga jilid dan novel tentang Syaikh Siti Jenar berjudul Suluk Abdul Jalil : Perjalanan Ruhani Syaikh Siti Jenar yang terdiri dari tujuh jilid,” sambungnya.
(Danar Sp/ Arifin K)