R A Kartini Dan Terjemah Al-Qur’an

Oleh : Ilun Muallifa

Beberapa kajian yang ada selama ini tentang sejarah RA.Kartini belum pernah menyebutkan peran Kartini dalam bidang keagamaan secara khusus. Kajian yang ada selama ini bertumpu pada pandangan Kartini dalam pendidikan untuk perempuan.

Islam adalah agama atau keyakinan Kartini. Menurut Kartini, di dalam hidup dan seluruh sejarah, hanya ada satu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Esa. Sudah sejak kecil Kartini biasa mendengar ajaran bahwa Tuhan itu Esa. Kartini lahir dan meninggal sebagai seorang muslimah

Pada suatu waktu Kartini menemui seorang Kiai asal Semarang yang bernama Kiai Sholeh Darat. Dalam pertemuannya Kartini menyampaikan pertanyaan, “bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?” Begitulah Kartini membuka dialog, Kiai Sholeh pun tertegun dan balik bertanya, “mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?” Kartini melanjutkan ucapannya, “Kiai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Al Qur’an. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku. Namun aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Qur’an ke dalam bahasa Jawa. Bukankah Al Qur’an adalah bimbingan untuk hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”. (Najmuddin, 2013)

Kartini telah menggugah kesadaran Kiai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar, yaitu menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Jawa. Maka dibuatlah terjemahan Al Qur’an dari surat Al Fatihah hingga surat Ibrahim dalam bahasa Jawa-Arab (pegon) yang dikenal dengan kitab “Faidhur Rohman”. Di mana kitab ini konon menjadi tafsir Al Qur’an pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab (Hamid, 2013)

Kitab Faidhur Rohman ini yang pada akhirnya dipersembahkan sebagai hadiah pernikahan Kartini. Beliau mempelajarinya secara serius, hampir di setiap waktu luangnya. Namun sayangnya penerjemahan kitab Faidhur Rohman ini tidak selesai karena Kiai Sholeh Darat telah wafat. Kiai Sholeh Darat telah membawa Kartini pada perjalanan transformasi spiritual, khususnya tentang pendidikan dan kedudukan perempuan dalam Islam.

Ajaran Islam dan pendidikan wanita tidak bisa dipisahkan. Islam sangat memuliakan kaum wanita. Surga Allah tidak akan diperoleh oleh seseorang jika tidak mendapat restu seorang ibu.
Nabi Muhammad saw. memuliakan seorang ibu tiga tingkat lebih tinggi daripada ayah, sampai Rasulullah saw meyebut ibu 3 x dan ayah 1x…ibumu…ibumu…ibumu…ayahmu.
Dalam hadits lain sampai ada anjuran mendoakan orang tua ketika sudah meninggal, agar tidak terputus rizqinya.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
إذا ترك العبد الدعاء للوالدين فانه ينقطع عنه الرزق
Rasulullah Saw bersabda :
“Apabila seorang hamba meninggalkan (tidak) mendoakan orang tuanya, niscaya putuslah rizkinya”(HR. Dailami)
Dalam Al Qur’an terdapat surat An Nisa’ yang berarti perempuan, namun tidak dijumpai surat At Rijaal yang bermakna laki-laki. Hal ini menunjukkan bagaimana Islam mengangkat derajat wanita dari jaman jahiliah menuju peradaban yang lebih mulia. Itulah pemahaman yang didapat Kartini setelah mendalami agama Islam.
#Dosen FTK UINSA pembaca setia menara Madinah com.#