Perseteruan Antara Keturunan Sunan Gunung Jati di Pesantren dengan Kesultanan Cirebon Sejak Penjajahan Belanda

 

Oleh :  H. Sujaya.

Menurut PR. Maulana Pakuningrat, SH. (Sultan Sepuh Ke-13) menerangkan bahwa keturunan Sunan Gunung Jati itu banyak, karena bukan hanya dari kalangan keluarga Keraton saja, akan tetapi ada juga dari kalangan keluarga Pesantren.
Dan menurut RH. Tossin Soenardi, SH. dari Keraton Kasepuhan menerangkan sepertinya ada kesenjangan anatara Kesultanan dengan Pesantren sejak lama, namun sejak kepemimpinan PRA arief Natadiningrat, SE. (Sultan Sepuh Ke-14) beliau ingin memperbaiki hubungan antara Keraton dengan Pesantren untuk bersama-sama membangun agar Cirebon bisa menjadi pusat peradaban islam kembali di Tanah Jawa dan di Nusantara seperti kejayaannya dimasa Sunan Gunung Jati.
Namun menurut DR. KH. Luthfi El-Hakim, MA. putra KH. Fuad Hasyim dari Pesatren Buntet, menerangkan bahwa rencana PRA. Arief Natadiningrat, SE. yang ingin mempersatukan antara Keraton dengan Pesantren itu tidak mudah, karena ada hal yang sangat mendasar dalam perseteruan itu, pertama; dimasa penjajahan Belanda Keraton berpihak pada Belanda, sedangkan Pesantren pemberontak Belanda, Kedua; orang-orang Keraton menjalankan syariat islam berdasarkan ilmu kejawen, sedangkan orang-orang Pesantren menjalankan syariat islam berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Menurut KH. Hibatullah Mustahdi, MA. putra KH. Mustahdi Hasbullah dari Pesantren Winong menerangkan bahwa sejak Cirebon merdeka dari penjajahan Belanda, pihak Keraton memang sengaja menjauhi pihak Pesantren mungkin takut ketahuan boroknya kalo keturunan Sunan Gunung jati yang sebenarnya adalah yang ada di pesantren bukan yang ada di Keraton.
Hal ini diperkuat oleh PH. Van Der Kamp menerangkan, bahwa aksi pemberontakan pada Th. 1818 M. di Cirebon Barat (perang Kedongdong) itu disebabkan aksi- aksi yang dipimpin oleh Ki Bagus jabin, Ki Bagus Nairem, Ki Bagus Rangin, Ki Bagus Serrit dan Ki Bagus Kundor, aksi- aksi ini mengatas namakan Rama Sepuh dan Rama Gusti dan yang terahir aksi yang dipimpin oleh anak dari Sultan Cirebon.
Dan menurut M. Sirojudin putra K. Abdul Rosyid dari pesantren Lontang Jaya menerangkan, bahwa Rama Sepuh dan Rama Gusti itu adalah sebutan yang lazim untuk Sultan Sepuh Ke-6 (K. Sallbiyyah) yang keluar dari Keraton Kasepuhan dan mendirikan pesantren di Lontang Jaya dan yang dimaksud anak Sultan Cirebon adalah PR. Amirul Mukminin yang diangkat sebagai panglima perang Kedongdong oleh Sultan Sepuh Ke-6.