Oleh : Drs. Machmud Suhermono, M. IKom, M. IP
Independensi Media dalam Pilkada 2020. Ini Tema agak-agak sensitif itulah, yang kami bahas, dalam BIAS “Bincang Asyik dan Cerdas”, saat Live IG @Jhonconsulindo, Minggu (26/7/2020), mulai pukul 19.00-20.00 WIB.
Kenapa sensitif, ya karena di musim pandemi ini, media lagi menurun pendapatannya. Tak pelak kemudian kontestasi politik Pilkada 2020 ini, menjadi salah satu ekspektasi untuk meraih pemasukan yang signifikan.
Inilah yang kami sebut, sebagai sebuah ujian bagi independensi media. Seberapa kuat akan mampu menjaga firewall yang membatasi antara ruang redaksi dengan ruang pemasaran dan iklan.
Sebab, sudah menjadi rahasia umum, bahwa dalam setiap demokrasi electoral, kontestasi politik, banyak media yang kemudian secara telanjang nyata-nyata berpihak pada pasangan calon tertentu.
Fenomena kontekstual itulah yang kemudian menjadi tantangan bagi regulator, penegak dan penilai serta penjaga kode etik jurnalistik, yakni Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator, penegak dan penilai P3 SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran, Standar Program Siaran).
Pandemi Covid-19 yang belum berakhir ini, tentunya akan berimbas pada model kampanye rapat umum atau rapat akbar, pertemuan tatap muka dan pertemuan terbatas.
Nah tentunya, pengelola media berharap, agar kampanye model-model seperti di atas, dialihkan ke media massa cetak, elektronik dan online.
Persoalannya, dalam PKPU Nomor 5 tahun 2020, kampanye di media massa hanya dibatasi pada 22 Nopember – 5 Desember 2020 (14 hari).
Kita berharap agar KPU meninjau ulang dan memperpanjang masa kampanye di media massa, serta memperbolehkan pasangan calon untuk memasang iklan dengan biaya sendiri. Sebab, regulasinya, selama ini iklan kampanye di media massa, hanya dibiayai oleh KPU, yang tentunya anggarannya terbatas.
Sehingga paling tidak, bisa membuat media ikut bergembira dalam pesta demokrasi lokal ini.
Foto: belum punya tripod, akhirnya HP ditaruh di tumpukan buku.. hehehe