Oposisi Bukan Out Posisi

( Oleh : Mohammad AR )
“ Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia memperbaikinya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya, Dan Jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Itulah paling lemahnya iman ( H.R. muslim )

Dalam berdemokrasi terdapat dua kutub yang saling yang saling berhadapan sesuai fungsi dan tugasnya masing – masing yakni kubu koalisi yang memerintah dan kubu oposisi yang mengkritisi kebijakan dari koalisi yang memerintah. Keseimbangan antara kubu koalisi dan kubu oposisi sangat dibutuhkan bagi berjalannya roda demokrasi. Kubu koalisi yang memerintah tanpa peyeimbang yang kritis dari kubu oposisi akan melahirkan suatu pemerintahan yang otoriter.Tugas menjadi oposisi juga merupakan tugas yang mulia bagi berlangsungnya proses demokrasi. Karenanya bangunan demokrasi yang sehat tidak akan pernah terwujud tanpa ada keseimbangan antara kubu koalisi dan kubu oposisi.

Dari segi sosiohistoris peranan beroposisi telah dipesankan sejak awal – awal lahirnya kekalifahan Islam. Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq sahabat karib terdekat dengan Rasullah yang sekaligus sebagai mertuanya diangkat sebagai khalifah ( pemimpin ) pertama untuk menggantikan Rosulullah, ia menyampaikan kepada rakyatnya : “… Sesungguhnya aku telah dipilih untuk memimpin kalian dan aku bukan orang yang paling baik di antara kalian. Apabila aku berbuat baik, maka dukunglah aku, dan apabila berbuat salah, maka luruskanlah aku…” Dan tradisi ini berlanjut pada saat Umar Bin Khattab dipilih untuk memimpin umat melanjutkan kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dan pada suatu hari Umar Bin Khattab berpidato diatas mimbar,” Wahai sekalian manusia, barangsiapa di antara kalian yang melihat pada diriku terdapat kesalahan, maka luruskanlah”. Seorang yang mendengarkan pidato Umar Bin Khattab saat itu menyahut seraya menyatakan “ Apabila kami melihat anda berbuat salah, kami akan meluruskannya dengan pedang – pedang kami yang tajam “. Mendengar hal itu Umar malah mengucapkan : “ Segala puji bagi Allah…”. Demikian pintu – pintu kritis dan koreksi telah dibuka lebar – lebar pada awal kekhalifahan Islam.

Mengkritisi dan mengoreksi secara konstruktif merupakan hak dari umat terhadap penguasanya, tapi hak itu bisa berubah menjadi kewajiban apabila penguasanya cenderung korup dan otoriter serta mengabaikan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan hak – hak rakyatnya. Rasulullah berpesan lewat haditsnya bahwa : “ Jika engkau melihat umatku merasa takut untuk mengatakan kepada orang ( penguasa ) zalim, maka ia telah membenarkan tindakannya “. ( H.R. Abu Dawud ). Rasulullah juga kembali mempertegas, “ Sesungguhnya apabila orang – orang melihat seseorang
( penguasa ) berbuat zalim, lalu mereka tidak mencegahnya, maka Allah akan menurunkan semua siksa kepada mereka “. ( H.R. Abu Dawud ).
Lewat kerangka inilah maka amar ma’ruf dan nahi mungkar diaplikasikan sehingga peran oposisi tidak hanya sebagai hanya sekedar menkritik dan mengkoreksi saja apalagi bila mempunyai target untuk meraih kekuasaan, dan menjatuhkan koalisi yang berkuasa merupakan “obat terakhir” bagi tetap berjalannya nilai – nilai kemanusiaan, keadilan dan kemaslahatan umat dengan syarat mutlak harus tetap dalam bingkai konstitusional. Kritik dan koreksi dari oposisi kepada koalisi pemerintah harus berangkat dari paradigma kemaslahatan umat dan bertitik awal dari nilai – nilai keadilan dan kemanusiaan bukan dengan maksud dan tujuan yang lain. Dan sebenarnya peran oposisi bukanlah monopoli mutlak dari partai politik yang tidak turut serta dalam pemerintahan tetapi peran ini juga harus diambil oleh pilar – pilar demokrasi lainnya seperti media cetak, media electronic ataupun media sosial, akademisi ataupun agamawan. Hal ini sangat dibutuhkan agar fugsi control dari demokrasi dapat berjalan secara optimal

Untuk menjadi renungan kita semua Surat Al Ashr :
Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
1. Demi masa.
2. Sungguh, manusia berada dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran…
Akhirnya selamat berdemokrasi dengan konstruksi antara koalisi dan oposisi untuk saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.