Mengenal Pondok Pesantren Gawang Nganjuk

Meski Pondok Pesantren (Ponpes) Gawang yang didirikan oleh Kiai Ahmad Sholeh sudah tidak ada, tetapi pesantren tua itu sukses menelurkan pesantren baru. Termasuk, Ponpes Gedongsari yang didirikan Kiai Mustajab, menantunya. Ajarannya juga diteruskan sejumlah kiai besar Kediri.

Jasa Kiai Ahmad Sholeh mengembangkan Islam di pesisir Sungai Brantas begitu membekas bagi warga Desa Gondanglegi, Kecamatan Prambon. Untuk mengenang jasanya, warga dan perangkat desa sepakat menjadikan Kiai Ahmad Sholeh sebagai nama jalan di perbatasan Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Kediri itu.

Nama jalan Kiai Ahmad Sholeh itu juga tercatat di buku desa dan masih dipakai hingga sekarang. “Untuk mengenang jasa-jasa Kiai Ahmad Sholeh,” kata Kiai Shon Haji Khotib.

Ya, semasa hidup, Kiai Ahmad Sholeh memang menghabiskan usianya untuk melakukan syiar Islam. Pun, menggembleng sejumlah santri yang kelak menjadi kiai besar.

Dua kiai kenamaan asal Kediri, yaitu Kiai Ahmad Djazuli Ustman, pendiri ponpes Ploso dan Kiai Muhammad Dahlan, pendiri ponpes Jampes, pernah nyantri di Ponpes Gawang asuhan Kiai Sholeh.

Kiai Ahmad Djazuli pernah berguru kepada Kiai Sholeh selama sekitar enam bulan. Dia khusus belajar ilmu tajwid dan kitab Jurumiyah. “Kiai Sholeh memang dikenal sebagai ahli Alquran,” lanjutnya.

Adapun Kiai Muhammad Dahlan baru nyantri di Ponpes Gawang setelah dia menjadi kiai. Menurut cerita yang didapat Shon dari almarhum Kiai Thoha Muid, pengasuh Ponpes Al Ishlah Bandarkidul, Kediri, ada alasan khusus yang membuat Kiai Dahlan berguru pada Kiai Sholeh.

Kala itu, Kiai Dahlan baru saja selesai menimba ilmu di Ponpes Termas, Pacitan. Dia lantas mengajar santri di Ponpes Jampes. Seperti metode mengajar yang diterapkan pesantren kebanyakan, Kiai Dahlan mengajak para santrinya menghadap kiblat saat belajar.

Di tengah-tengah mengajar santri, Kiai Dahlan mencium bau asap rokok. Karena tidak melihat ke belakang, Kiai Dahlan menduga jika ada santri yang merokok. Dia pun lantas menegur para santri yang ada di belakangnya.

Tak dinyana, yang merokok di belakang Kiai Dahlan sebenarnya adalah gurunya dari Ponpes Termas, Pacitan. Dia sengaja datang untuk melihat langsung Kiai Dahlan mengajar. “Setelah melihat kejadian itu (Kiai Dahlan menegur santri, Red) guru Kiai Dahlan pulang ke Pacitan,” terang Shon.

Tak lama kemudian, datang surat dari Ponpes Termas yang meminta agar Kiai Dahlan berhenti mengajar. Saat itulah Kiai Dahlan baru sadar jika yang merokok di belakangnya adalah sang guru dari Pacitan.

Setelah mendapat perintah berhenti mengajar, Kiai Dahlan memutuskan untuk belajar kembali. Dia memilih belajar kepada Kiai Sholeh. “Setelah belajar kepada Kiai Sholeh, Kiai Dahlan kembali ke Jampes,” urainya.

Sementara itu, tidak hanya melahirkan sejumlah kiai kenamaan, keturunan Kiai Sholeh juga berhasil meneruskan ajaran leluhurnya. Seperti yang dilakukan oleh Kiai Mustajab, menantu Kiai Sholeh yang melakukan syiar Islam dengan mendirikan Ponpes Gedongsari.

Totok Budiantoro

Koresponden MM.com.