
Oleh : H. Sujaya S. Pd. Gr.
(Dewan Penasihat DPP ASWIN)
Setiap tahun ajaran berakhir, ribuan siswa menantikan momen yang disebut “perpisahan sekolah”. Bagi banyak pihak, ini adalah puncak dari perjalanan panjang di bangku pendidikan. Namun, tak sedikit pula yang mempertanyakan: apakah perpisahan masih bermakna, atau justru telah bergeser menjadi ajang pamer dan pemborosan?
Di satu sisi, acara perpisahan dianggap sebagai momen penting untuk melepas kenangan, mengapresiasi perjuangan, serta memperkuat ikatan emosional antara siswa, guru, dan sekolah. Banyak pihak yang melihatnya sebagai bentuk penghargaan atas proses pendidikan yang telah dijalani. Lewat kegiatan ini, siswa bisa belajar mengelola emosi, mengungkapkan rasa terima kasih, dan merayakan prestasi bersama.
Namun di sisi lain, muncul suara-suara miring dengan mengkritisi dan menyoroti sisi gelap dari perpisahan siswa. Tak jarang, perpisahan diwarnai oleh pesta mewah, sewa gedung mahal, busana serba glamor, hingga biaya kontribusi yang mencekik orang tua. Mirisnya, tidak semua siswa mampu mengikuti kegiatan ini. Ada yang terpaksa absen karena masalah biaya, atau hadir dengan rasa tidak nyaman karena perbedaan ekonomi yang mencolok.
Polemik ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah perpisahan siswa masih mencerminkan nilai-nilai pendidikan yang hakiki?
Pendidikan seharusnya menanamkan nilai kesederhanaan, kebersamaan, dan kepekaan sosial. Sayangnya, dalam beberapa kasus, perpisahan justru melanggengkan ketimpangan dan mengaburkan nilai-nilai tersebut. Maka, sudah saatnya sekolah, orang tua, dan siswa mengevaluasi kembali konsep perpisahan.
Perpisahan tidak harus mahal untuk menjadi berkesan. Cukup dengan kemasan yang sederhana namun tetap penuh makna, misalnya kegiatan cukup di sekolah, pentas kreasi seni dari siswa sendiri, refleksi bersama, atau penanaman pohon kenangan dll. sudah bisa meninggalkan kesan mendalam. Yang terpenting adalah esensinya yaitu mengakhiri perjalanan dengan rasa syukur, solidaritas, dan harapan positif dan optimis.
Perpisahan bukan sekadar acara seremonial. Ia adalah bagian dari pendidikan karakter. Dan seperti halnya pendidikan itu sendiri, ia seharusnya membentuk jiwa, bukan hanya memuaskan mata.
Indramayu. 24/4/2025