
Oleh: H. Sujaya, S. Pd. Gr.
(Dewan Penasihat DPP Asosiasi Wartawan Internasional – ASWIN)
Komite sekolah sejatinya dibentuk sebagai mitra sekolah untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan. Idealnya, komite menjadi jembatan antara orang tua, masyarakat, dan sekolah, mendorong kolaborasi demi pendidikan yang lebih baik. Namun realitas di lapangan justru menunjukkan arah yang sebaliknya. Banyak komite sekolah di Indonesia kini menjadi simbol dari birokrasi yang rumit, sarang pungli, dan beban tambahan bagi sekolah serta orang tua siswa.
Salah satu persoalan paling krusial adalah soal pungutan liar yang kerap dilakukan oleh komite sekolah dengan dalih “sumbangan sukarela” atau “inpak” (instruksi paksa). Padahal, sumbangan itu seringkali dipatok nominalnya, bersifat wajib, dan menjadi syarat administratif untuk hal-hal mendasar seperti pengambilan rapor atau keikutsertaan dalam kegiatan sekolah. Ini jelas melanggar prinsip kesukarelaan yang menjadi ruh dari sumbangan itu sendiri.
Ironisnya, praktik semacam ini bukan rahasia lagi. Banyak orang tua yang merasa keberatan, namun tidak berani bersuara karena takut anaknya mendapat perlakuan berbeda di sekolah. Sekolah pun seringkali memilih diam, karena keterlibatan komite bisa menjadi sumber dana tambahan di tengah minimnya anggaran dari pemerintah.
Situasi ini diperparah dengan lemahnya pengawasan terhadap peran dan fungsi komite sekolah. Meski sudah ada payung hukum seperti Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 yang mengatur batasan pungutan dan tugas komite, implementasinya masih jauh dari harapan. Tidak adanya sanksi tegas bagi pelanggar membuat praktik menyimpang terus tumbuh subur.
Masalah ini menciptakan krisis kepercayaan antara pihak sekolah, orang tua, dan komite itu sendiri. Alih-alih menjadi mitra yang mendukung, komite seringkali justru menjadi “penguasa kecil” yang merasa berhak mengatur dan menekan pihak sekolah, bahkan dalam urusan manajerial. Jelas justru hal ini membuat jadi beban sekolah. Alih-alih bukannya tugas komite memberikan perhatian dan membantu sekolah tetapi justru menjadi beban sekolah.
Sudah saatnya pemerintah daerah dan pusat mengambil langkah tegas. Komite sekolah harus kembali pada fungsinya: sebagai lembaga yang mendukung mutu pendidikan secara transparan, akuntabel, dan tanpa tekanan. Jika tidak, komite sekolah hanya akan menjadi beban baru yang mencederai semangat gotong royong dalam dunia pendidikan?
Indramayu. 22/4/2025