Akademisi dan Masyarakat Melawan Pelemahan KPK

 

Surabaya, Menaramadinah.com
Sedikitnya 300 mahasiswa dan elemen masyarakat hari ini, Selasa (10/9) berkumpul di depan gedung C kampus Universitas Negri Airlangga Surabaya sepakat menolak pelemahan fungsi KPK.

 

Sekitar 12 lembaga kemahasiswaan dan elemen masyarakat menolak revisi Undang Undang KPK. Mereka terdiri dari CACCP FH Unaur, HRLS FH Unair, YLBHI, LBH Surabaya, PKY Jatim, PUSAD UM Surabaya, Malang Corruption Watch (MCW), Surabaya Corruptins Watch (SCW), ACLJ FH Unair, BEM FH Unair, LPM Solidaritas UIN Sunan Ampel . Mereka bergabung melakukan perlawanan terhadap pelemhan KPK dari Surabaya.

Disamping mereka melakukan berbagai orasi menolak pelemahan KPK, disertai dengan pernyataan sikap. Dan juga dilakukan pembentangan spanduk warna hitam dengan bertuliskan koruptor tangguh KPK lumpuh. Save KPK Save Indonesia. Akademisi & masyarakat Surabaya melawan Pelemahan KPK.

Isi pernyataan sikap diantaranya. “Masyarakat Indonesia dikejutkan dengan DPR-RI dengan tergesa gesa melakukan pembahasan pada sidang paripurna pada hari Kamis 5 September 2019 mengenai RUU tentang Perubahan Atas Undang Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi (RUU Perubahan Kedua UU KPK ). Bak petir disiang bolong, proses pengajuan RUU KPK tersebut dilakukan dengan cepat, tanpa proses nan panjang.

Di dalam draft RUU Perubahan Kedua UU KPK, banyak sekali pasal pasal kontroversi yang bertujuan untuk melemahkan KPK dan menjadikan penghambat dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Beberapa pasal yang merugikan diantaranya:

1. Pegawai KPK tidak lagi independen dan dan status pegawai tetap akan berubah berdasarkan UU ASN.

2. KPK perlu meminta izin kepada Dewan Pengawas dalam melakukan penyadapan maupun, penyitaan penggeledahan.

3. Penyidik hanya boleh dari Kepolisian, dan tidak ada Penyidik Independen, yang ini akan mempengaruhi independensi dan integritas dalam penegakan kasus Tipikor, bahkan OTT yang selama ini dilakukan Penyidik dan Penyelidik akan ditandatangani .

4. Penuntutan KPK tudak lagi independen karena harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.

5. Hilangnya kriteria penanganan kasus yang meresahkan publik, dan simplifikasi terhadap kasus korupsi yang membatasi kerugian negara sebesar Rp. 1 milyar.

6. Kriteria usia minimal Pimpinan KPK 50 tahun. Ini akan mempengaruhi produktivitas kinerja.

Hal tersebut merupakan buruk, karena lahirnya KPK pasca-reformasi . Adalah untuk memperbaiki supremasi hukum pemberantasan tindak pidana korupsi, seraya membangun sistem pengawasan dan pencegahan yang selama ini gagal dilaksanakan oleh POLRI. Namun dengan culasnya DPRI-RI justru memperlemah kinerja Pemberantasan korupsi.

“Sebagai wujud keprihatinan, kami akademisi dan masyarakat Surabaya menolak pelemahan KPK dengan menyelenggarakan Aksi Pembentangan Spanduk Hitam, serta menyatakan sikap:
1. Menolak pelemahan KPK, melalui RUU Perubahan Kedua UU KPK. Presiden perlu tegas dan meletakkan hati dan nuraninya pada suara masyarakat sipil untuk terus melindunginya.
2. Mengembalikan, bahkan menguatkan KPK sebagai lembaga anti korupsi independen dan bebas dari kepentingan politik, bukan malah menyingkirkan KPK !
3. Masyarakat sipil berdiri dengan tegas mendukung KPK sebagai lembaga independen yang harus selalu hadir di Indonesia agas bebas dari praktek korupsi yang justru menggerogoti sendi-sendi Negara. Menghambat pembangunan dan jaminan perlindungan hak konstitusional warga negara,” seru Iqbal Felisiona SH LL.M
Udik Jurnalis Citizen MM.com