
Oleh Prof. Machmud Mustain Guru Besar ITS.
Wali dimaksudkan di sini adalah waliyullah yakni kekasih Allah SWT. Sudah jelas bahwa makhluq ciptaah Allah SWT berupa manusia ini memiliki gradasi atau level-level kedekatan terhadap Al-Kholiq pencipta. Contoh telak adalah; Rasul, Nabi, Shohabat, tabi’in dst. Apabila kekasih disamakan dengan kedekatan, maka jelas urutan wali adalah seperti contoh tersebut.
Tetapi yang menarik dalam tulisan ini adalah adanya persepsi bahwa orang yg levelnya jauh di bawah contoh di atas tetapi ada yang menklaim bahwa itu wali. Di sinilah letak Pro-kontra, yakni adanya klaim wali pada seseorang tetapi sekelompok lain tidak sama sekali bahkan menziarahinya adalah mubadzir dan buang-buang energi.
Gradasi atau level tingkatan manusia adalah memiliki jumlah yang sebanyak jumlah manusia itu sendiri. Mulai tertinggi adalah nabi kita Muhammad SAW, dan terendah mungkin Fir’aun. Tertinggi bahkan melebihi derajatnya malaikat jibril, sedangkan fir’aun terendah karena mensekutukan Tuhan dengan keberadaan dirinya lebih-lebih lagi memerintahkan orang untuk menyembahnya. Di antara level tertinggi dan terendah itu setidaknya ada dua kelompok yg dicintai Allah SWT dan kelompok yang dimurkai.
Keberadaan waliyuAllah adalah pada manusia yg dicintai Allah SWT. Ada indikasi yang masyhur pada diri manusia yang dicintai Allah SWT ini, tidak pernah merasa takut dan tidak pernah merasa susah atas keberadaan dirinya (QS Yunus: 62).
Pro-kontra pemahaman tentang wali adalah terletak pada pengakuan dan tidaknya pada keberadaan diri pada kondisi apa saja yang dimiliki. Kebanyakan orang adalah risau dengan keberadaan hidup yang serba kurang secara finansial. Hal ini dalam kelompok *Pro*, sementara kelompok *Kontra* adalah manusia yang tidak risau (takut dan susah) tentang dirinya. Dengan analisa tersebut, mari kita gunakan untuk memilih secara sadar dan tidak terpaksa. Sehingga kita akan ikhlash bahwa memilih kelompok yang tidak resah dengan keberadaan diri kita. Dengan demikian kita bisa masuk pada kelompok besar orang yang dicintai Allah SAW.
Dengan rasa tidak resah itu sebenarnya adalah sikap yang dihasilkan dari persepsi keyakinan bahwa Allah SWT yang mengatur segala kehidupan ini tidak ada yang bathil sedikitpun. Selagi masih ada keresahan (umumnya manusia termasuk penulis) maka artinya masih kurang mantap dalam beriman. Di sini letak perbaikan prinsip kita di dalam menempatkan diri untuk menjadi kekasih Allah SWT atau waliyuAllah.
Alhasil mari kita koreksi dalam meletakkan prinsip kita, yakni tidak ada lagi pro-kontra dalam keberadaan WaliyuAllah atau kekasih Allah SWT. Prinsip yang harus dikokohkan adalah keberadaan Wali Allah SWT meskipun tidak setingkat Rasul dan Nabi dst.
Semoga mendatangkan manfaat barokah dan selamat aamiin.
Mekkah 20 Romadlon 1446 / 20 Maret 2025.
m.mustain