Zakat Anti Oligarki Menjadi Bahan Pengajian Dialogis di Masjid Nusantara Akihabara Tokyo

 

TOKYO-Selain untuk mensucikan harta, zakat mal juga berfungsi sebagai media anti oligarki. Demikian disampaikan Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S. Ag, SH, M. Fil.I, CLA, CWC, Direktur Womester dalam pengajian di Masjid Nusantara Akihabara Tokyo Jepang

Menurut Prof Haris, tujuan berzakat Adalah

كَىْ لَا يَكُونَ دُولَةًۢ بَيْنَ ٱلْأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ ۚ
*Kai la yakuuna duulatan bainal aghniya minkum*(QS. Al Hasyr: 7). Artinya agar harta itu tidak hanya berputar diantara orang kaya kalian saja. Dalam bahasa lain, zakat itu sangat anti oligarki.

“Kita tidak dilarang menjadi kaya. Tapi setelah kaya harus ditasarufkan untuk perjuangan dan dakwah Islam. Yang dilarang adalah kekayaan yang tidak punya manfaat pada manusia dan hanya menjadi oligarki”, ujar Prof Haris yang juga Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Lebih lanjut, Prof Haris menyebut dua macam sodaqah. Pertama shodaqoh wajib yang disebut juga zakat. Kedua, shodaqoh sunah berupa wakaf yang pahalanya terus mengalir dan sodaqah biasa yang pahalanya tidak mengalir.

“Saya yakin. Dua instrumen ini: zakat dan wakaf ini akan menjadikan umat Islam maju dan sejahtera. Makanya, mari kita kelola keduanya dengan amanah, transparan dan profesional”, ujar Prof Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur 17/3 2025.

Selanjutnya, dalam ceramahnya, Prof Haris membedakan zakat mal dan zakat fitrah.

“Dalam zakat mal, tidak semua harta kita ada zakatnya. Namun hanya harta tertentu yang sudah ditentukan. Misalnya zakat pertanian, binatang ternak, emas perak, perdagangan termasuk zakat profesi. “, kata Pengasuh PP Darul Hikam Mangli tersebut.

Selain itu zakat mal harus memenuhi syarat haul (satu tahun), juga harus memenuhi satu nishab.

” Nishabnya zakat perdagangan itu 85 gram emas. Zakatnya sebesar 2,5 persen. Kalau kita punya uang 1 milyar, maka zakatnya 25 juta rupiah. “, ujar Prof. Haris yang juga Wakil Sekretaris PWNU Jatim tersebut.

Kalau zakat fitrah, menurut Prof Haris, syaratnya ada tiga. Pertama, Islam. Kedua, bertemu dengan akhir Ramadhan dan awal Syawal.

” Ketiga, ada kecukupan makanan dia dan keluarganya pada malam Idul Fitri. Disini, kalau orang fakir menerima zakat fitrah, dia tetap harus mengeluarkan zakat fitrahnya dia dan keluarganya jika malam id ada kelebihan makanan “, tukas Prof Haris yang juga Direktur Lembaga Zakat dan Wakaf Darul Hikam Jember.

Hadir pada pengajian tersebut Muhammad Anwar (Direktur Masjid Nusantara Akihabara), KH. Dadan Jaelani (Mustasyar PCI NU Jepang), Kiai Mahmud Sulaiman (Rois Syuriah PCI NU Jepang) dan Kristianto (Wakil Ketua Tanfidziyah), Nur Hidayat (Ketua MWCI NU Tokyo) dan Ust. Mustapid (Rois Syuriah MWCI NU Tokyo) serta sejumlah jama’ah masjid.*Imam Kusnin Ahmad*