KH Syaikuddin Rohman : Tiga Tingkatan Orang Berpuasa Menurut Imam Ghazali.

 

BLITAR–Dalam kaidah bahasa Arab Istilah puasa disebut “as-Shiyaam” atau “as-Shaum” yang berarti “menahan”.

Allah berfirman dalam QS al-Baqarah, 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu berpuasa seperti juga yang telah diwajibkan kepada umat sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa”. (QS al-Baqarah, 183).

Hal itu disampaikan KH Syaikuddin Rohhman SH. MH, dalam Kuliah Subuh di Masjid Al- Musthofa Bakung Udanawu Blitar,Kamis 6/3 2025 tadi pagi.

Ayat tersebut lanjutnya, merupakan landasan syariah bagi puasa Ramadan. Ayat tersebut berisikan tentang seruan Allah SWT kepada orang-orang beriman untuk berpuasa.

Tentunya setelah kita mengetahui pengertian dan hukum puasa ramadan maka kita juga harus tahu mengenai tingkatan tingkatan orang berpuasa.

Mengutip pesan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin Puasa memiliki tiga tingkatan. Yakni puasanya orang awam, puasanya orang khusus ‎dan puasa khusus buat orang khusus.

” Hujjatul Islam Syech Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menerangkan ada tiga tingkatan dalam berpuasa. Shaumul umum, shaumul ‎khusus, dan shaumul khususil khusus. Ketiganya bagaikan tingkatan tangga yang manarik orang berpuasa agar bisa mencapai tingkatan yang khususil khusus,” ungkap Kiai Syaikuddin Rohman yang juga Ketua MUI Kabupaten Blitar Ini

*Pertama , Puasa orang awam*

Menurut Kiai Cikut panggilan karibnya.Puasa level pertama disebut sebagai shaumul umum atau puasanya orang awam. Level puasa ini adalah yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang atau sudah menjadi kebiasaan umum. Biasa-biasa saja, atau mungkin kalau di-scoring nilanya baru good, belum very good apalagi exellent.

“Praktik puasa yang dilakukan di level ini sebatas menahan haus dan lapar serta hal-hal lain yang membatalkan puasa secara syariat,” ulasnya.

” Di lavel ini mereka masih mau menggunjing dan ghibah pada orang lain. Padahal sampean tahu bagaimana hukumnya menggunjing dan qhibah. Terus bagai mana puasa ditinggkat ini. Puasanya hanya bisa menggugurkan kewiban puasa.Tidak mendapat pahala.Hanya nendapatkan lapar dan dahaga saja,” terang alumni Pesantren Lirboyo Kediri ini.

Kalau demikian orang umum tidak usah puasa saja?. ” Tetap Harus Puasa. Sebab umat Islam diwajibkan berpuasa agar menjadi orang yang bertaqwa. Kalau tidak puasa berdosa. Karena meninggalkan peritah Allah SWT,” jelasnya.

*Kedua , Puasanya orang Khusus.*

Kiai Cikut menyampaikan puasa kedua disebut sebagai *shaumul khushus* atau puasanya orang-orang spesial. Level nilainya very good. Mereka berpuasa lebih dari sekadar untuk menahan haus, lapar dan hal-hal yang membatalkan.

Tapi mereka juga berpuasa untuk menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan segala anggota badannya dari perbuatan dosa dan maksiat. Mulutnya bukan saja menahan diri dari mengunyah, tapi juga menahan diri dari menggunjing, bergosip, apalagi memfitnah.

Kalau zaman sekarang, mungkin termasuk juga menahan jari-jarinya agar tidak menyebarkan berita-berita bohong atau hoax.

*Ketiga , Puasa Orang Super-Khusus*

“Ini level yang paling tinggi menurut klasifikasi Imam Al-Ghazali, disebut shaumul khushusil khushus. Inilah praktik puasanya orang-orang istimewa, exellent,” ujar mantan Wakil Ketua DPR D Kab.Blitar itu.

“Mereka tidak saja menahan diri dari maksiat, tapi juga menahan hatinya dari keraguan akan hal-hal keakhiratan. Menahan pikirannya dari masalah duniawi, serta menjaga diri dari berpikir kepada selain Allah,” tambahnya.

Standar batalnya puasa bagi mereka sangat tinggi, lanjut Kiai Cikut. Yaitu apabila terbersit di dalam hati dan pikirannya tentang selain Allah, seperti cenderung memikirkan harta dan kekayaan dunia. Masih ingat dengan mobil, pabrik dll, ” kilahnya.

Bahkan, menurut kelompok ketiga ini puasa dapat terkurangi nilainya dan bahkan dianggap batal apabila di dalam hati tersirat keraguan, meski sedikit saja, atas kekuasaan Allah.

“Puasa kategori level ketiga ini adalah puasanya para nabi, shiddiqin dan muqarrabin, sementara di level kedua adalah puasanya orang-orang shalih,” jelas anggota A’wan PCNU Kab.Blitar ini.

Lantas, sudah berada dimana tingkatan puasa kita selama ini ?

“Upaya Imam Al-Ghazali mengklasifikasi orang berpuasa ke dalam tiga level tersebut, tak lain tujuannya adalah agar kita yang setiap tahun berpuasa Ramadan bisa menapaki tangga yang lebih tinggi dalam kualitas ibadah puasanya,” pungkasnya.*Imam Kusnin Ahmad*