Sejarah, Hukum dan Hikmah Maulid Nabi SAW

  1. Catatan H. Sujaya.

Menukil buku berjudul ‘Polemik Perayaan Maulid Nabi SAW’ oleh Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi, perayaan Maulid sebelumnya tidak dikenal di zaman Nabi SAW.

Imam-imam mazhab seperti Abu Hanifah, Malik, Ahmad, dan Syafi’i sekalipun tidak mengenal perayaan Maulid ini. Sebab, perayaan Maulid Nabi merupakan perkara baru yang dibawa oleh Bani Ubaid Al-Qaddakh. Mereka menyebut kaum mereka dengan sebutan ‘Fathimiyyun’ yang memasuki Kota Mesir pada 362 H. Dari sanalah kemudian mulai tumbuh dan berkembang perayaan Maulid Nabi SAW.

Kemudian di Iraq, perayaan Maulid Nabi SAW pun berkembang dengan dirayakan oleh Syaikh al-Mushil Umar Muhammad al-Mula pada abad keenam. Setelahnya, Raja Mudhafir Abu Said Kaukabari atau Raja Irbil mengikutinya pada abad ketujuh.

Melansir buku ‘Maulid Imam As-Suyuthi Tujuan Baik dalam Amaliah Maulid Nabi’ oleh Sya’roni As-Samfuriy, Raja Irbil dikenal sebagai seorang raja yang agung, besar, dan mulia dengan riwayat hidup baik. Sosoknya pernah memakmurkan Masjid Jami’ al-Mudzaffar di Safah Qasiyun.

Sedangkan sejarah Maulid Nabi SAW di Indonesia,. Menyadur Jurnal Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri berjudul ‘Tradisi Melempar Koin Memperingati Maulid Nabi’, di Indonesia perayaan Maulid Nabi dibawa Wali Songo sebagai sarana menyebarkan ajaran Islam.

Dengan Maulid Nabi, diadakan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat untuk mengucapkan syahadat sebagai pertanda memeluk Islam. Oleh karenanya, di Jawa sendiri perayaan Maulid Nabi disebut ‘Syahadatain’ atau orang Jawa menyebutnya ‘Sekaten’.

Dua kalimat syahadat itu dilambangkan sebagai dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dahulu.

Pada zaman kesultanan Mataram, Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Peringatan kelahiran Rasulullah SAW ini pun terus berkembang di seluruh wilayah di Indonesia.

Kini peringatan Maulid Nabi lekat dengan tradisi warga Nahdlatul Ulama (NU). Perayaannya dilakukan tanggal 12 Rabiul Awal setiap tahunnya.

Hukum dan Fadhillah Merayakan Maulid Nabi SAW

Menyadur laman Majelis Ulama Indonesia (MUI), merayakan Maulid Nabi hukumnya boleh dan tidak termasuk bid’ah dhalalah (mengada-ada yang buruk). Memperingati Maulid Nabi hukumnya adalah bid’ah hasanah (sesuatu yang baik).

Memperingati hari kelahiran bahkan dilakukan juga oleh Rasulullah SAW dengan berpuasa sebagai ungkapan rasa syukur. Sebagaimana disebutkan hadis riwayat Muslim berikut:

عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ” : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ .” رواه مسلم

“Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari Senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (H.R. Muslim)

Selaras dengan itu, Imam Al Suyuthi menjelaskan tentang hukum Maulid Nabi sebagai berikut:

وَالجَوَابُ عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ المَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَأَةُ مَاتَيَسَّرَ مِنَ القُرْآنِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَأِ أَمْرِالنَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَاوَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الاَياَتِ ثُمَّ يَمُدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَهُ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَالِكَ مِنَ البِدَعِ الحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِالفَرَحِ وَالِاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ.

“Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu tergolong bid’ah hasanah (sesuatu yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad saw yang mulia”. (Al- Hawi Li al-Fatawa, juz I, h. 222).

Menurut ulama, ada beberapa keutamaan merayakan Maulid Nabi. Diantaranya adalah, orang yang merayakan maulid kelak akan dikumpulkan dengan para syuhada dan orang yang shalih di akhirat.

Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam kitab I‘anatut Thalibin, juz III halaman 365, bahwa orang yang memperingati Maulid Nabi akan mendapatkan pahala yang besar, bahkan bisa sampai ke surga.

وقال الامام اليافعي اليمنى: من جمع لمولد النبي (ص) إخوانا وهيأ طعاما وأخلى مكانا وعمل إحسانا وصار سببا لقراءة مولد الرسول بعثه الله يوم القيامة مع الصديقين والشهداء والصالحين ويكون في جنات النعيم.

Artinya; Imam Syafi’i berkata, “Orang yang mengumpulkan saudara-saudara untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW, menyediakan makanan, menyediakan tempat, melakukan kebaikan, dan menjadi sebab dibacanya Maulid Nabi, maka Allah akan membangkitkannya di hari kiamat bersama orang-orang yang shalih dan berada di surga.”

Sirri al-Saqati menjelaskan, bahwa orang yang menuju ke tempat untuk membaca Maulid Nabi Muhammad SAW, dengan niat ikhlas dan kecintaan semata pada Nabi Muhammad, maka ia telah menuju ke taman surga.

وقال السري السقطي من قصد موضعا يقرأ فيه مولد النبي صلى الله عليه وسلم فقد قصد روضة من رياض الجنة لأنه ما قصد ذلك الموضع إلا لمحبة الرسول وقد قال عليه السلام من أحبني كان معي في الجنة

Artinya; Sirri al-Saqati berkata, “Orang yang menuju ke tempat untuk membaca Maulid Nabi Muhammad SAW, maka ia telah menuju ke taman surga. Karena ia tidak menuju ke tempat itu kecuali karena cinta kepada Nabi.”

Nabi SAW bersabda, “Barang siapa mencintaiku, maka ia akan bersamaku di surga.” (Hadits)

Keutamaan lainnya bagi orang yang memperingati Maulid Nabi maka akan mendapatkan ampunan dari siksa kubur dan meninggal dalam keadaan iman.

Hikmah Dibalik Maulid Nabi SAW

Merangkum buku Kisah Maulid Nabi Muhammad SAW: Awal Muhammad Akhir Muhammad Jilid 1 yang ditulis Abu Nur Ahmad al-Khafi Anwar bin Shabri Shaleh Anwar dijelaskan hikmah yang terkandung dalam perayaan maulid Nabi Muhammad SAW. Berikut diantaranya:

1. Peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca sholawat, dan sholawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala.

2. Peringatan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiraan itu (ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman Nabi SAW, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya sebagai tanda suka cita dan karena kegembiraannya, kelak di alam baqa siksa atas dirinya diringankan setiap Senin tiba.)

Itulah rahmat Allah SWT terhadap siapapun yang bergembira atas kelahiran Nabi SAW, termasuk juga terhadap orang kafir sekalipun.

3. Meneguhkan kembali kecintaan kepada Rasulullah SAW. Bagi seorang mukmin, kecintaan terhadap Rasulullah SAW adalah sebuah keniscayaan, sebagai konsekuensi dari keimanan.

4. Meneladani perilaku dan perbuatan mulia Rasulullah SAW dalam setiap gerak gerik kehidupan. Tanamkan keteladanan Rasul ini dalam keseharian, mulai dari hal kecil hingga hal besar. Mulai dari kehidupan duniawi hingga urusan akhirat.

Ditulis ulang Oleh : Sujaya, S.Pd. Gr.
Dari berbagai sumber.