Pemkab Jember Harus Menghentikan Praktik “Ngemis” di Jalan Gumitir

Jember, 1 Juni 2024-Terutama di hari libur. Ramai ‘banget’ ibu-ibu muda dengan membawa anak-anaknya, ‘mengatungkan’ tangan tanda minta belas kasihan para pengendara yang lewat.

Pemandangan tidak elok untuk wilayah administrasi Kab. Jember jika dibandingkan dengan sumberdaya yang dimiliki berhias beberapa perguruan tinggi, tempat-tempat perbelajaan yang wah, masjid-masjid yang megah.
Itu bukan pekerjaan yang layak bahkan dilarang oleh negara.

Saya melihat itu praktik “ngemis”. Duh … bawa anak lagi. Terus gimana nasib mereka kelak? “Bukanlah Anda pemimpin yang mumpuni Pak Bupati jika membiarkan mereka hidup mencari rezeki seperti itu.

Segera hentikan. Ini menyangkut harkat martabat dan harga diri bangsa. Jangan dianggap soal yang remeh”. Tak guna jargon Jember sebagai kota sejahtera jika masih dihiasi pemandangan yang sangat menganggu nurani kemanusiaan. Kita ini katanya hidup di tanah subur makmur ‘gemah ripah loh jinawi” yang kondang dengan sebutan Zamrud Katulistiwa tapi “gak sumbut blas”.

Maaf. Barangkali patut belajar ke negeri jiran Malaysia. Lihat di sepanjang jalan menuju Genting High Land, tidak terlihat bangunan rumah-rumah kumuh di pinggir sepanjang jalan. Tdk ada terlihat orang minta-minta atau sumbangan amalan atas nama panitia pembangunan masjid atau peminta-minta tidak resmi seperti lazim di negeri kita. Negara Malaysia begitu melindungi martabat dan gengsi bangsanya di mata bangsa sendiri dan bangsa lain. Sangat pantas jika dengan bangganya warga negara kesultanan itu optimis “15 tahun lagi negeri kami Malaysia akan setara dengan negara-negara di Eropa” dan itu bukan isapan jempol.

Belum terlambat. Mudah-mudahan datangnya era Indonesia Emas nanti (2045) tidak berubah menjadi “Indonesia Cemas” karena bonus demografi yang diharapkan menjadi keberuntungan berubah menjadi beban negara karena kualitas SDM jauh api dari panggang.
Mochammad Rifai
Genteng, Banyuwangi.