Krawitan Baranusa Campurdarat Ramaikan Seminar
Budayawan Wawan Susetya mengatakan bahwa Kerajaan Daha Kediri itu tidak pernah ditaklukkan oleh kerajaan mana pun termasuk pada zaman Majapahit. Meski Majapahit memiliki kekuasaan lebih luas daripada Nusantara sekarang, tetapi Majapahit tidak bisa menaklukkan Daha atau Keling Kediri. Ada apa gerangan sebabnya? Ternyata Majapahit merasa gentar terhadap empat pasukan bawah tanah yang disebut “Samya haji katandhan Sakapat”.
Sebelum itu ada penyerangan Raja Blambangan (Banyuwangi) ke Daha. Sri Kertajaya alias Prabu Dhandhang Gendhis beserta pasukannya tak mampu menghadapinya hingga berlari ke selatan (wilayah Kadipaten Ngrawa/Tulungagung). Pada saat itu “Dwan Lawadan” yang termasuk barisan bawah tanah segera membantu Prabu Dhandhang Gendhis menghadapi Raja Blambangan. Sepak terjang “Dwan Lawadan” yang hebat membuat pasukan Blambangan kocar-kacir hingga kembali ke asalnya. Maka dari itu Sri Kertajaya memberikan bantuan tanah perdikan kepada “Dwan Lawadan” di kawasan Ngrawa. Peristiwa tersebut dijadikan sebagai sumber ditetapkannya hari jadi Kabupaten Tulungagung pada tanggal 18 November 1205 berdasarkan prasasti Lawadan di Wates, Kec. Campurdarat.
Demikian disampaikan Wawan Susetya dalam seminar nasional dengan tema Peranan Kyai Ageng Raden Khasan Mimbar terhadap Sejarah Kabupaten Tulungagung, Kamis (13/12).
Menurut Wawan, warga Tulungagung patut bersyukur karena di daerah Ngrawa itu ada ulama kharismatik yang menjalankan syi’ar dakwah atas perintah Paku Buwono II, Sultan Mataram. Hal itu ditandai dengan kekancingan (surat SK) Bupati Ngrawa yang ke-1 Kyai Ngabehi Mangundirono pada tahun 1727 M.
“Kyai Ageng Raden Khasan Mimbar itu identik dengan Kyai Genthong, mempersilahkanseberapa ilmu yang akan diambil oleh santrinya kepada beliau,” tuturnya.
Dalam seminar sehari dengan 6 orang nara sumber dari berbagai keilmuan itu bertempat di Hall Bharata dengan diiringi krawitan dari BARANUSA (Barisan Adat Raja Sultan Nusantara) Campurdarat yang dipimpin Ki Handaka.
Menariknya lagi para peserta seminar tersebut hingga membludag lebih 600 orang. Mereka bukan hanya dari para guru sejarah di lingkungan Depag dan Dinas Pendidikan saja, tetapi juga mahasiswa, pegiat sejarah dan masyarakat umum.
Wawan Susetya
Koresponden MM.com