4 Redaktur Senior Jawa Pos Diperiksa di Polda Jatim

 

SURABAYA- Kasus dugaan penggelapan dan penipuan saham karyawan Jawa Pos ke Polda Jawa Timur memasuki tahap pemeriksaan saksi-saksi. Empat orang saksi mantan petinggi redaksi Jawa Pos Rabu (22/5) diperiksa oleh Ditreskrimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus) Polda Jatim untuk diminta kesaksiannya.

Empat petinggi tersebut ialah Surya Aka Syahnagra (mantan wartawan investigasi dan Direktur JTV), Dhimam Abror Djuraid (mantan Pemimpin Redaksi Jawa Pos), Ali Murtadlo (Redaktur Metropolis dan Direksi Jawa Pos),, dan Sukoto (Redaktur Metropolis dan Direktur Memorandum, kini owner Pojok Kiri). Imam Syafii (mantan Redaktur Metropolis, Direktur JTV, anggota DPRD Kota Surabaya) juga dijadwalkan untuk memberi keterangan. Tetapi, karena kesibukan tugas dewan Imam Syafii tidak bisa hadir di Polda Jatim.

Sesuai jadwal, Senin (27/5) akan menyusul dipanggil Arif Afandi (mantan Pemimpin Redaksi Jawa Pos), Yamin Hamid (Staf Legal Jawa Pos), Imron Mawardi (Redaktur Ekonomi Jawa Pos), Slamet Oerip Prihadi (mantan Redaktur Olahraga Jawa Pos), dan Zaenal Muttaqien (Direksi Jawa Pos).

Dalam pantauan ^Kempalan^
pemeriksaan empat mantan petinggi redaksi Jawa Pos itu penyidik memfokuskan pertanyaan seputar pengambilalihan saham karyawan Jawa Pos yang diduga dilakukan oleh direksi JP. Selain itu penyidik juga menanyakan beberapa pertanyaan seputar pembayaran dividen Jawa Pos kepada karyawan yang diduga terjadi pelanggaran hukum di dalamnya.

Total penyidik memeriksa selama 8 jam. Masing-masing saksi diperiksa selama 2 jam. Aka Syahnagra yang diperiksa pertama mengatakan bahwa penyidik ingin mendalami proses pengambilalihan saham karyawan yang berbuntut pada tidak terbayarnya dividen karyawan sejak 2002. ‘’Penyidik ingin memastikan apakah ada pelanggaran hukum dalam proses pengambilalihan saham dan pembagian dividen saham,’’ ujar Bang Haji, sapaan akrab Surya Aka Syahnagra.

Pria yang juga pendiri Forsa (Fans of Rhoma & Soneta) Indonesia ini menambahkan bahwa penyidik menyampaikan bukti yang menyatakan bahwa para pelapor sudah menandatangani surat pernyataan bermaterei pada 2002 yang menyatakan kesediaan untuk melepas saham 20 persen kepada perusahaan.

Selain itu juga disodorkan bukti tanda terima sejumlah uang kepada beberapa pelapor yang disebut sebagai kompensasi pelepasan saham karyawan sebesar 20 persen.

Ada beberapa poin dalam surat pernyataan tersebut. Antara lain disebutkan bahwa karyawan tidak akan menuntut saham 20 persen yang sudah diserahkan kepada direksi. ‘’Kami menjelaskan kepada penyidik bahwa banyak kejanggalan dalam proses penandatanganan surat keterangan itu,’’ kata Aka yang suka tampil dengan model rambut dan dandanan ala Rhoma Irama.

Salah satu kejanggalannya adalah, proses keputusan pelepasan saham yang tidak dilakukan secara transparan, tanpa kejelasan nilai saham. Selain itu tidak ada kejelasan dalam surat pernyaataan itu, kepada siapa saham karyawan akan diserahkan. Akhirnya ketahuan saham 20%itu dihibahkan kepada Dahlan Iskan. Kemudian dijual kepada pemegang saham lainnya.

Dalam praktiknya terjadi jual beli saham karyawan di antara para pemegang saham. Ternyata saham karyawan itu dijual kepada para pemegang saham sehinga masing-masing pemegang saham mendapat bagian dari saham karyawan sesuai dengan jumlah persentase yang dibayar.
(Tan).