TAJUG AGUNG PANGERAN KEJAKSAN RENCANA AKAN DIREVITALISASI

Kota Cirebon – menaramadinah.com
Tajug Agung Pangeran Kejaksan yang berada di Jl Siliwangi, Gg Pangeran Kejaksan merupakan tempat ibadah bersejarah peninggalan para wali di Cirebon.

Bangunan Tajug Agung Pangeran Kejaksan yang didirikan pada abad 15 Masehi, atau tahun 1480 satu zaman dengan pembangunan Masjid Merah Pangeran Panjunan, rencananya dalam waktu dekat bakal direvitalisasi.

Penjabat Walikota Cirebon Drs H Agus Mulyadi ditemui usai menghadiri Halal Bihalal di Tajug Agung Pangeran Kejaksan, Rabu malam (8/5/2024) membenarkan rencana revitalisasi Tajug Agung tersebut.

“Tadi dalam Halal Bihalal ada lanjutan diskusi berkaitan dengan rencana revitalisasi Tajug Agung Pangeran Kejaksan ini. Kita patut bangga dengan yang dimiliki Kota Cirebon salah satunya keberadaan masjid-masjid bersejarah penyebaran Islam. Secara prinsip, rencana revitalisasi ini salah satu menghargai karya leluhur,”ucapnya.

Agus mengatakan, Pemkot Cirebon mendukung penuh dan nanti kami persiapkan dan fasilitasi, tapi administrasi harus semua disiapkan. InsyaAllah akhir bulan Mei 2024 ini semua proses administrasi termasuk proposal sudah selesai.

Pejabat yang akrab disapa Gus Mul ini berharap tahun ini revitalisasi Tajug Agung Pangeran Kejaksan sudah bisa diwujudkan. Kalau anggaran APBN bisa intervensi rasanya revitalisasi bisa selesai tahun 2024 ini,”ujarnya.

Bukan hanya Tajug Agung Pangeran Kejaksan, lanjut Dia, Pemkot Cirebon secara bertahap akan melakukan revitalisasi tehadap masjid-masjid bersejarah di Kota Cirebon.

Tajug ini dibangun oleh kakak ipar dari Sunan Gunung Jati atau yang akrab disapa Syekh Syarif Hidayatullah. Beliau bernama Pangeran Kejaksan atau Syarif Abdurohim. Masjid ini juga satu zaman dengan Masjid Merah Panjunan.

Tajug ini berada di tengah-tengah permukiman penduduk Kejaksan, sehingga terlihat sempit dan sulit untuk kendaraan parkir. Namun, tajug tersebut masih terawat hingga kini. Beberapa benda pun masih terlihat asli dari awal pembangunan masjid ini.

Tiang-tiang penopang atau saka, mimbar, kolam atau bak, sumur, memolo, dan juga hiasan piring perpaduan Tiongkok dan Arab yang masih awet tidak dirombak. Namun, bata yang asli sudah ditembok.

Pangeran Kejaksan adik dari Pangeran Panjunan. Keduanya merupakan anak dari Syekh Datul Kahfi dan Syarifah Halimah. Selain itu, terdapat dua anak lainnya, yakni Syarifah Baghdad dan Syekh Syarif Hafidz atau lebih dikenal Pangeran Pekarungan.

Kedatangan Syekh Datul Kahfi sembari membawa keempat anaknya itu terjadi pada tahun 1478 M ke Amparan Jati atau Gunung Jati. Beliau mendarat di Pelabuhan Pancerjati dengan 1.200 orang pengikutnya.

Kemudian, ia melanjutkan perjalanan menuju Keraton Pakungwati yang dipimpin Pangeran Cakrabuana atau Mbah Kuwu Cirebon. Hingga setelah kekuasaan Galuh lemah dan Cirebon lepas dari Galuh, maka Mbah Kuwu Cirebon memberikan kepada keponakannya yakni Sunan Gunung Jati.

Nantinya, Pangeran Kejaksan dan Pangeran Panjunan akan diberi jabatan sebagai Adhiyaksa dan Abu Dampul atau Panglima Perang.

Sampai saat ini, tajug yang menempati area tanah seluas 400 meter persegi dan memiliki ketinggian sekitar 10 meter ini masih terbagi menjadi dua ruang ibadah. Luas dari ruang ibadah utama sekitar 9 meter x 7 meter, sedangkan ruang ibadah tambahan sekitar 13 meter x 7 meter. Kedua ruangan ibadah ini terpisahkan dengan dinding bata merah dan terdapat pintu penghubung di tengah-tengahnya.

Selain itu, terdapat dinding yang dihiasi oleh keberadaan keramik tua yang bercorak Eropa dan Tiongkok sebanyak 33 buah yang berada di bagian atas dan bawah. Kemudian ada tiang atau saka guru yang berjumlah 16 buah dan masih kuat menyangga tajug ini. (hsn)