Suara Imam Masjidil Haram di Masjid Amsterdam

 

Oleh: M. Noor Harisudin* Guru Besar UIN KH Ahmad Siddik Jember.

Meski masih terasa letih karena baru tiba di Amsterdam (12/3/2024), sore itu saya mengiyakan diajak seorang aktivis Pengurus Cabang Istimewa NU Belanda, mas Habibus Salam untuk ke Masjid al-Ikhlas Amsterdam. Mas Habib, begitu saya memanggilnya, menjemput saya di Hotel Hyatt jam 17.30 sore. Sebagaimana diketahui, waktu berbuka puasa di Amsterdam pukul 18.45 waktu setempat. Sementara, kita sahur sebelum waktu subuh jam 5.20. Dibanding Indonesia, puasa di Belanda hari-hari ini hampir sama dengan Indonesia yang hanya 14 jam. Tapi di akhir bulan Ramadlan 1445 ini, waktu buka puasa jam 20.30 waktu Belanda (sekitar 15,5 jam).

Jarak rumah Mas Habib juga jauh. Sekitar satu jam dari Hotel Hyatt. Dari Hotel, kami lalu naik mobil taxi ke Masjid al-Ikhlas. Masjid al-Ikhlas sendiri adalah pusat kebudayaan atau Indonesian Cultuur Centrum yang digunakan sebagai masjid umat Islam di Amsterdam. Masjid ini di bawah PPME. PPME sendiri singkatan dari Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa. Pada tahun 1971 silam, Gus Dur bersama Kiai Hambali dan kawan-kawannya yang mendirikan PPME di Den Haag. Sebagian besar anggota perkumpulan ini adalah kader Nahdliyyin. Tokoh-tokohnya membeli bangunan masjid ini sejak tahun 2015 yang silam. Lokasi Masjid al-Ikhlas di Jan van Gentstraat 140, 1171 GN Badhoevedorp.

Sebelum memiliki masjid, PPME Amsterdam menyewa tempat untuk berbagai kegiatan ibadah umat Islam. Suka duka mewarnai jamaah. Mulai harus pulang lebih awal, tidak tenang sholat berjamaah dan sebagainya. Kini, setelah memiliki masjid, jamaah Masjis al Ikhlas bebas melakukan apa saja. Apakah mereka melakukan itikaf, sholat, membaca al-Qur’an atau pendidikan, tidak tidak akan ada yang melarang aktivitas masjid ini. Setiap weekend, Masjid al- Ikhlas juga mengadakan madrasah untuk anak-anak muslim hingga jama’ah lansia.

Selama bulan Ramadlan 1445 H, Masjid al-Ikhlas mengadakan berbagai kegiatan. Misalnya buka bersama yang dilanjutkan dengan ceramah agama dan diakhiri sholat tarawih. Aktivitas dimulai jam 18.00 hingga 21.30 waktu Belanda. Kegiatan buka bersama merupakan kegiatan yang ditunggu-tunggu. Jika buka puasa Indonesia banyak di hotel dan restoran, kalau buka puasa di Belanda diselenggarakan di masjid. Salah satunya Masjid al-Ikhlas Amsterdam.

Dug dug dug. Tabuhan bedug Masjid al-Ikhlas menandakan kita sudah masuk Maghrib alias buka puasa. Ternyata bedug tidak hanya kita jumpai di Indonesia, namun juga di Belanda. Lalu panitia Ramadlan menggelar tikar masjid agar makanan tidak mengotori masjid. Para jama’ah pun makan dengan lahap. Apalagi makanannya khas Indonesia banget. Ada takjil kurma, salad, kolak dan sebagainya. Sementara, makan besarnya nasi, sayur, daging, sambal dan juga krupuk. Kurang lebih setengah jam kita makan dan dilanjutkan dengan sholat Maghrib berjamaah dan kajian keagamaan hingga waktu Isya.

Tim emak-emak Masjid memang menyiapkan logistik ini dengan baik. Di sebelah sudut ruangan masjid, disediakan ruangan khusus dapur. Emak-emak biasanya menyiapkan makanan disini. Bukan hanya makanan pada saat buka puasa, mereka juga menyiapkan untuk setelah buka puasa dan tarawih. Tim logistik yang cukup keren dan membanggakan.

Yang menarik, adalah kegiatan sholat tarawih berjama’ah. Seorang pendiri PPME Masjid al-khlas, Kiai Budi, menyampaikan bahwa orang disini mensyaratkan imam tarawih tiga hal: NU, penghafal al-Qur’an dan memiliki suara merdu. Tahun sebelumnya, jamaah Masjid al-Ikhlas komplain karena imam tarawih tidak seperti yang diinginkan jamaah. Tarawih di sini sebelas rakaat dengan witirnya. Tapi, jangan tanya lama sholatnya. Lumayan.

Hanya saja, selama tarawih, kita mendengarkan lantunan suara merdu imam yang didatangkan dari Indonesia. Tarawih Amsterdam Rasa Mekah. Begitu saya menyebutnya. Karena imamnya bukan hanya menghafal dan fasih al-Qur’an, namun juga memiliki suara merdu. Ustadz Dr. Nasih yang juga imam Masjid al-Akbar Surabaya tahun ini yang didatangkan dari Indonesia. Selama satu bulan, ia mengajari ngaji emak-emak sekaligus mengisi tarawih di Masjid al-Ikhlas Amsterdam. Imam Isya’-nya adalah Ust Dr. Mistar yang juga alumni Mesir dengan suara emasnya.

Tal heran, jika jamaah tarawih Masjid al-Ikhlas membludak. Mereka krasan. Suara imam menjadi hipnotis tersendiri. Selain jamaah Indonesia, saya banyak menemukan jamaah dari Maroko, Pakistan, Lebanon dan tentu muslim asli Belanda. Masjid full dengan jamaah sholat kurang lebih 200-an jamaah lebih. Selain faktor lain, kata Kiai Budi, yang jamaah merasa nyaman memarkir mobilnya di sekitar masjid.

Saya sendiri kebagian mengisi majlis taklim dan khutbah Jum’at di Masjid al-Ikhlas ini selama beberapa hari di Amsterdam.  (Bersambung)