Jokowi Sudahlah

Catatan Teguh Subagio.

Andai tanda-tanda kemenangan 02 itu nyata, seperti yang dinarasikan oleh buzzer-buzzer bayaran, mungkin Jokowi akan bertahan sebagai seorang negarawan yang kelak dikenang sebagai Presiden. Dan bukan dicatat sebagai bagian dari timses salah satu kontestan di Pilpres 2024.

Kini, situasinya sudah berbeda. Paslon 02 yang sejak November 2023 elektabilitasnya stagnan, pasca debat ke-3 dan ditambah debat memalukan yang dilakukan Gibran kemarin, elektabilitas 02 kian tergerus.

Sejumlah ketua umum partai yang juga pejabat (menteri aktif dan kepala daerah) di pemerintahannya, diturunkan untuk terus berkeliling mengkampanyekan 02.

Begitu juga dengan oknum2 pengurus ormas keagamaan besar yang tak lagi mengindahkan norma sebagai tokoh panutan.

Mereka semua dipaksa atau terpaksa untuk menjadi “jubir bahkan jurkam” Prabowo-Gibran.

Kabarnya, para pejabat harus manut. Lantaran mereka tersandera oleh sejumlah kasus.

Tapi, rakyat tidak sebodoh yang mereka kira. Elektabilitas Paslon 02 tetap mandek dan berpotensi jeblok.

Harapan satu-satunya dari Paslon 02 ini tinggal bersandar pada upaya cawe-cawe Jokowi.

Bahkan, hari ini (Kamis, 24/01/2024), Jokowi dengan tegas mengatakan jika Presiden atau menteri tidak dilarang untuk berpihak ke salah satu paslon.

Bisa jadi dari sisi aturan, itu dibenarkan. Namun, bagaimana dengan nilai etika.

Meski segala trik dan akrobat politik terus digencarkan, sayangnya Jokowi tidak lagi “sakti” seperti dulu lagi. Beberapa kali kunjungannya ke daerah untuk bagi-bagi bansos tidak memperoleh respek dan sambutan gegap gempita dari rakyat seperti sebelumnya.

Bahkan, saat berkeliling bersama istrinya di Jawa Tengah beberapa hari lalu, di sepanjang jalan rombongan Jokowi disambut dengan teriakan “Ganjar…… Ganjar…….”

Sepertinya rakyat sudah tidak malu-malu lagi untuk berseberangan dengan sang penguasa.

Faktanya, semakin vulgar dukungan penguasa pada Paslon 02, semakin keras pula “perlawanan” rakyat.

Sudah saatnya Jokowi menyadarinya, jika “kesaktiannya” dinilai telah memudar.

Biarkan rakyat menjadi hakim untuk memilih pemimpinnya dengan nuraninya sendiri, tanpa harus dipaksa untuk mengikuti cawe-cawe penguasa.

Ingat, pilpres bukan soal kalah menang.
Terpenting, rakyat harus diberi pemahaman jika Pemilu termasuk Pilpres adalah mencegah orang-orang “jahat” untuk berkuasa…. !

Salam *Kaji Taufan*