Transformasi Peradaban NU Membawa Korban

Catatan : Gus Miskan Turino.

Pembangunan peradaban baru NU yang dimulai dari kepemimpinan KH. Abdurrahman Wahid telah menancapkan tonggak transformasi besar, meski akhirnya belum bisa diimplementasikan secara maksimal oleh KH. M. Aqil Siraj, namun sejak NU dibawa kepemimpinan KH. Yahya C Staquf rupanya trasformasi peradaban NU benar benar akan dilakukan secara serius meski resikonya telah membawa korban tiga kadernya harus hengkang dari kepengurusan.

 

Pertama bendum PBNU yang terlibat korupsi telah dicopot dari jabatannya, kedua wakil ketua PWNU Jawa Timur KH. Abdussalam Sakib yang dianggap melakukan indisipliner organisasi.

Rupanya PBNU dalam melakukan transformasi pembangunan peradaban NU tidak boleh dianggap main main, mungkin karena menghadapi “dunia baru” NU tidak boleh lagi berorientasi pada gerakan jama’ah (objek), namun lebih dari itu semua kader NU wajib membangun dirinya agar mempunyai mental jam’iyah (subjek), sehingga harapannya NU mampu menjadi solusi bagi persoalan bangsa.

Tepatnya pada tanggal 16 Desember 2023, korban selanjutnya telah menimpa Ketua PWNU Jawa Timur menyusul dicopot dari jabatannya.

Jawa Timur sebenarnya merupakan epicentrum NU, namun sayangnya sebagian kader NU di Jawa Timur belum mampu menerima perubahan atau transformasi peradaban NU itu sendiri atau mereka masih terjebak pada zona nyaman (masih berpegang pada hirarki organisasi yg bersifat koordinatif), sehingga seolah kinerja wilayah bisa melakukan improvisasi sesuai kondisi wilayahnya masing2, padahal dengan pembangunan transformasi peradaban NU yang dibangun Gus Yahyah C Staquf jelas2 telah melalui sosialisasi panjang tidak membenarkan hal itu terjadi.

Oleh karena saatnya kini para kader NU disemua tingkatan hendaknya mulai merubah mainset cara berpikir bahwa kinerja kader NU disemua tingkatan tidak boleh linier dan rutinitas, harus sensitif, responsif, kreatif dan inovatif terlebih harus visioner.

Atas dinamika organisasi yang terjadi di Jawa Timur hendaknya semua pihak khususnya kader NU harus bisa menjadikan pelajaran dan masing2 harus melakukan introspeksi diri agar tidak mengganggu konsentrasi kinerja NU menghadapi persoalan besar diawal perjalanan abad kedua.

Ingat…!

Jika NU tidak hati hati ?, dalam melakukan transformasi peradaban, tidak mustahil NU akan dihadapkan pada persoalan besar di internal NU sendiri, yaitu kekuatan kelompok yang berpegang pada “fiqih klasik” dan kelompok yang berpegang pada “fiqih peradaban baru”.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, sebaiknya PBNU secara inten melakukan diskusi siyasah terkait adanya dua fiqih (klasik dan peradaban) yang semuanya diperlukan sebagai solusi penyelesaian konflik horisontal.

Semoga Tuhan (Allah Swt) tidak marah…

Salam,
Miskan Turino