Materi Dakwah 1 : Mengkaji Falsafah “MOH LUMO” Sunan Ampel.

Catatan Yahya Aziz Dosen FTK Uinsa, Penulis Buku Peran Para Kyai Pejuang Kemerdekaan

Surabaya Menara Madinah Com.
Inilah materi dakwah 1 : Saya sampaikan dalam tugas pengabdian masyarakat : ceramah agama baik di masjid, musholla, majlis taklim & radio Elvictor 93,FM.
Materi Dakwah 1 : Makna Falsafah “MOH LIMO”.
Peran Wali songo memiliki pengaruh besar dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Dalam dakwahnya, ada salah satu tokoh wali songo yang mengajarkan falsafah Moh Limo.
Wali songo yang mengajarkan falsafah Moh Limo adalah Sunan Ampel atau yang memiliki nama Raden Rahmatullah SUNAN AMPEL merupakan putra dari Sunan Gresik, tokoh wali songo pertama.
Sunan Gresik, Wali Songo Pertama di Tanah Jawa
Mengutip buku Wali Songo karya Noer Al, Raden Rahmat bersama dengan ayahnya Sunan Gresik menginjakkan kaki di tanah Jawa atas undangan Raja Majapahit.

Prabu Brawijaya yang saat itu merupakan penguasa Majapahit menyambut hangat kedatangan Raden Rahmat bersama sang ayah. Prabu Brawijaya memberikan tugas untuk memperbaiki kehidupan masyarakat yang suka hidup bermewah-mewahan dan selalu berpesta pora kepada Raden Rahmat.

Atas kesabaran dan kewibawaannya, Raden Rahmat berhasil mengatasi situasi Kerajaan Majapahit tersebut, sehingga ia diberikan hadiah oleh Raja Brawijaya.

Akhirnya, Raden Rahmat dinikahkan dengan salah seorang putrinya yang bernama Dewi Condrowati. Ia pun menjadi seorang pangeran karena menjadi menantu Prabu Brawijaya.

Kemudian, Raden Rahmat pun melanjutkan mendidik dan menyadarkan para bangsawan dan adipati menuju ke jalan yang benar. Setelah berbagai cara dilakukan, akhirnya Raden Rahmat berhasil dan melanjutkan niatnya untuk berdakwah dalam masyarakat.

Tentu Raden Rahmat diterima dengan baik oleh masyarakat. Di mana saat melaksanakan dakwah Raden Rahmat atau biasa dikenal dengan Sunan Ampel ini melakukannya dengan sangat singkat dan cepat.

Salah satu ajaran falsafah yang diajarkan oleh Sunan Ampel adalah falsafah Moh Limo. Falsafah Moh Limo ini artinya tidak melakukan lima hal tercela. Falsafah Moh Limo ini menjadi salah satu kunci utama atau akar permasalahan merosotnya moral warga Majapahit ketika itu.

Falsafah Moh Limo di antaranya,

1. Moh Main (tidak mau berjudi)

2. Moh Ngombe (tidak mau minum arak atau mabuk-mabukan)

3. Moh Maling (tidak mau mencuri)

4. Moh Madat (tidak mau menghisap candu seperti narkoba, ganja, dan lain-lain)

5. Moh Madon (tidak mau berzina atau main perempuan yang bukan istrinya)

Sunan Ampel dikenal memiliki kepekaan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan sosial budaya setempat. Caranya dengan menerima siapa pun baik bangsawan maupun rakyat jelata untuk nyantri di Ampel Denta.

Dalam kehidupan pesantren, meskipun Sunan Ampel menganut mazhab Hanafi, namun Sunan Ampel sangat toleran pada penganut mazhab yang lain.

Para santrinya dibebaskan untuk mengikuti mazhab apa saja. Dengan cara pandang yang netral ini, tak heran bila pesantren di Ampel Denta mendapatkan banyak pengikut yang luas dari berbagai lapisan masyarakat.

Masykur Arif dalam buku Wali Sanga: Menguak Tabir Kisah hingga Fakta Sejarah menambahkan mengenai kisah Sunan Ampel. Bahwa dalam berdakwah agar agama Islam mudah dimengerti oleh masyarakat Jawa, Sunan Ampel kemudian menciptakan huruf pegon atau tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa.

Melalui huruf pegon inilah, ia menyampaikan ajaran-ajarannya kepada murid-muridnya, huruf pegon yang diciptakan pertama kali oleh Sunan Ampel sampai sekarang masih tetap dipakai sebagai bahan pelajaran agama Islam di kalangan pesantren.

Selain itu, Sunan Ampel juga terkenal dengan orator ulung dalam menyampaikan dakwah. Sesuatu yang disampaikannya dapat memikat orang yang mendengarnya. Ia pandai membuat FALSAFAH JAWA yang mudah diingat dan menjadi pegangan hidup.

Masykur Arif juga menyebutkan beberapa falsafah jawa yang pernah diajarkan oleh Sunan Ampel, di antaranya:

1. Sapa kang mung ngakoni barang kang kasat mata wae, iku durung weruh jatining Pangeran (Barang siapa hanya mengakui sesuatu yang terlihat oleh mata saja, itu berarti belum mengerti hakikat Tuhan).

2. Yen sira kasinungan ngelmu kang marakake akeh wong seneng, aja sira malah rumangsa pinter jalaran manawa Gusti mundhut bali ngelmu kang marakake sira kaloka iku, sira uga banjur kaya wong sejene, malah bisa aji godhong jati aking (Jikalau engkau mempunyai ilmu yang menyebabkan banyak orang suka padamu, janganlah engkau merasa paling pandai. Sebab, kalau Tuhan mengambil kembali ilmu yang menyebabkan engkau tersohor, engkau menjadi tak berbeda seperti yang lain, bahkan nilainya menjadi di bawah nilai daun jati yang sudah kering).

3. Sing sapa gelem gawe seneng marang liyan, iku bakal oleh welas kang luwih gedhe katimbang apa kang wis ditindakake (Barang siapa suka membuat senang orang lain, ia akan mendapat balasan yang lebih banyak daripada yang ia lakukan).
Semoga melalui pelajaran sejarah wali 9 (Raden Rahmatullah Sunan Ampel) kita sebagai seorang muslim mampu menerapkan dalam kehidupam sehari-hari. Alfatihah..