Hakekat Pendidikan Islam

Catatan Shinta Nur Halimah dkk, Yahya Aziz & Saefullah Azhari : Mahasiswi/wa PAI & Dosen FTK UINSA

Inilah catatan kecil riset penelitian buku kelompok kami :

1.ALFI DARIO SILVA 06020121030
2.ROSSA LAILATUL FITRI 06020121068
3. SHINTA NUR HALIMAH 06020121069
4. KHUMAIROTUN NISA 06030121078
5.RINDA DEWI AFIFAH 06030121081
6.ANGEL SEPTIA PRAMESTI 06040121099
Ke 6 mahasiwi/wa ini dibimbing langsung oleh : Yahya Aziz & Saefullah Azhari Dosen FTK UINSA dalam riset penelitian buku mata kuliah MATERI PUBLIC SPEAKING dengan tema :
“Hakekat Pendidikan Islam”
1.Judul diatas adalah intisari dari buku “PENDIDIKAN ISLAM DALAM DIALEKTIKA PERUBAHAN”
2.Penulis : Dr. Siswanto, M. Pd. I
3.Penerbit :Pena Salsabila, Desember 2015, Kota Surabaya
3.Jumlah halaman: 189 halaman
Isi buku ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN
BAB II
Pada bab ini diterangkan apa hakikat pendidikan Islam ,konsep pendidikan Islam dan fungsi pendidikan Islam. Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu yang digunakan dalam proses pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam sebagai pedoman umat manusia khususnya umat Islam. Konsep pendidikan Islam seringkali mengundang keragaman arti. Pendidikan Islam seringkali dimaksudkan sebagai pendidikan dalam arti sempit, yaitu proses belajar mengajar di mana agama Islam menjadi “core curriculum”. fungsi pendidikan Islam dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu :
1. Alat untuk memelihara, memperluas, dan menghubungkan tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial,serata ide-ide masyarakat dan nasional.
2. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembangan.
Bab III
Tentang komponen dasar Pendidikan Islam, yaitu ada Tujuan Pendidikan Islam, guru, Peserta didik, kurikulum Pendidikan islam, metode Pendidikan Islam, dan Evaluasi Pendidikan Islam. Namun penjelasan secara singkatnya adalah
Tujuan pendidikan Islam identik dengan tujuan hidup. Setiap manusia atau umat Islam meriksa asasi ajaran Islam yaitu al-Qur‟an. Tujuan agama Islam pada pokoknya berintikan kepada tiga aspek yaitu iman, ilmu dan amal dengan menumbuh suburkan dan mengembangkan serta membentuk sikap positif, disiplin dan cinta terhadap agama dalam berbagai kehidupan anak yang nantinya menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT.
Dalam perspektif Islam, seorang guru haruslah bukan hanya sekedar tenaga pengajar, tetapi sekaligus pendidik. Karena itu, seseorang dapat menjadi guru bukan hanya karena ia telah memenuhi kualifikasi keilmuan dan akademis saja, tetapi lebih penting lagi ia harus terpuji akhlaknya. guru) adalah orang yang berusaha membimbing, menyempurnakan, dan mensucikan hati sehingga menjadi dekat dengan khaliqnya. Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut pada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.
Bab IV
Pada bab ini menerangkan tentang potret Lembaga Pendidikan Islam
Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan, yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam. Pondok pesantren merupakan model lembaga pendidikan Islam pertama yang mendukung keberlangsungan sistem pendidikan nasional, dan memiliki akar tradisi sangat kuat di lingkungan masyarakat Indonesia. Secara historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga makna keaslian Indonesia (indigenous). Sebagai lembaga indigenous, pesantren muncul dan berkembang dari pengalaman sosiologia dan memiliki keterkaitan erat dengan komunitas lingkungannya.
Bab V
Pada bab ini diterangkan tentang PTAI sebagai bsis Pembangunan Moral.
Perkembangan masyarakat Indonesia sudah memasuki masyarakat global atau juga disebut masyarakat informasi yang satu sama lainnya dihubungkan dengan berbagai jenis sistem komunikasi mutakhir. Perkembangan ini merupakan kelanjutan dari masyarakat modern dengan ciri-cirinya yang bersifat rasional, berorientasi ke masa depan, terbuka, menghargai waktu, kreatif, mandiri dan inovatif. Sebagai konsekuensinya, budaya baru global telah berkembang dan didominasi oleh ciri-ciri modernisasi, gaya hidup konsumerisme yang merupakan ciri-ciri budaya Barat. Menyikapi hal itu, Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) sebagai lembaga pendidikan lanjutan dari jenjang pendidikan Islam madrasah dan pesantren perlu mewujudkan cita-cita itu. Karena PTAI merupakan salah satu institusi pendidikan tinggi yang memiliki ciri khas keislaman, yang membedakannya dengan perguruan tinggi umum lain. Ciri keislamannya tidak hanya menjadikan Islam sebagai obyek kajian ilmiah, melainkan lebih dari itu, diharapkan suasana kampus PTAI dan para civitas akademikanya juga mencerminkan kualitas akhlak dan perilaku Islami.
BAB VI
Pada bab ini menerangkan tentang Pendidikan Islam dalam tantangan pluralisme agama. Pendidikan agama berbasis pluralisme ini penting diimplemetasikan di institusi pendidikan Islam untuk mencerahkan penganut agama Islam sehingga dapat meneladani sifat Tuhan yang Maha Agung. Signifikansi selanjutnya adalah realitas plural agama yang sejak lama telah ada di negeri ini, bukan untuk disesali dan justru menggelisahkan salah satu kelompok agama. Tetapi pluralisme agama ini dapat mendidik kita sebagai hamba Tuhan yang arif dan saling menghormati, yang hal ini menjadi inti dari semua agama.

BAB 7
Pada bab ini menerangkan bahwa Reorientasi pendidikan islam dalam membangun masyarakat madani.
A. Realitas Pendidikan
Tujuan pendidikan nasional di Indonesia adalah mengembangkan kemampuan, membentuk karakter, dan peradaban yang bermartabat. Meskipun ideal dalam teori, namun dalam praktik belum sepenuhnya tercapai. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku lulusan yang cenderung sekuler dan kurang memiliki kecerdasan emosional. Sistem pendidikan cenderung terfokus pada aspek kognitif saja sehingga menghasilkan individu dengan kepribadian yang tidak seimbang. Kemudian dalam konteks reformasi, masyarakat madani muncul sebagai alternatif yang mengharapkan perubahan positif menuju kemajuan, kesejahteraan, keadilan, dan penghormatan hak asasi manusia.

B. Konsep Sosiologis Masyarakat Madani
Adapun istilah “masyarakat madani,” berasal dari bahasa Inggris “civil society”, yang mengacu pada komunitas di kota-kota yang sudah maju dalam peradaban mereka. Namun, istilah ini bisa memiliki makna yang berbeda-beda tergantung pada konteksnya. Dalam pandangan Islam, istilah “madani” berkaitan dengan kota Madinah yang menggambarkan sebuah masyarakat di mana orang-orang saling membantu, bekerja sama, dan memiliki kebebasan serta perlindungan hukum. Masyarakat madani juga dihubungkan dengan prinsip-prinsip seperti demokrasi, transparansi, toleransi, partisipasi, dan hak asasi manusia. Adapun perbedaan penting antara civil society dan masyarakat madani adalah bahwa masyarakat madani memiliki dasar agama yang jelas, terutama dalam Islam, dan menghargai nilai-nilai etika dan moral.
C. Karakteristik Masyarakat Madani
Karakteristik masyarakat madani melibatkan berbagai aspek yang menunjukkan sifat dan wataknya. Masyarakat madani dikenal sebagai masyarakat yang terbuka, beragam, menghargai kebebasan beragama, dan menganut nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan kemandirian. Masyarakat ini juga menghargai hak asasi manusia, keteraturan, kreativitas, kemandirian, dan semangat kompetitif dalam kerjasama. Ada juga beberapa ciri lain yang terkait dengan masyarakat madani, seperti ide universalitas, keberlangsungan, pemerataan kekuatan, kerja sama untuk kebaikan bersama, penyesuaian kebijakan publik, peran institusi luar, fokus pada kebaikan bersama, serta keberagaman dalam berbagai aspek seperti bakat, potensi, dan warna kulit. Masyarakat Madinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai contoh masyarakat ideal yang mencerminkan banyak karakteristik masyarakat madani.

D. Membangun Masyarakat Madani Melalui Pendidikan
Adapun pentingnya pendidikan dalam membangun masyarakat madani yang demokratis di Indonesia ada empat, yaitu 1) pendidikan harus tersedia untuk semua orang, 2) pendidikan harus mengembangkan prinsip-prinsip demokrasi seperti menghargai perbedaan pendapat, 3) pendidikan harus menghormati dan menggali kekayaan budaya lokal, dan 4) pendidikan harus seimbang antara pendidikan keagamaan dan ilmu pengetahuan. Semua ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang demokratis, inklusif, dan berbudaya, serta memperkuat kapasitas individu untuk berkontribusi pada masyarakat.
E. Reorientasi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam harus mengalami perubahan paradigma agar dapat berdampak positif pada masyarakat dan mendukung pencapaian masyarakat madani. Perubahan ini harus direncanakan dengan langkah-langkah strategis, mengidentifikasi masalah-masalah yang menghambat pendidikan Islam saat ini, dan merumuskan langkah-langkah pembaruan praktis. Tujuannya adalah untuk menghasilkan pendidikan Islam yang lebih relevan dan komprehensif, mengintegrasikan aspek ilahi dan dunia, serta mempersiapkan individu untuk berperan dalam masyarakat madani. Ini melibatkan perubahan dalam kerangka dasar filosofis, kurikulum, manajemen, dan metodologi pendidikan Islam. Selain itu, penting untuk meningkatkan manajemen dan sumber daya pendidikan Islam agar bisa menghadapi perubahan zaman dan memastikan program pendidikan yang efektif.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU
Kelebihan:
1. Buku ini sudah sangat lengkap dan jelas sekali dalam penjelasan materinya .Buku ini lengkap sekali dalam menerangkan apa itu ilmu pendidikan Islam , keterangan dari ilmu pendidikan Islam ini sangat bermanfaat bagi kita yang masih bingung apa sihh ilmu pendidikan Islam itu secara jelass.
2. Buku ini sudah lengkap dan baik untuk dibaca karena didalamnya banyak istilah” yang mungkin belum kita ketahui tentang pendidikan /tujuan pendidikan Islam, guna untuk menambah wawasan/pengetahuan kita.
3. Kita bisa menambah wawasan cerita tentang pondok pesantren dan cara belajar dengan kitab

Kekurangan:
1. Tidak semua istilah dijabarkan di footnote, terdapat beberapa kalimat yang susah dipahami. Sehingga membuat bingung para pembaca.
2. Banyak typo/kesalahan dalam penulisan
3. Pada footnote terlalu panjang penjabarannya
4. Banyak sekali mencantumkan nama surah dan ayat dalam Al Qur’an tanpa mencantumkan lafadz dan artinya. Karena mungkin bagi yang sudah ahli ketika dikasih nama surah dan ayat saja itu sudah tau ,sedangkan kita yang masih awam pasti kesusahan saat kita akan mempelajari lebih dalam lagi ,karena keterangan yang kurang lengkap.
5. Setiap sub bab tidak berfokus pada satu ayat namun banyak ayat yang disuguhkan sehingga untuk orang yg awam mungkin akan membingungkan untuk memakai referensi surat apa yg paling cocok dg materinya. Menurut saya lebih baik berfokus pada satu ayat yg sangat berkaitan
6. Terlalu banyak kosa kata sehingga agak sulit dimengerti
7. Tulisan yang panjang dan bahasa yang digunakan terlalu formal
Barakallah