jangan manfaatkan penghormatan umat

Catatan : Gus Miskan

“Mewaspadai perkembangan komunitas Habaib dan komunitas Budaya Nusantara yang semakin masif, hindari isu sektarianisme yang berpotensi terjadinya konflik sosial antar anak bangsa”

Oleh : Gus Kampung
(Miskan Turino)

Fenomena komunitas Habaib di Indonesia semakin berkembang masif, karena memang kehidupan sosial keagamaan dalam sebuah negara yang identik dengan kehidupan religius tidak bisa dihindarkan.

Indonesia salah satu negara yang identik dengan masyarakatnya yang religius, namun jangan manfaatkan penghormatan umat muslim Indonesia terhadap para habaib yang dipercayai sebagai turunan Nabi untuk tujuan memaksakan “BUDAYA AGAMA MAYORITAS YANG BERKUASA” terhadap anak bangsa.

Indonesia bukan Mesir, rakyat Indonesia sudah terikat dengan “SUMPAH PEMUDA” dan telah sepakat mengikatkan diri dalam ikatan yang terbingkai ke dalam “Bhinneka Tunggal Ika” dan Pancasila sebagai azas hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan itu final.

Meski rakyat Indonesia terdiri dari bangsa bangsa dalam warna etnis, ras, suku, agama dan antar golongan, mereka tetap sepakat untuk hanya hidup bersama dalam satu negara yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Bedanya dengan Mesir yang rakyatnya hanya terdiri dari 7 bangsa, namun mereka mempunyai “BUDAYA AGAMA MAYORITAS YANG BERKUASA” ditambah lagi dengan ideologi hasil produk import sehingga selama akhir hayatnya mereka tak bisa akur.

Oleh karenanya umat muslim Indonesia dalam beragama utamakan kerukunan antar Saudara sebangsa, hindari jargon atau isu penguatan kerukunan saudara seiman, karena hal itu sebuah perangkap menuju konflik antar saudara sebangsa.

Indonesia milik semua saudara sebangsa, milik bangsa yang multi etnis, multi agama bukan milik satu golongan apalagi milik satu agama.

Pancasila adalah payung kebangsaan bagi semua anak bangsa, Pancasila adalah azas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Pancasila adalah menjamin hak hidup bagi anak bangsa dan saudara sebangsa. Sehingga Indonesia tidak mengenal dan tidak memberlakukan “BUDAYA MAYORITAS AGAMA YANG BERKUASA”. Rakyat Indonesia hanya mengenal “BUDAYA GOTONG ROYONG YANG PENUH TOLERANSI.

Oleh karenanya rakyat Indonesia dalam menghadapi fenomena perkembangan dan dinamika kehidupan sosial keagamaan, sosial budaya yang pertarungannya semakin masif dan syarat dengan potensi konflik, harus hati hati dan waspada.