Catatan Siti Khoiron Nisa’ dkk & Yahya Aziz, Saefullah Azhari, Mahasiswi PIAUD & Dosen FTK Uinsa.
Inilah catatan tugas kelompok kami ;
1. Siti Khoiron Nisa (06020923052)
2. Talitha syahda i.c (06020923054)
3. Ummu habibah (06040923095)
4. Vena Evelyna (06020923056)
Ke 4 mahasiswi ini dibimbing langsung oleh Yahya Aziz & Saefullah Azhari dalam riset penelitian & pengabdian masyarakat mata kuliah “Bahasa Indonesia”.
Tema tugas kami penelitian tentang : Lembaga Pendidikan Islam ; Pondok Pesantren Alfalah Ploso Kediri.
*Sejarah Singkat berdirinya*
Pada 1 Januari 1925, KH. A. Djazuli Usman mendirikan sebuah madrasah dan pondok pesantren. Ia memanfaatkan serambi Masjid untuk kegiatan belajar mengajar para santri. Tanpa terasa santri yang belajar dengan KH. A.Djazuli membengkak menjadi 100 orang. Masyarakat sekitar pondok pesantren Al-Falah Ploso pada awalnya tergolong masyarakat abangan (jauh dari agama). Ketika awal berdiri, banyak masyarakatnya mencemooh pondok pesantren Al-Falah. Apalagi para pejabat dan bandar judi, yang setatus quonya mulai terganggu. Mereka sering menyebarkan isu-isu sesat terhadap pondok pesantren ini. Fenomena semacam itu memang menjadi tantangan berat bagi pesantren yang menjadi pusat kegiatan simakan Al-Qur’an Mantab ini. Namun para pengurusnya tidak merasa gentar. Justru tantangan itu membulatkan tekad mereka untuk mengubah masyarakat abangan, menjadi masyarakat yang islami. Hasilnya seperti sekarang ini. Pesantren terus berkembang, dan kehidupan islami tercipta dengan sendirinya di sekitar pondok pesantren.
*PENGASUH/PIMPINAN PONDOK PESANTREN AL-FALAH PLOSO*
1. KH. A. Djazuli Usman
2. KH. Zainuddin Djazuli putra Kiai Djazuli
3. KH. Nurul Huda (Gus Dah) yang mengasuh pondok pesantren putri
4. KH. Fuad Mun’im (Gus Fu’)
5. KH. Munif,
6. Bu Nyai Hj. Badriyah (Bu Bad) dan
7. Gus Sabut putra almarhum Gus Mik
*Biografi Singkat Pendiri KH.Ahmad Djazuli Usman*
KH. Achmad Djazuli Utsman, pendiri dan pengasuh I Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, Kediri. Beliau lahir di awal abad XIX, tepatnya tanggal 16 Mei 1900 M. Beliau adalah anak Raden Mas M. Utsman seorang Onder Distrik (penghulu kecamatan). Sebagai anak bangsawan, Mas’ud beruntung, karena ia bisa mengenyam pendidikan sekolah formal seperti SR, MULO, HIS bahkan sampai dapat duduk di tingkat perguruan tinggi STOVIA (Fakultas Kedokteran UI sekarang) di Batavia. Sepulang dari tanah suci, Mas’ud kemudian pulang ke tanah kelahirannya, Ploso dan hanya membawa sebuah kitab yakni Dalailul Khairat. Selang satu tahun kemudian, 1923 ia meneruskan nyantri ke Tebuireng Jombang untuk memperdalam ilmu hadits di bawah bimbingan langsung Hadirotusy Syekh KH. Hasjim Asya’ri. Setelah dirasa cukup, ia kemudian melanjutkan ke Pesantren Tremas yang diasuh KH. Ahmad Dimyathi (adik kandung Syeikh Mahfudz Attarmasiy) dan pondok Termas menjadi persinggahan akhir sebelum beliau mendirikan pondok pesantren Al-Falah di Ploso Kediri.
*Kurikulum Pondok Pesantren Ploso Kediri Al-Falah*
Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri merupakan salah satu lembaga pendidikan yang berbasis salafiyah. Adapun program pendidikan dan pengajaran di Al-Falah terdiri dari:
1.Madrasah Ibtidaiyah (3 tahun)
2.Madrasah Thanawiyah (4 tahun)
3.Madrasah Nahariyah
4.Madrasah Lailiyah
5.Majelis Mushawarah Riyadot Tolabah (5 tahun)
6.Program Tahfiz Al Qur’an
*Jumlah Santri Pondok Pesantren Ploso Kediri Al-Falah*
Mencapai 3.800 santri. Dan, setiap awal bulan puasa, kebanyakan dari mereka pulang ke kampung halamannya. Hingga nanti usai Lebaran, baru kembali ke pondok yang berlokasi di Desa Ploso, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri.
*Prestasi Alumni dan Kiprah Alumni Pondok Pesantren Ploso Kediri Al-Falah*
Hingga saat ini para alumni disamping banyak yang menjadi pimpinan pesantren juga banyak yang menjadi pimpinan di ormas Islam NU dan juga menjadi pimpinan di orsospol dan beberapa ada yang menjadi anggota legislatif. Pondok Al Falah Ploso telah berhasil mencetak ribuan santri dengan latar belakang profesi yang berbeda-beda, ada yang berprofesi sebagai pengusaha sukses, ulama, cendekiawan, akademisi, politisi, petani, duta besar bahkan atlet nasional. Kesemuanya tersebar hampir di seluruh
*Wasiat-Wasiat Penting dari KH.Zainuddin Djazuli*
Kiai Zainuddin Djazuli tak lupa memberi nasihat-nasihatnya. Tak terkecuali pentingnya para santri untuk meraih ilmu yang berkah. Hal itu diingatkan Kiai Zainuddin, terkait dengan maraknya belajar agama secara instan, terutama melalui dunia maya atau internet.
“Belajar agama tidak bisa dilakukan dengan cepat, melainkan dengan proses.
“Nah, sekarang coba kiai mana yang instan-instan kaya begitu, apa ada? Apa ada kiai mondok cuma seminggu? ‘Kan tidak ada,” tuturnya
“Abah saya (Kiai Djazuli Ustman, almaghfurlah) dulu pertama mondok di Gondang Legi, disana khatam kitab Ajjurrumiyah, terus pindah ke Mojosari, di sana 7 tahun, terus lanjut ke Makkah selama 3,5 tahun. Waktu di Makkah beliau di kasih kitab Dalailul Khairat oleh Habibullah asy-Syintiqiti, sambil diberi pesan agar nanti kalau mencarinya, carilah di tempat ini.
“Ternyata ketika dicari malah menemukan kabar bahwa Habibullah asy-Syintiqiti sudah meninggal 200 tahun yang lalu. Kalau mau ke Madinah, semua kitab disimpan rapi, hanya kitab dalail yang dibawa, beliau jalan kaki dari Makkah ke Madinah selama satu bulan.
“Santri sekarang apa ada yang sampai tirakat seperti itu. Dulu jalannya masih padang pasir, tiap kali berhenti istirahat di dalam pasir, hanya kelihatan wajahnya saja di permukaan. Seperti itu riyadhah Abah saya. Di Madinah ditangkap oleh Belanda lalu dipulangkan ke Indonesia hanya memakai kaos dan celana serta hanya membawa kitab dalail. Setelah itu Abah masih mondok lagi di Termas setengah tahun.
Yaa.. bisa dilihat barakahnya, bisa bangun Pondok Al-Falah seperti ini. Sekarang kalau cari yang instan gak ada, yang instan namanya martabak dan mie.”
Semoga bermanfaat….!