Lembaga Pendidikan Islam : Pondok Pesantren Modern Alamin Perenduan Sumenep Madura

Catatan Silvia dkk & Yahya Aziz : Mahasiswi PIAUD & Dosen FTK UINSA.

Inilah catatan penelitian kelompok 15 mahasiswi PIAUD :
1. Silvia (06040923091)
2.Khalishah Sahda Nur’aini
(06040923072)
3. Mirza Isnaini ramadhani (06040923077)
Ke 3 mahasiswi, dibimbing langsung oleh Yahya Aziz Dosen FTK Uinsa dalam riset penelitian dan pengabdian masyarakat pada mata kuliah “Bahasa Indonesia”.
Tema penelitian kami : pesantren al-amien Madura

 

????Sejarah Berdiri????
Sejarah berdirinya, pondok pesantren AL-AMIEN PRENDUAN tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan agama Islam di Prenduan itu sendiri. Karena Kiai Chotib (kakek buyut para pengasuh sekarang) yang memulai usaha pembangunan lembaga pendidikan Islam di Prenduan, juga merupakan Kiai mengembangkan Islam di Prenduan. Usaha Pembangunan lemba ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari usaha adik ipar beliau, Kiai Syarqowi yang hijrah ke Guluk-guluk setelah kurang lebih 14 tahun membina masyrakat Prenduan dalam rangka memenuhi amanat sahabatnya, Kiai Gemma yang wafat di Makkah.
Beberapa tahun kemudian, sekitar awal abad ke-20, Kiai Chotib mulai merintis pesantren dengan mendirikan Langgar kecil yang dikenal dengan Congkop. Pesantren Congkop, begitulah masyarakat mengenal lembaga pendidikan ini, karena bangunan yang berdiri pertama kali di pesantren ini adalah bangunan berbentuk Congkop (bangunan persegi semacam Joglo). Bangunan ini berdiri di lahan gersang nan labil dan sempit yang dikelilingi oleh tanah pekuburan dan semak belukar, kurang lebih 200 meter dari langgar yang didirikan oleh Kiai Syarqowi.Sejak saat itu, nama congkop sudah menjadi dendang lagu lama pemuda-pemuda prenduan dan sekitarnya yang haus akan ilmu pengetahuan. Ngaji di Congkop…mondok di Congkop…nyantri di Congkop… dan beberapa istilah lainnya. Dari congkop inilah sebenarnya cikal bakal Pondok Pesantren AL-AMIEN PRENDUAN yang ada sekarang ini dan kiai Chotib sendiri ditetapkan sebagai perintisnya.

Tapi sayang sebelum congkop menjadi besar seperti yang beliau idam-idamkan, kiai Chotib harus meninggalkan pesantren dan para santri-santri yang beliau cintai untuk selama-lamanya. Pada hari sabtu, tanggal 7 Jumadil Akhir 1349 H. / 2 Agustus 1930 M. beliau berpulang ke haribaan-Nya.Sementara putra-putri beliau yang berjumlah 8 orang sebagian besar telah meninggalkan Congkop untuk ikut suami atau membina umat di desa lain. Dan sebagian lagi masih belajar di berbagai pesantren besar maupun di Mekkah. Sejak itulah cahaya Congkop semakin redup karena regenerasi yang terlambat. Walaupun begitu masih ada kegaitan pengajian yang dibina oleh Nyai Ramna selama beberapa tahun kemudian.

Periode Pembangunan Ulang
Setelah meredup dengan kepergian kiai Chotib, kegiatan pendidikan Islam di Prenduan kembali menggeliat dengan kembalinya kiai Djauhari (putra ketujuh kiai Chotib) dari Mekkah setelah sekian tahun mengaji dan menuntut ilmu kepada Ulama-ulama Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Beliau kembali bersama istri tercinta Nyai Maryam yang merupakan putri salah seorang Syekh di Makkah Al-Mukarromah.

Sekembali dari Mekkah, KH. Djauhari tidak langsung membuka kembali pesantren untuk melanjutkan rintisan almarhum ayah beliau. Beliau melihat masyarakat Prenduan yang pernah dibinanya sebelum berangkat ke Mekkah perlu ditangani dan dibina lebih dahulu karena terpecah belah akibat masalah-masalah khilafiyah yang timbul dan berkembang di tengah-tengah mereka.
Setelah masyarakat Prenduan bersatu kembali, barulah beliau membangun madrasah yang baru yang lebih teratur dan terorganisir. Madrasah baru tersebut diberi nama Mathlabul Ulum atau Tempat Mencari Ilmu. Madrasah ini terus berkembang dari waktu-waktu termasuk ketika harus berjuang melawan penjajahan Jepang dan masa-masa mempertahankan kemerdekaan pada tahun 45-an. Bahkan ketika KH. Djauhari harus mendekam di dalam tahanan Belanda selama hampir 7 bulan madrasah ini terus berjalan dengan normal dikelola oleh teman-teman dan murid-murid beliau.

Hingga akhir tahun 1949 setelah peperangan kemerdekaan usai dan negeri tercinta telah kembali aman, madrasah Mathlabul Ulum pun semakin pesat berkembang.

????Profil KH. Maktum Djauhari,???? Pengasuh PP Al-Amien Prenduan
News Room, Jumat ( 08/01 ) Penghujung tahun 2015 merupakan tahun kelabu bagi segenap keluarga Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Amien Prenduan. Pasalnya, ujung tombak ponpes yang didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Djauhari Chothib pada tahun 1952 silam ini, dipanggil oleh Penciptanya, 2 hari menjelang peralihan tahun Masehi kali ini.

Ya, Kiai Haji Maktum Djauhari tutup usia pada 29 Desember 2015,
Kiai Maktum Djauhari lahir di Sumenep, 14 Mei 1958. Beliau adalah putra Kiai Haji Ahmad Djauhari Chothib dengan Nyai Sahati. Kiai Djauhari diketahui memiliki 5 anak dari 2 isteri
Ayah Kiai Maktum, Kiai Djauhari merupakan pendiri Ponpes Al-Amien Prenduan. Kiai Djauhari dikenal tak hanya sebagai tokoh yang mumpuni di bidang agama. Beliau juga dikenal sebagai salah satu pejuang Sumenep di era pra dan pasca kemerdekaan RI.
????Kurikulumnya ????
mengacu kepada Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Departemen Agama dan modifikasi kurikulum MAK tahun 1999, sekaligus dipadukan dengan program pendidikan ketahfidhan dan kepesantrenan secara integral. Kurikulum pendidikan nasional (Diknas) dan kurikulum lokal kepesantrenan menjadi acuan lembaga ini. Bahasa pengantar dalam proses pembelajaran formal adalah Bahasa Arab dan Inggris, kecuali untuk materi-materi tertentu yang mengharuskan penggunaan Bahasa Indonesia. Santri kelas akhir (III SMA) wajib mengikuti program niha’ie lebih diutamakan pada bimbingan kelanjutan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi.

Saat ini jumlah santri Ponpes Al-Amien Prenduan tahun ajaran 1441-1442 H atau 2020-2021 M total ada 8086 santri. Lalu melantik dan melepas 471 Alumninya untuk mengabdi di lembaga-lembaga pendidikan di seluruh nusantara.
????jumlah santri 8086????
????wasiat Pengasuh ????Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, KH. Ahmad Fauzi Tidjani, memberikan sambutan bahwa Pondok Pesantren adalah Sebuah Cita-cita Agung. Sebuah Kawah Candradimuka tempat Lahirnya Para Ulama.

“Pemimpin Umat dan Mundzirul Qaum yang siap mengabdi kepada umat, bangsa dan negara li izzil Islam wal Muslimin,” Kata Kiai Fauzi saat memberikan Irsyadad kepada para santri.

Pengasuh juga tak henti-hentinya mengingatkan seluruh unsur pondok agar tidak melupakan ruh dan jati diri mereka sebagai pejuang. “Pejuang yang mau berkorban. Para tentara-tentara Allah di medan ilmu pengetahuan,” tamzilnya.