
Jember-menaramadinah.com-Sejak terbentuknya Timrdinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) sampai hari ini, tidak ada partisipasi dari masyarakat sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 PP. No 68 tahun 2010 tentang bentuk dan tata cara masyarakat dalam penataan ruang.
Tidak ada keterbukaan informasi publik di Kabupaten Jember mengenai progres analisis peninjauan ulang Peraturan Daerah N0. 1 tahun 2015. Peraturan Zonasi perkotaan Jember pada tanggal 7 Oktober 2021, sebelum dilaksanakan peninjauan ulang Peraturan Daerah tentang RTRW disahkan.
Pada 2021, Bupati mengeluarkan keputusan hasil peninjauan kembali dari tim terkaitt evaluasi tata ruang di Jember. Hasil evaluasi 2021 yang diterbitkan bupati, kualitas (tata ruang) buruk. Nilai tata ruang Jember tidak sampai 60. Buruknya kualitas tata ruang ini akan berdampak pada tidak terjaminnya keberlanjutan tata kelola kawasan.
Saat ini RTRW Jember menggunakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015-2035 menyebutkan bahwa lahan tersebut dperuntukkan untuk pertanian. Data-data yang digunakan untuk menyusun perda itu tidak sesuai dengan kondisi yang ada, sehingga salah satu kebijakan LSD (Lahan Sawah yang Dilindungi) menimbulkan multiplier effect kepada masyarakat. Kini lahan sawah yang dilindungi mulai berkurang. Semula luas total LSD 86 ribu hektar, kini merosot di kisaran 80 ribu hektar dalam rentang satu dekade belakangan. Kebijakan tersebut muncul akibat kebutuhan akan ruang-ruang produksi untuk pengakumulasian nilai keuntungan, yang secara umum kita bisa melihat bagaimana relasi pihak pemodal dalam berbagai agenda pembangunan dan eksploitasi sumber daya alam secara masif. Kondisi tersebut muncul akibat semakin kompleksnya kapitalisme, karena dalam suatu ekspansi industri, pembangunan infrastruktur hingga penggusuran tak lepas dari campur tangan kepentingan pemodal.
Rencana lokasi pembangunan Swiss-Belhotel seluas 2 hektar oleh PT Graha Mulia Jember di kawasan Jalan Udang Windu, Kelurahan Mangli, Kecamatan Kaliwates, Jember. jelas sudah menyalahi aturan dan belum mengantongi satu pun izin yang berkaitan langsung dengan pendirian hotel PT. GMJ melakukan langkah akrobatik prosedur perijinan. Yakni, mendahului upaya meminta Kementerian ATR untuk melepas status LSD sebelum memperoleh KKPR. Jika tanpa KKPR, maka tidak akan bisa mengurus ijin-ijin seperti persetujuan bangunan gedung (PBG), ijin sertifikat laik fungsi (SLF), upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL-UPL), maupun analisis dampak lalu lintas (Andalalin).
Catatan buruk tersebut membuat anomali kebijakan Pemerintah Kabupaten Jember.
Oleh karenanya, berdasarkan pada persoalan-persoalan di atas kami lembaga PMII se-Jember dengan tegas:
- Menuntut Pemerintah Kabupaten Jember untuk tidak memberikan izin apapun terhadap semua perusahaan sebelum disahkannya
- Menuntut Pemerintah Kabupaten Jember untuk membuka partisipasi publik yang lebih luas dalam proses penyelenggaraan tata ruang di Kabupaten
- Menuntut Pemerintah Kabupaten Jember untuk tidak menghapus status Lahan Sawah Dilindungi yang hendak dilakukan pembangunan hotel oleh GMJ
- Menuntut Pemerintah Kabupaten Jember untuk menyelesaikan draft RTRW dan RDYR. HUSNU MUFID