Oleh : Muskan Gus Kampung Pinggiran.
Sejak gagalnya Prabowo Subianto dalam kontestasi pilpres 2014 dan 2019 melawan Jokowi, hingga ia bersedia bergabung dalam kabinet Jokowi, nama Rocky Gerung bagaikan peluruh kaliber 7mm (standar sipil) yang lepas dari laras pendek pistol jenis revolver yg ulirnya tak beraturan.
Salah satu sumbu orbit Rocky Gerung adalah ILC sebuah program TV Nasional sebelum dia membuat podcast pribadi.
Semua isu yang sedang berkembang dia selalu diundang menjadi pembicaranya, mulai dari isu politik, hingga hukum, budaya bahkan persoalan ekonomipun diundang sebagai pembicara.
Sebagai seorang akademisi dalam melakukan kritik terlihat jauh dari prilaku seorang akademisi, contoh ; dia mengkritik kebijkan pemerintah tentang BPIP, dia bilang : Jokowi itu du*** gak paham Pancasila dan ideologi katanya, dan masih banyak lagi hingga yg masih gres, dia mengolok olok dengan kalimat : Jokowi “baji**** to***…, dari situ terlihat sekali dia jauh dari cermin seorang akademisi.
Lalu kenapa ada pihak pihak hinga sampai marah dan berusaha mengadukannya ke polisi ?, itu karena cara menanggapi terlalu emosional yg berlebihan…
Menurut pandangan saya, jika dilihat dari aspek demokrasi yang masih mencari bentuk, mestinya kita tak perlu berlebihan menyikapinya, sebab diantara kita mungkin banyak yg kurang ahli dibidang ilmu mantik atau logika. Oleh karenanya kita (alumni ponpes) yang paham dan ahli dibidang ilmu mantik atau logika mestinya harus turun gunung untuk mengimbangi Rocky Gerung, karena tidak ada yang mengimbangi sehingga dia terlihat seperti paling hebat sendiri apalagi dianggap sebagai seorang filsuf, meski syarat dia sebagai filsuf tidak terpenuhi.
Dia (Rocky Gerung) adalah orang yang berhaluan sosialis yang baru belajar pendidikan demokrasi dan hak asasi manusia dari forum forum demokrasi (fordem) yang dikomandani Almarhum Gusdur, Marsilam Simanjutak dkk, sehingga maklum kalau dia ingin mengasah ilmunya.
Adakah bohir dibelakangnya ?, sebagaimana yang sudah diuraikan diatas, bahwa dia seorang aktifis 98 yang pro Cendana, ketika melihat junjungannya pasti terjungkal oleh gerakan reformasi, maka dia dkk termasuk Cak Nun berusaha mempertahankan junjungannya (Soeharto) dengan mendorong para tokoh reformasi (utamanya Gusdur) agar MPR tidak lagi menjadi Lembaga Tertinggi Negara, dan harus dirubah menjadi Komite Reformasi Indonesia Baru dengan menempatkan Soeharto sebagai penasehatnya, tetapi usaha mereka membujuk para tokoh reformasi gagal total karena tidak digubris oleh Gusdur.
Sehingga banyak pihak khususnya para aktivis 98 yg pro Cendana termasuk para politikus dan pengusaha hitam sakit hati hingga hari ini.
Apakah gerakan Rocky Gerung selama ini bagian dari gerakan menutup mata publik agar kemajuan dan kenaikan strata negara yang sebelumnya dibawa rezim otoritar hampir bangkrut, namun kini dibawa kepemimpinan orde reformasi yang hanya kurang dari 10 tahun, justru menjadi negara menengah dengan pendapatan perkapita diatas kisaran 9,8%.
Perlu dipahami bahwa gerakan menggagalkan hilirisasi dan pembangunan IKN oleh asing yang menggunakan proxy2nya didalam negeri sedang berjalan secara sistemtis dan masif sehingga kini telah berkembang operasi klandestain.
Hati hati dan waspadalah….!
Karena siapa bekerja untuk siapa…?, siapa lawan siapa kawan…?, semua lawan dan kawan membaur menjadi satu dalam komunitas publik, itulah klandestain.
Mungkin juga Rocky Gerung dan kita semua tidak sadar kalau sudah menjadi bagian dari operasi klandestain.
Wallahu a’lam.
#SalamIndonesiaRaya
#SalamPancasilaSakti