Menggali Khazanah Pemikiran Gus Dur

Catatan Arif.

Beberapa Kyai dan Ulama Muda berkumpul di Sebuah Pesantren di Rembang Jawa Tengah.Mereka berkumpul untuk membahas Masalah Masalah Agama yang dikonsultasikan Hukumnya oleh Umat kepada Mereka.Perkumpulan Para Ulama Muda untuk membahas Persoalan Agama Ini dikenal dengan nama Bahtsul Masa’il.

Salah Satu penanya memberikan sebuah pertanyaan menarik.Diawali dari Kisah Seorang Pedagang sukses yang hampir setiap Tahun melaksanakan Ibadah Haji.Lalu bagaimanakah Hukum dari Ibadah Haji yang dilakukan berkali kali sementara ada sesuatu yang sifatnya lebih urgent seperti membantu Pembangunan Gedung Pendidikan dsb ?

Bila Menggunakan Penalaran yang Rasional,mustinya Pertanyaan seperti ini dapat dengan mudah bisa langsung mendapat jawaban.Tanpa Melalui pertimbangan atau Referensi Keagamaan yang njelimet,tentu Jawabannya adalah : Bahwa Membantu Lingkungan sekitar yang lebih membutuhkan jelas lebih diutamakan daripada melaksanakan Ibadah yang sifatnya Hanya mempunyai status Hukum Sunnah.Perintah Haji memang kewajiban dalam Agama namun Kewajiban tersebut hanya satu kali dan mengulanginya hingga berkali kali menurut Pendapat Para Ulama Hukumnya Sunnah.

Apakah Para Ulama diatas kemudian bisa seketika memberikan jawaban atas pertanyaan yang ( semestinya ) mudah untuk diberikan jawaban ? Atau Cukupkah Para Ulama tersebut kemudian memberikan jawaban Hanya atas Dasar Ayat Qur’an dan Sunnah Nabi saja?

Tidak ! Tetap ada Penalaran yang Rasional dari Sebuah jawaban atas Masalah Agama.Dan Penalaran Atas masalah Hukum Agama/Fiqh telah mempunyai Acuan dan Sistematika tersendiri yang dikenal dengan nama Ushul Fiqh.Dari Sistematika Teori Hukum Fiqh yang bernama Ushul Fiqh inilah sebuah Hukum ” Digali ” atau Istinbath dari Teks Utama Yaitu Qur’an dan Sunnah Nabi melalui beragam metode seperti Analogi ( Qiyas ),Konsensus ( Ijma’ ) dsb.

Lalu Bagaimana Jawaban dari Penggalian Hukum melalui metode Ushul Fiqh yang dilakukan oleh Para Ulama Muda diatas? Jawabannya ternyata diketemukan dalam Sebuah Kitab karya Seorang Ulama Salaf bernama As Suyuti berjudul Asybah wa Naza’ir.Sebuah Kitab karya Ulama Klasik yang usianya hampir mencapai 6 Abad lebih.Sebuah Qaidah Hukum dalam Kitab yang dikutip tersebut berbunyi ” Al Amalul Muta’addi afdhalu minal Amalil Qashir ” Sebuah Amal atau Perilaku yang Berlanjut lebih diutamakan daripada Amal Perilaku yang berhenti.

Penjabaran dari Qaidah itu dan Mengaplikasikannya bagaimana? Bahwa Amal atau Perilaku yang berlanjut adalah Amal yang kemanfaatannya dapat dirasakan oleh Orang lain atau Dalam Bahasa Jawa disebut Sumrambah olehe Migunani.Sementara Amal yang berhenti adalah Amal yang manfaatnya hanya kembali kepada diri Sang pelaku.Berdasar Qaidah Ushul Fiqh ini,selesai sudah jawaban dari apa yang dipertanyakan. Membantu pendirian Madrasah atau Ibadah Sosial jelas adalah Kebajikan yang berlanjut dan bermanfaat sampai kapanpun.

Opini Arif Pojok Baca Nahdliyyin.dikutip dari Tulisan Abdurrahman Wahid dalam Skala Prioritas Ibadah,Tempo,24 Desember 1983 ).