Teladan Walisongo

Catatan Arif Mahdi Pondok Baca Nahdliyin Banyuwangi.

Mohon Maaf, Karena ada yang nyeletuk dan komentar terkait Mengapa Ulama masih Sibuk Berdagang/ Berbisnis, Izinkan Saya menjawab…

Dari Dahulu Kala bahkan bukan hanya Saat Kyai zaman sekarang yang berdagang,Baginda Nabi pun dulu dikenal sebagai Sosok Pedagang Tangguh.Bagaimana dahulu Sayyidatina Khadijah mengagumi Baginda Nabi karena keuletan Beliau dalam Berdagang dan Kejujuran Beliau dalam melakukan Transaksi.Dalam sebuah Hadits bahkan dinyatakan “Hendaklah kalian berdagang karena berdagang merupakan sembilan dari sepuluh pintu rizki.”

Tidak ada yang Aneh menurut Saya bila Kyai atau bahkan Pesantren Punya Bisnis yang Besar.Toko Ritel Basmalah milik Pesantren Sidogiri Pasuruan omzetnya bahkan mencapai Angka Trilyunan.Woooww….!!

Dr.Drewes, Seorang Orientalis asal Belanda dalam Bukunya An Early Javanese Code of Muslim Ethics memberikan penjelasan menarik terkait Sosok Sosok Wali Tanah Jawa yang dikenal dengan nama Walisongo.Drewes mengutip pernyataan Hoessein Djajadinigrat ( Bijdr.Kon Inst.vol 113 hl.380 ) mengatakan ” Het Samengaan Van koophandel en godsdient boefening heeft men top op heden toe ” Bahwa Seseorang dalam Perjalanannya melaksanakan Kegiatan Agama sekaligus Berdagang bukan hal yang aneh dan hal tersebut masih dapat kita lihat hingga saat ini.Selain Drewes yang mengutip pendapat Djajadinigrat terkait Ulama yang berdagang, Orientalis lain Roelofsz dalam tesisnya yang berjudul Asian Trade and European influence ( The Hague :1962 ) juga berpendapat serupa.Roelofsz berkisah tentang Sosok Malik Ibrahim ( Wafat 1419 ) yang menurutnya adalah Seorang Pedagang.

Sanad secara Sederhana maknanya adalah Ketersambungan.Jejak Baginda Nabi dahulu kala yang menjadi Seorang Pedagang tentu ( Sedikit Banyak ) akan diwarisi oleh Para Pelanjut Beliau.Pelanjut Beliau dan Keturunan Beliau yang kemudian menyebar hingga ke Maghrib,Asia Tengah hingga sampai ke Nusantara, mewarisi Perjalanan Dan Laku Hidup Datuk Mereka.

Bukan hanya Perdagangan semata Para Wali Tanah Jawa ini meniru Ajaran Baginda Nabi sebagaimana yang terdapat dalam Hadits diatas.Metode Dakwah Para Wali ini pun Juga persis 100% sama dengan Metode Dakwah Baginda Nabi.Metode atau Pola Berdakwah Baginda Nabi dahulu kala yang tidak main Hantam Kromo dengan pukulan Sesat-Bid’ah atau Pengkafiran,ditiru dengan amat sangat sempurna oleh Walisongo.Ibn Ishaq dalam Karyanya As – Sirah an Nabawiyah ( I/30 ) menuliskan sebuah Kisah menarik tentang Kondisi Zaman Jahiliah Pra Baginda Nabi. ” Amma Al Rojalu fayathufuna urotan,wa amma Al nasaa’u fatadho’u ihda hunna tsiyabaha kullaha Illa dir’an tadlrohuhu alayha,tsumma tathufu fihi…fakanu kadzalika Hatta ba’atsa Allahu Nabiyyan Shollalahu alaihi wasallam ” ( Maka Para Lelaki Mereka melakukan Tawaf dalam keadaan Telanjang, sementara Wanitanya salah satu dari mereka melepaskan seluruh pakaiannya kecuali pakaian rumah wanita yang ia kenakan pada tubuhnya kemudian Ia mengelilingi Ka’bah… Mereka selalu melakukan hal tersebut sampai kemudian Allah SWT mengutus Nabi-NYA ).

Membaca Karya Ibn Ishaq diatas yang bercerita tentang Haji Era Jahiliah dimana Mereka melakukan Ritual Haji dalam Keadaan Telanjang,apakah kemudian Baginda Nabi menghapus Haji hanya karena Ritual tersebut terjadi penyelewengan yang sedemikian parahnya pada Era sebelum Beliau dan menggantinya dengan Ritual atau Tatacara Beribadah yang sama sekali Baru dan dengan nama yang baru pula ? Tidak ! Tawaf tetap ada dalam Ritual Haji meski Konten atau isinya oleh Baginda Nabi telah diubah.

Masih Kurang ? ” Diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah, dari Ayahnya,Ia berkata : Dahulu kala pada masa Jahiliah ketika salah seorang dari kami dianugerahi Anak,maka Ia menyembelih kambing dan melumuri kepala anaknya dengan darah kambing itu hingga sampai Allah SWT mendatangkan Islam maka kami menyembelih kambing lalu mencukur rambut si bayi dan melumuri dengan minyak za’faran ( HR.Abu Daud dan Al Hakim.Sahih ).

Tradisi Zaman Jahiliah dimana Penyembelihan Kambing dan melumuri kepala Sang Bayi dengan Darah Hewan yang disembelih tersebut hingga kini tetap dapat Kita lihat jejaknya dalam Ritual Aqiqah.Ritualnya tetap ada namun konten atau isinya jelas telah berubah sekian Derajat.Tidak ada lagi Ritual melumuri kepala Sang Bayi dengan Darah dan Ketika Islam datang,Hal itu diganti dengan Minyak za’faran.

Metode Berdakwah ala Baginda Nabi diatas bisa ditiru dengan amat sangat sempurna oleh Pewaris Beliau yang Berdakwah Ribuan mil Jauhnya dari Tempat lahir Baginda Nabi.Pra Islam Tradisi Berkumpul di Rumah Duka yang diselingi oleh Acara yang tidak sesuai, Oleh para Missionaris Islam di Nusantara ini tidak diubah.Bungkusnya yaitu Acara Berkumpul tetap digunakan namun isinya yang dahulu kala diisi oleh Acara Acara yang tidak sesuai diganti dengan pembacaan kalimat Thayyibah.

Dalam menghadapi Medan Dakwah yang demikian Jauh berbeda dari Tempat kelahiran Islam, Para Walisongo Jelas tidak seperti Tukang Ceramah masa kini yang Hobi banget mengutip Ayat Tuhan dan kemudian dihantamkan kepada Mereka yang menolak Ajakannya.Walisongo jelas memahami Apa yang dahulu disampaikan oleh Sayyidina Ali.Sayyidina Ali berkata bahwa Ayat Tuhan “La Yanthiq bi lisan,wa la budda Lahu min tarjuman,wa innama Yanthiq Anhu Al – Rijal ” Bahwa Ayat Tuhan tidak mungkin berbicara dengan lisan.Ayat Tuhan membutuhkan Penerjemah atau Penafsir untuk menjelaskan kandungan isinya.Al Qur’an mampu berbicara karena Ia dibuat bicara oleh Manusia ( Penafsirnya ).

Kisah Kisah Keteladanan Para Missionaris Islam yang disebut dengan nama Walisongo Jelas tidak boleh hilang dari Ruang Batin Kita.Metode Berdakwah Walisongo dalam Proses Li Ila’i Kalimatillah di Nusantara ini yang penuh dengan Sikap Tasamuh,Tawassuth,Tawazzun dan I’tidal adalah Keteladanan wajib kita jaga dan diaplikasikan menjadi sebuah laku hidup.Dan Pojok Baca Nahdliyyin sebagai Wadah Kami untuk menumbuhkan Budaya Berliterasi dan semangat membaca yang baik, menjadi wasilah bagi Kami untuk menyebarkan Keteladanan Para Walisongo tersebut.Melalui Buku,Kami sebarkan Buku Cerita Walisongo Bergambar kepada Anak Anak Didik terutama yang ada di Taman Pendidikan Al Qur’an dimana Pojok Baca Nahdliyyin Kami berdiri.Kami jelas tidak ingin terjadi keterputusan sejarah.Dampak dari keterputusan sejarah ini teramat fatal.bila dahulu kala Walisongo tidak pernah tercatat dalam berbagai Sejarah mencaci maki Orang lain atau bahkan menghujat siapapun yang berbeda, kini hal tersebut nyata terlihat.Seenak Udelnya Tukang Tukang Ceramah pada saat ini menghujat siapapun yang berbeda dengan kata kata kotor dan buruk.Dan ironisnya, Cacian atau Hujatan tersebut mereka bungkus dengan Jubah Ayat Tuhan atau Sunnah Nabi.Ironis….!!!

( Mohon maaf, Gambar Walisongo ini tentu bukan Real Wajah Mereka.Sekedar memudahkan Objek Dakwah Saja Saya rasa Penggambaran Sosok Walisongo sesuai Gambar…Hehehe )