Ketika Warga RT 003 RW 009 Jemurwonosari Wonocolo Surabaya Memperingati HUT Kemerdekaan RI ke 74

Surabaya-Warga Rt 003 Rw 009 Jemurwonosari Wonocolo Sirabaya kembali memparingati HUT Kemerdekaan RI ke 74  dengan penuh semangat juang 1945.

Pada tahun 2019 ini  diadakan berbagai kegiatan lomba permainan anak anak. Tapi tidak menggelar jalan sehat seperti tahun tahun sebelumnya. Namun demikian tidak mengurangi semangat untuk tetap memeriahkan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia.

Puncak acara kegiatan HUT Kemerdekaan RI di RT003 RW009 dengan menggelar acara di Jl Gang Lebar Jemurwonosari Surabaya.

Seluruh warga RT003 RW009 yang memiliki semangat juang 1945 hadir dengan dudul bersila dalam formasi kotak memanjang dari utara ke selatan.

Acara dimulai tepat jam 08.00 diawali pembukaan dengan membaca doa dan lagu Indonesia Raya dipimpin Mbak Siti Aisyah. Dipandu pembawa acara Heriyatini,SPd.

Berlanjut tahlil dan doa yang ditujukan kepada arwah pahlawan yang telah meninggal dunia, baik yang dikenal maupun tidak dikenal. Untuk tahlil pemimpin Drs. Supardi dan doa oleh Drs. Husnu Mufid,MPdI. Suasana khidmat saat tahlil dan doa berkumamdang. Anginpun berhembus kencang.

Selanjutnya sambutan dari Ketua RT Yanto, SE yang diwakili oleh Sekretaris RT. Disini disampaikan tentang partisipasi warga untuk mensukseskan iuran kebersihan. Guna membayar petugas pembuang sampah. Mengingat sampah yang dibuang warga cukup banyak.

Kemudian dilanjutkan sambutan dari sejarawan Jemurwonosari Gang Lebar Wonocolo Surabaya. Yaitu Drs. Husnu Mufid,MPdI. Dalam pidatonya menjelaskan tentang proses bahan  bendera merah putih. Yang ternyata kaon warna merah hasil pembelian dari penjual soto di Jl. Pegangsaan Timur Jakarta.

Juga menceritakan kondisi Surabaya di zaman pasca Indonesia mengumumkam proklamasi. Ada perebutan bendera di Hotel Oranye Surabaya yang berakhir dengan perobekan bendara Belanda menjadi bendera Merah Putih.

Tidak kalah pentingnya Husnu Mufid menyampaikan, bahwa budaya mesok jancuk itu bukan budaya orang Surabaya. Tapi kata kata yang sering diucapkan oleh Belanda dan para pengkhianat bangsa Indonesia yang cukup lama menduduki Surabaya.

“Oleh karena itu, jangan dituru. Orang Surabaya asli bicaranya sangat santun. Tidak pernah mesoh. Bahkan pahlawan bangsa,”ujar Husnu Mufid berapi api.

Pada saat terjadi peristiwa 10 November 1945, lanjut Husnu Mufid mengarakan para kiai mengerahkan santri santrinya ke Surabaya. Seperti Kiai dari Banyuwangi, Situbondo, Cirebon, Jombamg, Mojokerto, Kediri dan daerah lainnya. Jadi para kiai dan santri punya andil dalam pertempuran 10 November 1945 yang diawali dengan Deklarasi Revolusi Jihad oleh KH. Hasyim Asyari Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.

Usai menyampaikan pidato sejarah perjuangan bangsa Indonesia dilanjutkan serah terima buku berjudul Peran Para Kiai Dalam Perang 10 November 1945 di Surabaya kepada Ketua RT Mas Yanto, SE dan Drs. Mustaqim selaku tokoh masyarakat.

Berlanjut pembagian buku kepada seluruh warga yang hadir diacara barian HUT Kemerdekaan RI 1945. Mereka menerima dengan senang hati. Karena ada buku yang pengisahkan peran para kiai dan santri.

Kemudian acara selanjutnya pembagian hadiah  lomba kepada anak anak yang menang dalam berbagai kegiatan lomba. Sebagai penutup diadakan pembagian nasi kepada warga untuk dimakan ditempat dan dibawa pulang.

Husnu Mufid

Jurnalis Citizen MM.com