Ragam Hadits Nabi & Hadits2 Kejujuran

Surabaya Menara Madinah Com.
Jumat 24 maret 2023 pukul 13.00-15.00 wib, kami mengikuti pembelajaran mata kuliah Studi Hadits prodi PBA FTK UINSA, dengan tema : Makna Hadits, Bentuk2 nya & Hadits2 Nabi Muhammad Saw Tentang Kejujuran.
Pemakalah : M. Ulul Azmi, Nurul Afiyah, Shilvy Muhda Sabila & sebagai moderator Muh. Abdur Rafi Alfawaz.

Kami mempresentasikan makalah dengan bahasa Arab & Indonesia. Dari kuliah studi hadits ini kami dilatih oleh dosen pembimbing untuk berbicara dengan menggunakan pengantar bahasa Arab.
Di antara catatan catatan penting makalah kami :

Secara etimologi, hadis adalah kata benda (isim) dari kata al-Tahdis yang berarti pembicaraan. Kata hadits mempunyai beberapa arti, yaitu:

1. “Jadid” (baru), sebagai lawan dari kata”qadim” (terdahulu). Dalam hal ini yang dimaksud qadim adalah kitab Allah, sedangkan yang dimaksud jadid adalah hadis Nabi saw. Namun dalam rumusan lain mengatakan bahwa Al-Qur’an disebut wahyu yang matluw karena dibacakan oleh Malaikat Jibril, sedangkan hadis adalah wahyu yang ghair matluw sebab tidak dibacakan oleh malaikat Jibril. Nah, kalau keduanya sama-sama wahyu, maka yang satu qadim dan lainnya jadid tidak perlu ada.
2. “Qarib”, yang berarti dekat atau dalam waktu dekat belum lama,
3. “Khabar”, yang berarti warta berita yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang. Hadis selalu menggunakan ungkapan أخبرنا, حدثنا, أنبأنا(mengabarkan kepada kami, memberitahu kepada kami dan menceritakan kepada kami). Dari makna terakhir inilah diambil perkataan “hadits Rasulullah” yang jamaknya “ahadits”
Allah-pun, memakai kata hadits dengan arti khabar dalam firman-Nya:
فَلْيَأْتُوْا بِحَدِيْثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوْا صَادِقِيْنَ
Artinya: “Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang sepertinya jika mereka orang benar”.(QS.52:34).

Makna Hadits Secara Terminologi
Sedangkan menurut istilah (terminology), para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya.

Seperti pengertian Hadits menurut ahli ushul akan berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh ahli hadis. Menurut ahli hadis, pengertian hadis adalah Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya. Yang dimaksud dengan “hal ihwal” ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW. yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya.

Ada juga yang memberi pengertian lain, Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau. Sebagian muhadditsin berpendapat bahwa pengertian hadis diatas merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadis mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. (hadis marfu’) saja.

Melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadis mauquf), dan tabi’in (hadis maqta’), sebagaimana disebutkan oleh Al-Tirmisi: “Bahwasanya hadis itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf, yaitu yang disandarkan kepada tabi’in”.

Sementara para ulama ushul memberikan pengertian hadits adalah: “Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya”. Berdasarkan pengertian hadis menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentua-ketentuan Allah yang disyariatkan kepada manusia.

-Bentuk-bentuk Hadits
Berdasarkan pengertian istilah yang dikemukakan oleh ulama, secara lebih mendetail bentuk-bentuk (cara-cara) yang termasuk kedalam kategori hadis menurut Muhammad Abdul Rauf, seperti dikutip Syuhudi Ismail, ialah: Sifat-sifat Nabi SAW. yang dikemukakan sahabat, perbuatan dan akhlak Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh para sahabat serta sikap dan perbuatan para sahabat yang didiamkan/dibiarkan Nabi SAW. (disebut juga dengan taqrir an-nabiy); Sebagaimana uraian tersebut, pada bahasan ini akan diuraikan tentang bentuk Hadits Qouli, Fi’li, Taqriri.
1. Hadits Qouli
Segala yang disandarkan kepada Nabi SAW. yang berupa perkataan atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan, baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, akhlak, maupun yang lainnya. Di antara contoh Hadits Qouli ialah
hadits tentang bacaan al-Fatihah dalam shalat, yang berbunyi:
لا صلاة لمن لم يقرا بفاتحة الكتاب . رواه مسلم
“Tidak sah shalat seseorang yany tidak membaca Fatihah Al- Kitab”. (HR. Muslim)

2. Hadits Fi’li
Segala yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa perbuatannya yang sampai kepada kita. Seperti Hadits tentang shalat dan haji. Contoh Hadits Fi’li tentang shalat adalah sabda Nabi SAW. yang berbunyi:
صلو كما رأيتموني أصلى . رواه البخاري
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”. (HR. Bukhari). Contoh lainnya, Hadits yang berbunyi:
كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلى على راحلته حيث ما توجّت به . رواه الترمذي
“Nabi SAW shalat diatas tunggangannya, ke mana saja tunggangannya itu menghadap”. (HR. Al=Tirmidzi)
3. Hadits Taqriri
Hadis yang berupa ketetapan Nabi terhadap apa yang datang atau yang dilakukan oleh para sahabatnya. Abdul Wahhab Khallaf dalam bukunya ‘Ilm Usul al-Fiqh menyatakan bahwa hadis taqriri adalah penetapan Rasulullah atas sesuatu yang dilakukan sahabat baik berupa ucapan maupun perbuatan dengan cara mendiamkannya, tidak menunjukkan tanda-tanda ingkar, menyetujui dan menganggapnya baik.
Perkataan atau perbuatan sahabat digolongkan hadis taqriri manakala perkataan atau perbuatan sahabat tersebut tidak mendapat sanggahan dari Nabi dan disandarkan sewaktu Rasulullah masih hidup, serta dilakukan oleh orang yang taat kepada agama Islam. Sebab diamnya Nabi terhadap apa yang dilakukan atau diucapkan oleh orang kafir atau orang munafiq bukan berarti memberi persetujuan. Diantara contoh Hadits Taqriri:
لا يصلّين أحد العصر إلّا في بني قريظة . رواه البخاري
“Janganlah seorangpun shalat ‘Asar kecuali di Bani Quraizah)”.

Sebagian sahabat memahami larangan tersebut berdasarkan pada hakikat perintah tersebut, sehingga mereka tidak melaksanakan shalat ‘Asar pada waktunya. Sedang segolongan sahabat lainnya memahami perintah tersebut dengan perlunya segera menuju Bani Quraizah dan jangan santai dalam peperangan, sehingga bisa shalat tepat pada waktunya. Sikap para sahabai ini dibiarkan oleh Nabi SAW. tanpa ada yang disalahkan atau diingkarinya.

2.4 Contoh-contoh Hadits Kejujuran
عن عبد الله بنِ مسعود عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : إنّ الصِّدْقَ يَهدِي إلى البرِّ وإنّ البرَّ يهدي إلى الجنة وإنّ الرجل ليَصْدُقُ حتّى يُكتبُ عند الله صِدْقا وإنّ الكذب يَهْدي إلى الفُجُور وإن الفجورَ يهديْ إلى النار وإنّ الرجل ليَكْذِبُ حتى يُكتبَ عند الله كَذّابا ( متفق عليه)
“Dari Abdullah bin Ma’sud dari Nabi SAW beliau bersabda: Sesungguhnya jujur itu membawa jalan kebajikan dan sesungguhnya kebajikan itu membawa ke jalan surga. Dan sesungguhnya seseorang yang senantiasa jujur sehingga dicatat disisi Allah sebagai seorang yang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu membawa jalan kedurhakaan. Dan sesungguhnya kedurhakaan itu membawa ke neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang senantiasa bohong sehingga dicatat di sisi Allah sebagai pembohong”. (Hadits Bukhari Muslim)
عن أبي هريرة أنّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ايةُ المنافقِ ثلاث إذا حَدثَ كذبَ وإذا وعد أخلف و إذا ؤتمن خان (متفق عليه)
“Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga yaitu apabila berkata bohong, dan apabila berjanji tiada menepati dan apabila dipercaya (diberi amanat) berkhianat”. (Hadits Bukhari Muslim)
عن عَمّار قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم مَن كان له وَجْهَان في الدُّنيا كان له يوم القيامة لٍسانان مِن نار (رواه ابوا داود)
Dari Ammar dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa di dunia mempunyai dua muka, maka nanti di hari qiamat akan punya dua lidah/lisan dari api. (Hadits Riwayat Abu Dawud)
عن أبي محمد الحسن بن علي بن أبي طالب رضي الله عنهما قال : حفِظتُ مِن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : دَعْ ما يُرِيبُكَ إلى مالا يريبك فإنّ الصدق طُمأْنينةٌ والكذبَ ريبةٌ (رواه الترميذي)
“Dari Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Thalib, ia berkata: Saya hafal dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: Tinggalkan sesuatu yang meragukanmu mengambil sesuatu yang tidak meragukanmu, sebab sesungguhnya jujur (kebenaran itu) tenang, sedangkan bohong/dusta itu adalah keragu-raguan”. (Hadits Riwayat Tirmidzi)
Nilai 2 pendidikan dari 4 hadits tentang kejujuran adalah :
1. Jujur adalah akhlak nabi Muhammad Saw. Nabi Muhammad sukses membangun peradaban manusia adalah dengan bekal KEJUJURAN.
2. Dusta, ingkar janji, khianat adalah pangkal kemunafikan, yang menjerumuskan manusia pada perbuatan tercela.
3. Kejujuran berdampak pada kedamaian hati sedangkan dusta berdampak pada kecemasan.
Jika nilai nilai kejujuran diterapkan pada dunia pendidikan akan membawa kemajuan bangsa.
Kalau diterapkan pada dunia lembaga pemerintahan, akan melahirkan aparatur negara yang bersih enggan untuk korupsi.
Negara akan hancur, rusak manakala dikelola oleh orang orang yang tidak jujur.
Semoga bermanfaat…barakallah..
Penulis : M. Ulul Azmi, Nurul Afiyah, Shilvi Muhda Sabila, Mahasiswa PBA FTK Uinsa.