Makna Hadits, Ragamnya Dan Hadits Hadits Tentang Kejujuran.

Surabaya Menara Madinah Com.
Selasa 21 maret 2023 pukul 13.00-15.30 kami mengikuti perkuliahan mata kuliah studi hadits, dengan agenda kegiatan :
1. Do’a dan Dzikir bersama.
2. Presentasi makalah dengan bahasa Arab & Indonesia
3. Tanya Jawab
4. Tugas harian.
5. Absensi kehadiran

Pemakalah hari ini : M. Rafi Dzikriansyah (047), Ade Rizky Hermawan (029), Sindha Putri Rahmadani (100) dan Laura Rahmatul (083).

Sebagai moderator G. Sofyansyah Putra.
2 orang dari pemakalah menggunakan bhs Arab sebagai pengantar diskusi dan 2 orang lagi menggunakan bahasa Indonesia.
Berikut catatan-catatan penting dari diskusi kelompok kami :
PENGERTIAN HADIST SECARA ETIMOLOGI

Menurut Ibn Manzhur, kata’hadis’ berasal dari bahasa Arab, yaitu al-hadis, jamaknya al-haditsan, dan al-hudtsan. Secara etimologis, kata ini memiliki banyak arti, diantaranya al-jadid (yang baru) lawan dari al-qadim (yang lama), dan al-khabar yang berarti kabar atau berita.

M.M Azami mendefinisikan kata ‘hadis’, secara etimologi (lughawiyah), berarti komunikasi, kisah, percakapan, religious atau sekular, historis atau kontemporer.dalam Al-Quran, kata hadis ini digunakan sebanyak 23 kali. Berikut contoh-contohnya.

a.       Komunikasi religius : risalah atau Al-Quran
Allah SWT berfirman : “Allah Ta’ala menurunkan secara bertahap hadis (risalah) yang paling baik dalam bentuk kitab (Q.S. Az-Zumar 39:23)”.
Firmanya lagi :”Maka serahkanlah (ya muhammad) kepadaku (urusan) orang-orang yang mendustakan hadis (Al-Quran) ini (Q.S. Al-Qalam 68:64)”.

b.      Kisah tentang suatu watak sekular atau umum
Allah SWT berfirman : “Dan apabila kamu melihat orang-orang meperolokkan ayat ayat kami, tinggalkanlah mereka sehingga membicarakan hadis (perkataan) yang lain (Q.S. An’am 6:68)”.

c.       Kisah historis
Allah SWT berfirman : “Apakah telah sampai kepadamu hadis (kisah) Musa? (Q.S. Thaha 20:9)”.

d.      Kisah kontemporer atau percakapan
Allah SWT berfirman : “Ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya suatu hadis (kisah) (Q.S. At-Tahrim 66:3)”.
Dari ayat tersebut bahwasanya kita dapat menyimpulkan kata hadis dalam AL-Quran artinya kisah, komunikasi atau risalah religius maupun sekular, dari masa lampau ataupun masa kini.
PENGERTIAN HADIST SECARA TERMINOLOGIS

Para ulama, baik muhadisin, fuqaha ataupun ulama ushul, merumuskan pengertian hadis berbeda-beda. Perbedaan tersebut karena keterbatasan dan tinjauan objek masing-masing, yang mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya.
Ulama hadis mendefinisikan hadis sebagai berikut

“segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi”.
Menurut ahli ushul fiqih

“Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, selain AL-Quran Al-karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang bersangkut-paut dengan hokum Syara’”.

Murut ahli fuqaha
“Segala sesuatu yang ditetapkan Nabi SAW. Yang tidak bersangkut paut dengan masalah-masalah fardhu atau wajib”.
Perbedaan pandangan tersebut melahirkan pengertian hadis secara terbatas dan pengertian luas
Menurut Jumhur Al-Muhaditsin
“sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya”.

Dengan demikian menurut ulama hadis, esensi dari hadis adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sabda, perbuatan, taqrir, dan hal ikhwal (sifat dan kepribadian) Nabi Muhammad SAW.

Adapun pengertian hadis secara luas, yang dikatakan oleh Muhammad Mahfudz At-Tirmidzi
“sesungguhnya hadis bukan hanya yang dimarfukan kepada Nabi Muhammad SAW. melainkan dapat pula disebutkan pada yang mauquf (dinisbatkan pada perkataan dan sebagainya dari sahabat) dan maqthu’ (dinisbatkan pada perkataan dan sebagainya dari tabiin)”.
Itulah beberapa wawasan pengertian hadis secara etimologis dan terminologis. Semoga bisa bermanfaat serta menambah wawasan anda.

HADIST QOULI

Hadist qauli adalah segala bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi s.a.w. maksudnya adalah hadist ini berupa perkataan Nabi s.a.w., yang berisi berbagai macan tuntutan, petunjuk syari’at, peristiwa atau kisah, baik berkaitan dengan akidah, syari’at maupun akhlaq.

Adapun diantara contoh hadist qauli ialah hadis yang berisi tentang kecaman Nabi s.a.w., kepada orang-orang yang mencoba memalsukan hadist-hadist yang berasal dari Nabi Muhammad s.a.w.,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ. {رواه مسلم}
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah s.a.w., besabdah “Barang siapa sengaja berdusta atas diriku, maka hendaklah ia bersiap-siap menempati tempat tinggalnya di neraka.”

Hadis tentang doa Rasulullah kepada orang yang mendengar, menghafal dan menyampaikan ilmu

Dari Zaid bin dabit ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Semoga Allah memperindah orang yang mendengar hadis dariku lalu menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain, berapa banyak orang menyampaikan ilmu kepada orang yang lebih berilmu, dan berapa banya
HADIST FI’LI

Hadis fi’li ialah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi s.a.w., dalam artian hadist ini berisi tentang perbuatan Nabi s.a.w., yang diikuti oleh para sahabat dan semua ummat Islam.

Adapun yang termasuk pada kategori ini diantaranya ialah hadis-hadist yang didalam terdapat lafadz-lafadz kana/yakunu (يَكُوْنُ/كَانَ) atau ra’aitu/ra’aina (رَأَيْنَا/رَأَيْتُ), seperti contoh hadis dibawah ini:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقْسِمُ بَيْنَ نِسَائِهِ فَيَعْدِلُ وَيَقُوْلُ: أَللَّهُمَّ هَذِهِ قِسْمَتِيْ فِيْمَا أَمْلَكَ فَلاَ تُلْمِنِي فِيْمَا تَمْلِكُ وَلاَ أَمْلَكَ. {رواه أبو داود والترمزي والنساء وابن ماجه}

Artinya: Dari A’isyah, sesungguhnya Nabi Muhammad s.a.w., membagi (nafkah batin dan giliranya), diantara istri-istrinya dengan adil. Beliau bersabdah, “Ya Allah! Inilah pembagiankau pada apa yang aku miliki. Janganlah engkau mencelaku dalam perkara yang tidak aku miliki.”(H.R. Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah)

Contoh Hadits Fi’liyah (Perbuatan)
Contoh-contoh hadits yang berupa perbuatan Nabi (fi’liyah) banyak kita temukan, diantaranya seperti cara-cara nabi melakukan shalat (baik shalat wajib maupun shalat sunah), tata cara mengerjakan ibadah haji, memutuskan sebuah perkara yang terjadi di para sahabat berdasarkan saksi dan berdasarkan sumpah, dan adab-adab berpuasa.

Semua hadits yang berkaitan dengan hal-hal ini diterima dari nabi dengan perantaraan sunnah fi’liya (hadits dalam bentuk perbuatan), lalu kemudian para sahabat menukilnya.
Contohnya hadits nabi untuk meneladani nabi dalam urusan shalat, Nabi saw bersabda :
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ اُصَلِّيْ (رواه البخارى ومسلم عن مالك
“Bershalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku bershalat”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari Malik ibn Huwairits)
HADIST TAQRIRI

Hadis taqrir merupakan hadist yang berisi ketetapan Nabi s.a.w., terhadap perkara yang datang atau dilakukan oleh para sahabatnya. Nabi s.a.w., mendiamkan atau membiarkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau mempemasalahkanya.

Oleh karena itu sikap Nabi s.a.w., yang seperti ini oleh para sahabat dijadikan hujjah (dalil) atau memiliki kekuatan hukum untuk menetapkan suatu kepastian Syara’.
Contoh dari hadis taqriri ialah sikap Rasulullah s.a.w, yang membiarkan para sahabat dalam menafsirkan sabdahnya tentang salat pada suatu peperangan, yaitu:
لاَ يُصَلِّيْنَ أَحَدُ الْعَصْرَإِلاَّ فِي بَنِيْ قُرَيْضَةُ. {رواه البحاري}
Artinya: Janganlah sorang pun melakukan shalat Ashar, kecuali nanti di Bani quraidhoh. (H.R Al-Bukhori)
Untuk contoh hadits taqriri (penetapan) adalah sebagai berikut :

Diriwatkan oleh Al-Bukhari dan Imam Muslim bahwa sahabat Khalid bin Walid memakan dhab (sejenis biawak) yang kemudian dihidangkan kepada Nabi saw, akan tetapi Nabi enggan untuk memakannya.

Lalu sebagian sahabat (Khalid) bertanya: “Apakah kita diharamkan makan dhab, wahai Rasulullah?” Nabi saw menjawab :
لاَ، وَلَكِنَّهُ لَيْسَ فِى اَرْضِ قَوْمِي، كُلُوْا فَإِنَّهُ حَلَالٌ
“Tidak, hanya saja binatang ini tidak ada di negeriku (oleh karena itu aku tidak suka memakannya). Makanlah, sesungguhnya dia (dhab) halal”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim)
HADITS HADITS TENTANG KEJUJURAN
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta” (HR. Muslim)

عن ابن عمر أنّ النبي ص.م. قال: إذا كذب العبد تباعد الملك من نتن ماجاء به (رواه الترمذي)
“dari ibnu umar sesungguhnya nabi SAW bersabda: apabila seorang hamba berbohong maka malaikat akan menjauhinya satu mil dari tempat datangnya ”

عن عائشة رضي الله عنها قالت : ماكان خلق أبغض الى رسوللّه ص.م. من الكذب (رواه الترمذي)
“ Dari Aisyah beliau berkata : Budi pekerti yang paling yang tidak disenangi (paling dibenci) Rasulullah SAW adalah bohong atau dusta” (H.R Tirmidzi)

عن أسماء بنت يزيد قالت : قال رسوللّه ص.م. لايحلّ الكذب الاّ في ثلاث يحدّث الرجل إمرأته ليرضيها و الكذب في الحرب والكذب ليصلح بين الناس (رواه الترمذي)
” Dari Asma’ binti Yazid: Rasulullah SAW bersabda: Tidak boleh bohong kecuali dalam tiga perkara : yaitu seorang suami ngomong dengan istrinya agar disenangi dan bohong peperangan dan bohong untuk mendamaikan sesama manusia.” (H.R Tirmidzi)

عن أبي هريرة رضي اللّه عنه أنّ رسول اللّه ص.م. قال: انّ من شرّ النّاس ذا الوجهين ياتي هؤلاء بوجه وهؤلاء بوجه (رواه مسلم)
“ Dari Abu Hurairah Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya tanda orang jelek itu, dia mempunyai dua muka, datang kesini dengan muka ini dan datang kesana dengan muka yang lain.”

حديث ابي موسى الأشعري رضي الله عنه انّ النبي صلى اللّه عليه وسلّم سئل ايّ المسلمين افضل؟ من سلم المسلمون من لسانه ويده (متفق عليه)
“ Dari Abi Musa Al Asy’ary, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW ditanya : Orang-orang islam yang bagaimana yang paling utama? Beliau menjawab: yaitu orang islam yang lidah dan tangannya selamat (tidak suka mengganggu yang lain) (H.R Bukhari Muslim)
IMPLEMENTASI HADITS NABI DALAM LINGKUP PENDIDIKAN
Terciptanya generasi penerus bangsa yang memiliki sikap jujur, tentu merupakan idaman semua masyarakat Indonesia, karena itu setiap lembaga pendidikan tidak boleh abai dalam mewujudkannya. Dengan demikian, lembaga pendidikan mesti benar-benar mampu menciptakan peserta didik yang menjadikan kejujuran sebagai pegangan hidupnya.Sepintar apa pun peserta didik, bila tidak diajarkan kejujuran akan mudah bagi mereka terjerumus dalam kebohongan. Peserta didik yang terjerumus dalam sikap tersebut, ke depan pasti akan kesulitan dalam membangun kehidupan bangsa ke arah yang lebih baik.
Menurut Zubaedi, kejujuran adalah kemampuan menyampaikan kebenaran, mengakui kesalahan, dapat dipercaya dan bertindak secara terhormat.
Penanaman sifat kejujuran di sekolah patut ditekankan sebagai bagian dari tujuan pendidikan. Karena tujuan pendidikan tidak hanya untuk meningkatkan kecerdasan intelektual semata, tetapi juga dalam rangka meningkatkan kualitas budi pekerti. Salah satu peningkatan kualitas budi pekerti dapat dilakukan oleh sekolah melalui penananam kejujuran.
IMPLEMENTASI HADITS NABI DALAM LINGKUP SOSIAL
Manusia tidak bisa lepas dari kehidupan sosial, hadist di atas berfungsi untuk menekankan kepada seluruh manusia bahwasanya kejujuran itu sangat penting bagi kehidupan bersosial kita, karena apa?, ketika seseorang manusia berbohong sekali kepada masyarakat maka orang itu akan tidak akan di percaya masyarakat lagi, karena nilai kejujuran di mata masyarakat adalah sangat penting dan krusial, sebagai umat muslim yang beriman seharusnya kita memiliki jiwa kejujuran yang sangat tinggi, saat kita diberikan amanah oleh satu orang maka seyogyanya kita wajib menjalankan apa yang telah diamanahi oleh orang tersebut. Jika kita berhasil atau sukses mengerjakan apa yang diamanahi orang tersebut, karena kalau kita sekali dipercaya maka akan dipercaya seterusnya begitupun sebaliknya.

Penutup
Menurut Ibn Manzhur, kata’hadis’ berasal dari bahasa Arab, yaitu al-hadis, jamaknya al-haditsan, dan al-hudtsan. Secara etimologis, kata ini memiliki banyak arti, diantaranya al-jadid (yang baru) lawan dari al-qadim (yang lama), dan al-khabar yang berarti kabar atau berita. M.M Azami mendefinisikan kata ‘hadis’, secara etimologi (lughawiyah), berarti komunikasi, kisah, percakapan, religious atau sekular, historis atau kontemporer.dalam Al-Quran, kata hadis ini digunakan sebanyak 23 kali. Para ulama, baik muhadisin, fuqaha ataupun ulama ushul, merumuskan pengertian hadis berbeda-beda. Perbedaan tersebut karena keterbatasan dan tinjauan objek masing-masing, yang mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya. Ulama hadis mendefinisikan hadis sebagai berikut “segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa qouli, fi’li, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi”. Menurut ahli ushul fiqih “Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, selain AL-Quran Al-karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang bersangkut-paut dengan hukum Syara’”.
Dari diskusi mata kuliah Studi Hadits ini kami dilatih bapak dosen untuk berani berbicara dengan bahasa Arab setiap dalam diskusi.
Barakallah…

Penulis :M. Rafi Dzikriansyah, Ade Rizky Hermawan, Sindha Putri Rahmadani, Laura Rohmatul Azkiya Mahasiswa PBA FTK UINSA.