Jelang Ramadan BRIN dan Muhammadiyah Beda Tafsir Soal Wujudul Hilal

Jakarta-menaramadinah.com-Peneliti Badan Reset dan Inovasi Nasional ( BRIN ) Thomas Djamaludin mengkritik  penetapan kalender Islam oleh Muhamamadiyah menggunakan teori yang sudah usang.

Alasannya kriteria Wujudul Hilal yang dipedomani Muhammadiyah dalam menetapkan kalender Islam. Karena mirip dengan pendekatan geosentris, yang menanggap Bumi sebagai pusat tata surya.

Wujudul Hilal, kata dia, tidak mungkin dilihat jika itu dekat ufuk. Ketika matahari mendahului bulan atau terbenam lebih dahulu dibandingkan dengan matahari itu disebut wujudul hilal.

“Nah ini sesungguhnya teori geosentrik, bumi sebagai pusat dan bulan itu mengelilingi bumi. Itu yang kemudian saya sebut teori usang,” kata dia.

Ia mengatakan konsep bulan mengejar matahari atau matahari mengejar bulan menjadi dasar pemikiran Wujudul Hilal.

Seolah matahari dan bulan berkejaran di orbitnya mengelilingi bumi seperti dalam faham geosentrik.

Sementara kriteria Wujudul Hilal, bulan kamariah baru dimulai apabila pada hari ke-29 berjalan saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat berikut secara kumulatif, yaitu telah terjadi ijtimak, ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam, pada saat Matahari terbenam Bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk.

Pakar Falak Arwin Juli Butar-butar dari Muhammadiyah  menjawab kritikan, Thomas Djamaludin.Ia mengatakan metode itu merupakan hasil ijtihad dengan intensitas kajian yang sama sekali tidak dangkal.Menurut Arwin, bagaimanapun sebuah ijtihad dalam fikih Islam, terlepas dari keunggulan dan kekurangannya, tentu harus dihormati. Manakala tidak sesuai atau tidak memenuhi keinginan suatu pihak tentu tidak boleh dinilai secara tendensius, apa lagi distigma negatif.

Arwin menyayangkan adanya pernyataan dari Thomas tersebut yang menganggap bahwa wujudul hilal merupakan kriteria yang telah usang. Menurutnya, penentuan awal bulan di dalam tubuh Muhammadiyah melewati dirkusus yang panjang.

“Sesuai tabiatnya, Muhammadiyah adalah organisasi yang memiliki karakter progresif dan berkemajuan, yang dalam konteks penentuan awal bulan Muhammadiyah memiliki analisis historis mendalam dan pada saat yang sama memiliki sorotan maslahat jauh ke depan yang ditunjukkan dengan gagasannya tentang Kalender Global,” kata dia.

Husnu Mufid