Catatan Drs. Husnu Mufid, M.PdI Sejarawan Surabaya.
Soal hutang dan memajaki rakyat itu pernah dilakukan Raja Surakarta Hadiningrat Solo dan Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat kepada Penjajah Belanda.
Hutang dari kedua kerajaan di Jawa berakhir itu dengan menyerahkan Daerah Blitar dan Pantai Pesisir Jawa bagian Utara diserahkan kepada Belanda.
Dalam perjalanan selanjutnya hutang yang menunpuk dari dua kerajaan itu berakhir menyerahkan kekuasaannya kepada Penjajah Belanda.
Sementara Penjajah Belanda (VOC) banyak hutangnya kepada Kerajaan Belanda yang ada di Nederland. Akibatnya VOC memajaki rakyat Jawa yang Dalam kondisi ekonominya lemah.
Pajak dalam bentuk uang tidak bisa ditarik. Karena rakyat Jawa tidak punya hutang. Kemudian VOC menggunakan cara Tanam Paksa bagi rakyat Jawa. Kemudian berlanjut membuat Jalan Raya Anyer Panarukan. Yang terkenal dengan nama Kerja Rodi.
Kondisi tersebut rupanya kini terulang lagi kepada pemerintahan sekarang. Pemerintah hutangnya mencapai 7 Trilyun untuk membangun infrastruktur Jalan Tol. Dengan hutang kepada Cina.
Sementara Sri Mulyani Menteri Keuangan menggeber memajaki rakyat dari yang kaya hingga rakyat kecil. Boleh dibilang semua dikenai jak.
Awalnya bangga karena sukses menarik pajak rakyat. Tapi setelah ada kasus anak Rafael. Baru Sri Mulyani pusing tujuh keliling. Karena banyak petugas pajak korupsi dan tidak bayar pajak.
Mahfud MD menyatakan ada 300 Trilyun pergerakan uang pencucian di Kementrian Keuangan. Akibatnya rakyat dan aktivis marah mintak Direktorat Pajak dan Sri Mulyani mundur. Bila perlu dipecat oleh Jokowi. Tapi hingga kini Sri Mulyani masih tetap menduduki jabatannya dan sempat mengancam jika rakyat tidak bayar pajak akan disuruh meninggalkan Indonesia. Bahkan lebih sombongnya akan menaikkan BBM 3 kali lipat.
Ancaman tersebut bikin rakyat dan aktivis marah dan melakukan demo minta Sri Mulyani turun. Karena membiarkan anak buahnya melakukan korupsi berjamaah dan tidak bayar pajak.