GANTUNG DIRI SISWA KELAS IV SD DI PESANGGARAN; BUKTI BELUM OPTIMAL BANYUWANGI SEBAGAI KABUPATEN LAYAK ANAK

Oleh : Mochammad Rifai*

Berita aksi bunuh diri dan gantung diri dalam dua  bulan di tahun 2023 ada sekitar 7 persitiwa. Sungguh berita ini sangat mengenaskan hati karena rata-rata terjadi pada kondisi keluarga yang bermasalah. Keluarga yang kurang sehat; kondisi ekonomi yang memprihatinkan, persoalan sosial, internal keluarga, tekanan psikologis, dst.  Lebih menyayat hati tatkala Senin, 27 Februari, terjadi peristiwa bunuh diri seorang bocah 11 tahun, kelas IV SD, dengan cara gantung diri.

Dari berita yang sempat saya baca bahwa peristiwa naas itu, MR yang berstatus yatim itu tidak tahan menerima kenyataan hidup bersama keluarganya yang miskin. Ibunya penyandang disabilitas. Kedua tangannya tidak sempurna bawaan sejak lahir.

Kabarnya juga dia, MR, sering mendapatkan perlakuan bullying (perundungan) dari teman-teman sebayanya. Mungkin kondisi itulah yang membuat MR nekat mengakhiri hidupnya.

Kesenjangan sosial, ekonomi dan efek teknologi digital sering menjadi tertuduh penyebab dari setiap peristiswa dan persoalan sosial. Ternyata kompleksitas persoalan sosial di masyarakat kita ini tidak hanya menyeret ke persoalan kebijakan-kebijakan pemerintah tapi lebih dari itu bagaimana caring touch para elitis kita; mulai dari politisi, pakar dan praktisi pendidikan, hukum, tokoh LSM, dst. Patut juga kita pertanyakan peran strategis lembaga penjaga moral; ormas keagamaan, kampus, organisasi pemuda kemahasiswaan, dst di tengah-tengah masyarakat atas tawaran solusi cerdas, pencerahan-pencerahan, pengatasan persoalan-persoalan urgen di masyarakat.

Sungguh; sekuat apa pun kekuasaan, secanggih apa pun peralatan aparat, sehebat dan secerdas kayak apa kita punya pempimpin hari ini serta berapa puluh penghargaan yang telah kita terima sebagai bentuk apresiasi prestasi yang kita pernah raih,  tidak akan pernah punya harapan masa depan jika  teledor terhadap penanganan persoalan sosial, perlindungan anak serta pembangunan kualitas pertumbuhan SDM generasi. Belum lagi ancaman stunting, angka putus sekolah, pernikahan dini bahkan persoalan buruh migran menjadi perbincangan yang tidak cukup dibawa pada forum-forum diskusi, pidato, melainkan disegerakan ada kebijakan dan tindakan yang nyata.

Ini sebuah proyek yang tidak kalah menarik untuk kita ‘tenderkan’ kepada mereka yang memiliki nurani dan rasa kepedulian terhadap masa depan bangsa.

Tawaran proyek ‘prestisius’ ini  pasti segera disambut dengan suka cita bagi mereka yang senantiasa merindukan surga. Tangan-tangan ringan sebagai bentuk tanggung jawab sosial Anda akan lebih bermakna daripada pidato berapi-api di forum pengajian, kampus, gedung dewan,  dengan riuh gemuruh tepuk tangan ribuan orang sekali pun. Jangan sampai kekhusukan kita beribadah, keasyikan dengan nikmatnya fatamorgana jabatan dan meruahnya kesuksesan dunia sehingga teledor memberikan perhatian pada nasib masyarakat yang membutuhkan.

Melengkapi ‘potret buram’ dari peristiwa gantung diri siswa kelas IV SD di Pesanggaran itu, dari peristiwa-peristiwa yang mengenaskan yang lain. Warning bagi dunia pendidikan juga. Bagaimana kita bisa meyakinkan bahwasanya Banyuwangi yang sudah kadung diproklamasikan sebagai kabupaten aman anak, ramah anak, layak anak dan compassion city (Kabupaten Welas Asih) kalau kenyataannya masih saja praktik-praktik bullying menggejala di sekolah-sekolah.

Bolehlah kita mengacungkan dua jempol atas prestasi pemerintah daerah sukses menurunkan angka kemiskinan dan sukses besar menaikan reputasi dan prestasi luar biasa gemilang di sektor investasi modal. Lebih dahsyat lagi atas  keberhasilan Bupati Banyuwangi meng-gol-kan golden share kelar 15% atas harta karun Tumpang Pitu dari PT IMN. Paling tidak wajah psimis lesu  yujah, yunah, yutun akan sedikit lebih sumringah optimis  karena tidak akan lagi menghadapi siklus penyakit ‘miskin turunan’ yang tak pernah putus sebagai penyebab persoalan sosial.

Namun, keadaan itu bisa menjadi suatu yang ironis, jika kita teledor memberikan perhatian pada sektor pembangunan SDM genenerasi di samping membangun kompetensi yang mumpuni sebagai modal dan juga model dalam menghadapi laju perkembangan zaman.

Kita harus bangkit, bersatu, bersinerji membangunan Banyuwangi. Saatnya Banyuwangi menerima ‘award’ karena keberhasilan mengeliminasi angka kekerasan anak.  Insyaallah, The Sun Rise of Java akan menjadi sinar inspirasi membangun Indonesia. Semoga.
Mbah Guru Rifai, Genteng Banyuwangi.