SURABAYA – menaramadinah.com-Ombudsman RI mengadakan sidak ke kantor Samsat Kedung Cowek, Surabaya Utara, Jumat (3/2). Ada tiga temuan dalam sidak tersebut. Pertama, belum maksimalnya pemenuhan standar pelayanan sesuai UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kedua, keterbatasan kapasitas pengelola pengaduan internal. Ketiga, pemenuhan layanan kelompok rentan yang baru sekadar memenuhi aspek formal.
Sidak dilaksanakan pada Jumat (3/2) pukul 09.45 hingga 10.30. Salah satu pimpinan Ombudsman RI Johanes Widijantoro memimpin sidak. Tim beranggotakan Agus Muttaqin (kepala perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur), Triyoga Habibi (kepala keasistenan pemeriksaan Ombudsman RI Jawa Timur), Fatih Sabilul Islam, dan Regar Febrianto Ardiansyah. Setelah sidak, tim bertemu dengan Kepala UPT Samsat Surabaya Utara Lilis Handayani.
Tim mengawali sidak di loket pengambilan formulir bagi wajib pajak kendaraan tahunan. Lokasi ini memang mendapat perhatian. Sebab, tahun lalu ada warga yang melaporkan adanya pungli atas akses formulir bagi wajib pajak. Mereka kerap dimintai uang Rp 20-30 ribu setiap formulir. Padahal, pungutan itu tidak masuk setoran PNBP.
Ombudsman saat itu minta agar pengelola Samsat membenahi pemenuhan standar pelayanan, khususnya informasi tentang standar biaya. Artinya, kalau bukan PNBP dan gratis, harus ada papan informasi gratis. Selain itu, harus ada informasi tentang mekanisme/tata cara, sarpras (kanal aduan), dan admin pengelola aduan.
Dari hasil pemantauan di loket, sudah ada informasi tentang standar biaya. Ada tulisan gratis. Hanya, belum dilengkapi informasi tentang mekanisme/tata cara, sarpras, dan admin pengelola aduan. Kepada Kepala UPT, Ombudsman minta agar pengelola Samsat memperbanyak papan informasi/benner tentang kanal pengaduan.
Selanjutnya, sidak berlanjut ke ruang pelayanan. Fokus pada loket pengelola aduan dan loket layanan disabilitas
Di loket pengelola aduan, tim Ombudsman menemukan fakta bahwa admin atau petugas aduan belum pernah dilatih atau mengikuti diklat penerimaan aduan.
Informasi tentang kanal aduan juga hanya ada satu nomor WA. Selain itu, ketika diminta dokumen seputar aduan wajib pajak, petugas tidak bisa menunjukkan.
Kepada Kepala UPT, Ombudsman minta Samsat membenahi pengelolaan pengaduan sesuai ketentuan Keppres No 76 Tahun 2013. Harapannya, aduan wajib pajak bisa dilokalisir dan bisa diselesaikan di internal, tidak perlu mengadu ke Ombudsman, apalagi sampai memviralkan substansi aduan.
Di bagian akhir, tim Ombudsman mendatangi loket layanan disabilitas. Tim menemukan fakta bahwa personel yg menangani, tidak memiliki kompetensi melayani disabilitas. Itu karena tidak ada bekal penguatan kapasitas pelayanan disabilitas.
Selain itu, tim menemukan sarpras yang belum sesuai kebutuhan disabilitas. Misalnya, meja layanan dengan ketinggian di atas 80 cm atau relatif tidak bisa dijangkau disabilitas dengan kursi roda, rambatan yang terlalu curam, tidak ada pintu geser pada toilet disabilitas, dan temuan lainnya
Kepada kepala UPT, Ombudsman minta Samsat membenahi, agar sarpras-sarpras tersebut lebih ramah dan sesuai kebutuhan disabilitas.
Pada bagian akhir, Ombudsman siap melakukan pendampingan kepada Samsat untuk semakin mematuhi pemenuhan standar pelayanan sesuai UU No 25 Tahun 2009. Soal keterbatasan personel yang membuat pengeloaan aduan dan layanan disabilitaa kuranh maksimal, Ombudsman menyarankan agar dilakukan analisis beban kerja (ABK) ke Bapenda Pemprov Jatim. (*)AGM